Nama Nila Tanzil selama ini dikenal luas sebagai sosok yang konsisten memperjuangkan masa depan anak-anak di wilayah terpencil Indonesia melalui gerakan literasi. Selama lebih dari satu dekade, ia konsisten mengabdikan dirinya untuk membuka akses bacaan bagi anak-anak di wilayah terpencil Indonesia Timur melalui gerakan literasi yang membumi dan berkelanjutan.

Sebagai pendiri Taman Bacaan Pelangi, organisasi nirlaba yang ia dirikan pada 2009, Nila telah menghadirkan ratusan perpustakaan ramah anak yang menerangi masa depan ribuan generasi muda di pelosok Nusantara.

Dedikasinya yang tak kenal lelah di bidang sosial dan pendidikan mengantarkannya pada pengakuan dunia sebagai Atlantic Fellow dan Eisenhower Fellow, dua program kepemimpinan global yang prestisius bagi para pemimpin perubahan.

Lantas, seperti apa sebenarnya sosok perempuan inspiratif di balik gerakan literasi tersebut? Dikutip dari berbagai sumber, Kamis (4/12/2025), berikut ulasan Olenka selengkapnya.

Latar Belakang Keluarga dan Kecintaan pada Buku Sejak Dini

Nila lahir di Jakarta pada 29 April 1976. Dikutip dari Women Obsession, kecintaan Nila terhadap buku tumbuh sejak kecil. Ia dibesarkan dalam keluarga yang menjadikan membaca sebagai bagian dari keseharian. Rak-rak penuh buku milik sang ayah terasa seperti perpustakaan pribadi, sementara ibunya selalu menanamkan kebiasaan membaca sejak dini.

“Saya tidak pernah lepas dari buku. Membaca setiap hari adalah bagian dari hidup saya,” kenangnya, dikutip dari Women Obsession.

Dikutip dari Liputan6com, nilai kemandirian yang kuat juga tertanam sejak kecil melalui didikan sang ayah.

“Ajaran papiku bilang, kalau kamu jadi perempuan, harus bisa mandiri. Kamu bisa punya penghasilan sendiri dan bisa memberdayakan orang lain,” ujarnya, dikutip dari Liputan6com.

Prinsip inilah yang kelak membentuk karakter Nila sebagai perempuan tangguh yang berani mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

Jejak Pendidikan yang Mengantar ke Dunia Global

Dikutip dari laman resmi Taman Bacaan Pelangi, Nila menyelesaikan pendidikan Sarjana Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan dan meraih predikat The Best Student of The Year.

Ia kemudian melanjutkan studi magister dan memperoleh gelar Master of Arts in European Communication Studies dari Universiteit van Amsterdam, Belanda. Saat ini, Nila juga tengah menempuh pendidikan doktoral (Ph.D) di bidang Pendidikan di Curtin University, Australia, dikutip dari laman LinkedIn pribadinya.

Jejak Karier Profesional

Dikutip dari LinkedIn pribadinya, karier profesional Nila dimulai di dunia keuangan sebagai Fixed Income Sales di PT Paramitra Alfa Sekuritas (1999–2002). Ia kemudian beralih ke dunia komunikasi sebagai Senior Associate di Maverick Indonesia (2004–2007). Karier internasionalnya berlanjut di Singapura sebagai Fixed Income Sales di BGC Partners (2007–2009).

Ketertarikannya pada isu sosial membawanya menjadi Communications Consultant di The Nature Conservancy (2009–2010), lalu menjabat Head of Communications di Putera Sampoerna Foundation (2010–2012). Puncaknya, ia dipercaya mengemban posisi strategis sebagai Head of Stakeholders Mobilization, Sustainable Business & Innovation di Nike, Inc. (2012–2013).

Melepas Jabatan Tinggi demi Panggilan Hati

Dikutip dari Wolipop, Nila sempat menjabat sebagai kepala komunikasi di perusahaan besar. Namun, demi mengikuti panggilan hatinya dan menekuni hobi traveling, ia rela melepaskan jabatan tinggi tersebut.

Ia bahkan menetap selama satu tahun di kawasan Pulau Komodo untuk mencari makna hidup yang lebih dalam. Dari sanalah ia menemukan tujuan barunya, yakni menghadirkan akses buku untuk anak-anak di pelosok Indonesia.

