Pemerintah Indonesia tengah mengkaji pemanfaatan buah kelapa sebagai sumber bahan bakar nabati. Komoditas tersebut dinilai berpotensi diolah menjadi bahan bakar pesawat terbang atau bioavtur.

Rencana tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai pembukaan Konferensi dan Pameran Kelapa Internasional (Cocotech) ke-51 tahun 2024 di Surabaya, Jawa Timur pada Senin (22/07/2024).

"Saya banyak melihat limbah kelapa sekarang jadi bio energi. Ini penting bagi saya kira ke depan, ini terus bisa dikembangkan. Kemudian kelapa juga bisa menjadi bio avtur. Ini juga jadi pekerjaan besar kita agar penggunaan ini bisa semakin meningkat dan diminati negara-negara lain, ujar Jokowi dalam video yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden yang dikutip Olenka pada Selasa (23/07/2024).

Lalu, bagaimana upaya pemerintah untuk menseriusi rencana tersebut?

Baca Juga: Jokowi: Pemanfaatan Teknologi untuk Hilirisasi Komoditas Kelapa

Memahami tentang Bioavtur

Bioavtur merupakan bahan bakar pesawat yang dibuat dari campuran avtur dan minyak kelapa sawit 2,4 persen. Bioavtur yang juga dikenal dengan nama Bioavtur J.24 itu diciptakan untuk menurunkan emisi karbon sektor transportasi udara.

Melansir informasi dari indonesia.go.id , bioavtur sebenarnya bukan hal baru dalam industri penerbangan. Di beberapa negara maju seperti Amerika, Kanada, dan negara-negara Eropa lainnya, industri bioavtur telah berproduksi dan digunakan di dunia penerbangan. Sejumlah produsen tidak hanya mengandalkan minyak nabati, seperti minyak jagung atau minyak kacang-kacangan, tetapi juga memanfaatkan limbah minyak goreng.

Penggunaan bioavtur bertujuan mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungan dari penerbangan, serta mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang semakin tipis.

Jika berbicara tentang perbedaan antara bioavtur dan avtur konvensional intinya terletak pada sumber bahan bakarnya. Bioavtur diproduksi dari campuran minyak sawit dan bahan bakar minyak, sementara avtur biasa diproduksi dari minyak bumi.

Kemudian, perbedaan terlihat pada jejak karbon. Bioavtur cenderung memiliki jejak karbon yang lebih rendah dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Sedangkan avtur biasa memiliki jejak karbon yang lebih tinggi.

Baca Juga: Emban Tugas Baru, BPDPKS Kini Kelola Kelapa dan Kakao

Dan yang terakhir, perbedaan pada ketergantungan sumber daya terbarukan. Penggunaan bioavtur mendorong pemanfaatan sumber daya terbarukan dan berkelanjutan, sementara avtur biasanya bergantung pada pasokan minyak bumi yang terbatas dan tidak terbarukan.