Lanskap bisnis Indonesia sepertinya akan segera berubah. Pasalnya, Presiden RI, Prabowo Subianto baru saja mengumumkan niatnya untuk melakukan pemangkasan regulasi bisnis secara ekstensif,.
Menurut mantan Danjen Kopassus ini, langkah ini merupakan bagian dari misinya untuk menderegulasi ekonomi dan memberantas birokrasi bisnis yang dianggapnya terlalu berbelit-belit.
Adapun, salah satu sorotan utama dari rencana deregulasi ini adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Diketahui, TKDN merupakan salah satu hal yang dipersoalkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam penentuan tarif timbal balik impor untuk Indonesia sebesar 32 persen.
TKDN sendiri saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017. Ada setidaknya 3 opsi investasi sebagai syarat pemenuhan TKDN, yakni skema manufaktur, skema aplikasi, dan skema inovasi.
Prabowo mengatakan ia sebenarnya sudah memberi instruksi khusus kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk mengkaji ulang TKDN. Meski aturan ini menjadi bentuk nasionalisme, Prabowo tetap meminta harus realistis.
“Kita harus realistis, TKDN dipaksakan akhirnya kita kalah kompetitif. TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif," kata Prabowo, saat acara Sarasehan Ekonomi, di Jakarta Selasa (8/4/2025).
Ia pun lantas mengusulkan penggantian pendekatan TKDN dengan sistem insentif yang lebih fleksibel.
Prabowo menilai, peningkatan kemampuan industri dalam negeri merupakan masalah yang sangat luas. Alih-alih memaksakan target kandungan lokal, Prabowo mengusulkan pendekatan insentif sebagai alternatif.
Ia pun secara langsung menginstruksikan para menterinya untuk merumuskan regulasi TKDN yang sesuai dengan kapasitas industri dalam negeri.
Menurutnya, sangat tidak tepat apabila memberikan kewajiban kepada pelaku usaha saja untuk melakukan pemenuhan komponen lokal.
“Masalah ini luas, masalah pendidikan, IPTEK, science itu masalah luas. Nggak bisa kita bikin regulasi TKDN selalu naik," pungkas Prabowo.
Diketahui, pernyataan Prabowo ini merespons masukan dari Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, yang membeberkan sejumlah tantangan ekonomi Indonesia, mulai dari tekanan fiskal, nilai tukar rupiah, hingga deindustrialisasi.
"Usulan konkret ekonom, kita perlu menyegerakan deregulasi yang masif dan total. Kami mengusulkan pendekatan eye to eye approach. Vietnam punya apa, kita harus punya minimal mendekati. Vietnam tidak ada premanisme kita harus ada. Vietnam tidak ada polisi di pasar modal. Vietnam TKDN fleksibel. Ada begitu banyak point seperti Vietnam," papar Wijayanto, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (8/4/2025).
Baca Juga: Isu Prabowo-Mega Bertemu Diam-diam, Golkar Beri Respons
Era Jokowi Perketat TKDN
Kebijakan Prabowo menginstruksikan perubahan aturan terkait TKDN agar menjadi lebih fleksibel ini diketahui berbeda dengan era pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Saat menjabat, Jokowi justru menerapkan aturan TKDN secara ketat untuk berbagai produk, mulai dari proyek konstruksi, kendaraan listrik, energi, teknologi, hingga peralatan elektronik.
Salah satu contohnya, perusahaan teknologi global seperti Apple sempat menghadapi negosiasi terkait pemenuhan TKDN untuk penjualan iPhone 16.
Respons Pengamat
Associate Director BUMN Research Group, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, menyebut kebijakan pelonggaran TKDN yang dilontarkan Prabowo Subianto merupakan langkah pragmatis sebagai respons terhadap tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
"Ini langkah pragmatis presiden. Menyadari posisi daya saing Indonesia, akan lebih berat dampak retaliasi tarif sehingga approach untuk buka lebih banyak pintu impor dari AS jadi pilihan,”tutur Toto, sebagaimana dikutip dari Republika, Rabu (9/4/2025).
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi, mengingatkan bahwa mengurangi ketentuan TKDN berisiko besar bagi industri komponen lokal yang saat ini tengah berkembang.
Menurutnya, banyak industri komponen lokal yang bergantung pada pesanan dari pabrik ponsel besar, sehingga kebijakan pengurangan TKDN dapat menyebabkan industri terpuruk.
“Sehingga harus berhati-hati, jangan sampai jadi bunuh diri ekonomi, karena industri dalam negeri bakal kalah saing dengan impor murah,” terang Heru, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com, Rabu (9/4/2025).
Baca Juga: Aksi Prabowo Hadapi Perang Dagang Dinilai SBY: Sudah di Jalur yang Tepat