Tak semua perjalanan dimulai dari kemudahan. Ada yang lahir dengan senyap, menantang sunyi sejak detik pertama. Putri Santoso adalah salah satunya. Sejak lahir, ia harus berdamai dengan dunia yang berbeda. Namun, keterbatasan tak pernah dianggap sebagai penghalang. Ia memilih terus melangkah, perlahan tapi pasti, menjadikan perbedaan sebagai cahaya yang menuntunnya tumbuh.
Hari ini, Putri Santoso bukan hanya dikenal sebagai perempuan tangguh, tetapi juga sebagai sosok di balik sebuah misi mulia: memperjuangkan kesetaraan bagi penyandang disabilitas, terutama Teman Tuli.
Lewat perannya sebagai deaf womenpreneur, Putri Santoso membuka lebih banyak pintu agar teman-teman disabilitas bisa merasakan hal yang sama seperti orang lain—kesempatan, penghargaan, dan ruang untuk berkembang.
Putri mewujudkan misi mulianya itu lewat Kopi Tuli. 2018 lalu, Putri bersama dua sahabatnya yang juga Teman Tuli, Adhika Prakoso dan Erwin Syah Putra, merintis kedai kopi yang juga sering dikenal dengan nama Koptul di sebuah garasi rumah yang berada di kawasan Beji, Depok, Jawa Barat.
Baca Juga: Berawal Dari Hobi ‘Ngopi’, Ini Dia Sosok dan Perjalanan Karier Eunike Adelia Pendiri Kopitagram
Ditolak Ratusan Perusahaan
Sebelum merintis bisnis Kopi Tuli atau Koptul, Putri Santoso sebenarnya memiliki cita-cita menjadi wanita karier. Namun, kenyataan tak selalu ramah. Dengan keterbatasannya sebagai penyandang disabilitas rungu, Putri harus menelan pahitnya penolakan demi penolakan.
Meski telah menyelesaikan studi Desain Komunikasi Visual di Universitas Bina Nusantara (BINUS), ia berkali-kali gagal menembus dunia kerja, ditolak oleh ratusan perusahaan yang pernah ia lamar.
Secercah harapan mulai merekah ketika Putri menyibukkan diri membangun sebuah ruang pelatihan untuk Teman Tuli, lewat Yayasan Sampaguita. Di tengah kesibukan itu, Adhika menghubungi Putri dengan sebuah ajakan sederhana, berbisnis bersama.
Dari obrolan yang akrab dan kecintaan mereka pada kopi, lahirlah ide untuk membuka kedai kopi. Namun kedai ini tak akan menjadi kedai biasa. Mereka ingin sesuatu yang lebih dalam, lebih dari sekadar tempat menyeduh dan menyeruput kopi.
Kopi Tuli, nama yang dipilih sebagai bentuk identitas para pendirinya. Bagi Putri, kopi adalah komunikasi. Ia menjadikan Kopi Tuli medium untuk menjembatani dua dunia yang kerap terpisah, Teman Tuli dan Teman Dengar. Di kedai kecil ini, percakapan tak selalu butuh suara. Terkadang, cukup dengan isyarat, senyum, dan secangkir kopi hangat.
“Kami berusaha membangun sebuah ruang yang bisa menjembatani orang-orang dengan penyandang tuli. Kami ingin penyandang tuli bisa berkomunikasi secara normal dengan orang-orang lainnya. Di sini lah value-nya, menjadikan kedai kopi sebagai ruang interaksi teman dengar dan teman tuli. Selain itu, supaya masyarakat lebih aware bahwa penyandang tuli juga bisa membangun bisnis,” ujar Putri Santoso seperti dikutip dari pemberitaan SWA, Selasa (6/5/2025).
Belum setahun beroperasi di sebuah garasi, Kopi Tuli pun berekspansi dengan membuka cabang di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Oktober 2018. Namun sayang, akibat pandemi COVID-19, cabang tersebut harus tutup. Meski begitu, kini Kopi Tuli masih beroperasi di cabang Tebet, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Mengenal Sosok Erma Rosa Ergandia, Pendiri Kopi Nu Sae: Secangkir Hal Baik untuk Banyak Orang
Berdayakan Teman Tuli
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, Putri merintis Koptul dengan membawa misi mulianya, yakni memberdayakan Teman Tuli. Selain itu, ia juga membawa misi untuk meningkatkan interaksi antara Teman Tuli dan Teman Dengar.
Hampir semua pegawai dan barista di Kopi Tuli adalah Teman Tuli. Untuk menciptakan kenyamanan dalam berinteraksi, Putri dan timnya merancang sistem pemesanan yang inklusif dan menyenangkan.
Setiap menu diberi kode alfabet yang disertai dengan panduan bahasa isyarat. Dengan begitu, para pengunjung bisa ikut belajar berkomunikasi melalui bahasa isyarat saat berinteraksi dengan kasir, pelayan, atau barista.
Menariknya, para karyawan Koptul juga telah terlatih membaca gerak bibir dan mampu merespons secara lisan atau tulisan. Jadi, ketika ada pengunjung yang belum terbiasa menggunakan bahasa isyarat, komunikasi tetap dapat terjalin dengan lancar.
Tak hanya itu, nama-nama menu di Koptul pun unik dan menggugah rasa penasaran. Sebut saja seperti Daun Susu yang merujuk pada varian minuman Green Tea. Alih-alih memilih kata yang sudah tak asing didengar, Putri justru memilih nama menu yang memantik rasa penasaran pengunjung. Namun, disitulah ruang interaksi aka tercipta.
Koptul tidak hanya menyediakan kopi dan mengenalkan bahasa isyarat kepada pengunjung. Ada juga program pelatihan barista bagi Teman Tuli, sekaligus berencana memperbanyak varian kopi yang ditawarkan. Semua ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memberdayakan penyandang disabilitas, khususnya Tuli, agar bisa tetap produktif dan mandiri.
Putri juga memiliki rencana untuk mengembangkan usaha Kopi Tuli ke berbagai daerah. Ia ingin menjangkau lebih banyak Teman Tuli dan bekerja sama dengan pelaku UMKM dalam proses pengembangan usahanya. Harapannya, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas, terutama Teman Tuli.