PT Prima Wahana Caraka Indonesia (PWC) berkomitmen membangun kepercayaan serta membentuk komunitas para pemimpin bisnis dan calon penerus generasi penerus (Next Gen) yang telah unggul sejak tahun 2016 setelah berhasil membangun jaringan hingga sekarang.
PWC Global Family Business Survey 2025 adalah survei pasar internasional yang meneliti bisnis keluarga serta pandangan mereka terhadap perusahaan dan lingkungan bisnis yang lebih luas. Survei ini dilakukan bekerja sama dengan John L. Ward Center for Family Enterprises di Northwestern University atas nama Kellogg School of Management. Survei melibatkan 1.325 bisnis keluarga di 62 negara dan wilayah antara 1 April hingga 17 Juni 2025.
Baca Juga: Pandangan Dato Sri Tahir Soal Kekayaan: Manusia Tak Punya Hak Milik atas Kekayaan Duniawi
Baca Juga: Uang Itu Penting, Dato Sri Tahir: Tapi Ada yang Lebih Bermakna daripada Kekayaan
Sektor manufaktur menyumbang 34% dari bisnis yang disurvei, 29% berada di sektor barang konsumsi, dan sisanya berasal dari layanan keuangan, teknologi, serta kesehatan, diantara industri lainnya.
Setiap 2 tahun sekali, PWC melakukan survei. Sudah kali ke-12 melakukan interview terhadap Google Analytics, dan tahun ini di Indonesia sudah mendapatkan 67 grup. Berdasarkan PWC Family Business Survey 2025, jumlahnya tidak representatif terhadap ratusan ribu perusahaan keluarga di Indonesia tetapi hasil survei tetap memberikan gambaran mengenai tren dan sample sizenya cukup memadai untuk melihat pikiran para owners maupun top management.
Adapun penemuan lainnya yang menunjukkan bahwa salah satu masalah di perusahaan keluarga saat ini adalah tantangan terkait kolektivitas ekonomi. Dengan kata lain, terdapat tingkat ketidakpastian yang perlu diperhatikan oleh PWC, antara lain terkait tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan keluarga di Indonesia, yaitu aspek perpajakan. Sementara itu, pada tingkat global, tantangan terbesarnya berkaitan dengan kurangnya tenaga kerja.
“Ternyata di dalam volatility itu kan sebenarnya perusahaan seharusnya dipimpin dengan lincah. Cuma, di Indonesia hasil dari survei yang kami lakukan, penilaian pribadi mereka atas perusahaan mereka itu hanya 1% yang merasa bisnisnya sangat lincah. Jadi, kecil sekali, padahal keunggulan perusahaan keluarga mereka sebenarnya pengambilan keputusan yang cepat dan lincah,” ujar Marcel Irawan, Partner Private Leader PWC, Kamis (27/11/2025).
Nilai 1%, ini merupakan very agile tetapi setelah kategorinya di jumlah menunjukkan 25% bisnis keluarga di Indonesia yang menganggap bisnis mereka lincah, dibandingkan dengan global yang lebih dari 45%.
Menurut Marcel, pimpinan di perusahaan harus banyak terobosan “43% dari responden bilang kelincahan itu ditahan oleh pimpinan pada saat ini. Jadi, mereka tidak bisa bertumbuk karena ada sedikit resistansi dari keluarga mereka yang senior. Padahal ironinya di Indonesia, mereka sudah lumayan banyak melibatkan anak-anak muda masuk ke dalam direksi. Contohnya 55% yang dianggap sebagai pimpinan perusahaan itu ada yang dibawa umur 40 tahun” ujarnya.
Ada kondisi ketika anak yang merupakan generasi berikut, langsung diberikan posisi kepemimpinan tetapi ketika berniat melakukan terobosan penting, terutama pada masalah kondisi ekonomi yang seperti ini, mereka merasa ruang geraknya tertahan.
Selain itu, terdapat satu definisi lain yang sering dibahas PWC bersama perusahaan keluarga, ketika generasi saat ini belum memiliki keyakinan karena tertahan, meskipun generasi penerus sebenarnya memiliki potensi untuk mengambil peran tersebut.
Keunggulan lain yang terlihat di Indonesia dibandingkan dengan tingkat global adalah berani melibatkan next gen yang muda-muda menjadi direksi dan yang wanita juga banyak dilibatkan. Dalam jajaran pimpinan direksi mereka terdapat 70% perusahaan keluarga telah melibatkan peran dari wanita.
Skeptisisme terhadap AI dan teknologi
Seiring dengan perkembangan AI, survei ini tidak hanya diisi oleh para owner atau eksekutif, tetapi juga dari partnernya. 60% bisnis keluarga di Indonesia memandang teknologi AI lebih sebagai risiko, alih-alih peluang (21%).
Hal ini bertentangan dengan perspektif global, yakni 61% memandang AI lebih sebagai peluang. Dalam hal investasi, sebagian besar bisnis keluarga di Indonesia (51%) mengambil pendekatan “tunggu dan lihat” serta tidak memprioritaskan investasi teknologi baru.
Surat wasiat dalam bisnis keluarga
79% bisnis keluarga di Indonesia memiliki kebijakan tata kelola keluarga, Lebih bagus dibanding 2 tahun lalu yaitu 68%. Namun, terdapat kontras yang cukup signifikan di Indonesia, pembahasan mengenai surat wasiat yang merupakan bagian penting dalam bisnis keluarga, di Indonesia cenderung tidak mau menanggapi hal ini.
Selain itu, hanya 13% keluarga Indonesia yang memiliki Surat Wasiat/ Wasiat Terakhir, perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan angka global sebesar 45%.
Keberadaan kantor keluarga
Kantor keluarga kurang umum di Indonesia. Di antara semua itu, sebagian besar bisnis keluarga di Indonesia mengoperasikan model kantor keluarga tunggal, preferensi yang kuat untuk mempertahankan kendali dan kerahasiaan dalam mengelola kekayaan keluarga.
“Sementara itu, tantangan lainnya, tingkat global maupun di Indonesia bahwa keterampilan dan edukasinya masih belum sepenuhnya sesuai, jadi memang dua PR dari hal ini, di sisi lain next gen-nya harus mempersiapkan diri ya,” ujar Marcel.
Data menunjukkan bahwa tingkat konflik yang muncul dari waktu ke waktu pada perusahaan keluarga di Indonesia relatif lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa komunikasinya masih kurang. Selain itu, penanganan konflik umumnya dilakukan secara mandiri.
Dalam hal kepemimpinan, terdapat anggapan bahwa kekuatan leadership merupakan faktor penting bagi perkembangan perusahaan keluarga, sebab Leadership yang kuat dipandang sebagai salah satu hal utama.