Baca Juga: Jejak Langkah Butet Manurung Sosok Ibu Guru dari Rimba

Awal Mendirikan Taman Bacaan Pelangi

Dikutip dari IDN Times, ide mendirikan Taman Bacaan Pelangi lahir ketika Nila bertugas di Labuan Bajo pada 2009. Ia melihat langsung betapa sulitnya anak-anak di pelosok mendapatkan akses buku bacaan.

“Gak ada toko buku sama sekali dan gak punya perpustakaan,” tuturnya.

Tergerak oleh kegelisahan itu, Nila membangun perpustakaan pertamanya di Desa Roe, Flores, Nusa Tenggara Timur, dengan modal nekat dan keprihatinan mendalam. Dari satu perpustakaan sederhana, gerakan ini terus berkembang menjadi jaringan literasi yang masif.

Dikutip dari Women Obsession, per Februari 2025, Taman Bacaan Pelangi telah membangun 251 perpustakaan ramah anak di 18 pulau di Indonesia Timur. Yayasan ini telah memberikan akses buku kepada lebih dari 30.000 anak, menyediakan ratusan ribu buku bacaan, serta melatih lebih dari 6.000 guru lokal.

Program Taman Bacaan Pelangi tidak hanya berfokus pada penyediaan perpustakaan, tetapi juga meliputi pelatihan guru dan pustakawan, parenting engagement untuk orang tua, program bebas buta huruf, serta Girls Scholarship Program khusus bagi anak perempuan dari keluarga prasejahtera, dikutip dari IDN Times.

Pernah Hampir Menyerah

Dikutip dari Antaranews, perjuangan Nila tidak selalu berjalan mulus. Ia pernah dianggap orang asing yang mencurigakan, bahkan dikira bagian dari partai politik ketika masuk ke kampung-kampung terpencil. Tantangan terbesar datang saat perpustakaan yang sudah dibangun justru tidak dimanfaatkan.

“Pengen nyerah, tapi ada orang dari Labuan Bajo yang ngingetin, jangan stop katanya,” ungkap Nila.

Ia pun memahami bahwa bagi masyarakat setempat, buku adalah benda mewah yang harus dijaga. Dari situlah semangatnya kembali menyala.

Memiliki Bisnis Travel

Berangkat dari hobi traveling, Nila mendirikan Travel Sparks, sebuah social enterprise dengan konsep travel with a cause. Melalui Travel Sparks, wisatawan tidak hanya berlibur, tetapi juga bisa melakukan voluntourism di perpustakaan-perpustakaan Taman Bacaan Pelangi serta menyalurkan donasi buku.

Dikutip dari Kumparan, seluruh tim Travel Sparks berasal dari masyarakat lokal Flores dan Sumba, mulai dari pemandu wisata hingga pengemudi. Mereka juga dibayar di atas standar demi meningkatkan kesejahteraan keluarga dan pendidikan anak-anak mereka.

Baca Juga: Profil Angela Herliani Tanoesoedibjo: Pewaris Media dan Mantan Wamen Termuda yang Kini Memimpin Partai Perindo

Hobi Traveling, Menulis, dan Melukis

Masih dikutip dari Kumparan, Nila mengawali solo traveling sejak 1997 ke Eropa.

“I love being in a place where I feel like I'm a stranger,” ujarnya. Bagi Nila, traveling adalah kebebasan sekaligus guru kehidupan.

Dari hobi tersebut ia kemudian menulis di blog pribadi hingga melahirkan tiga buku, yaitu Lembar-Lembar Pelangi (2016), The Art of Giving Back (2018), dan buku anak Teman Baru Epi (2018).

Dikutip dari Media Indonesia, Nila juga memiliki hobi melukis yang tumbuh saat ia menjalani pengobatan Pleuritis TB pada 2019. Lukisan cat airnya bahkan sempat digunakan sebagai desain kemasan produk nasional.

Deretan Penghargaan Bergengsi

Dikutip dari laman resmi Taman Bacaan Pelangi dan LinkedIn pribadinya, perjalanan prestasi Nila Tanzil dimulai pada 2011 saat ia meraih She Can! Award dari Tupperware. Pada 2012, kiprahnya di bidang pemberdayaan sosial mengantarkannya memperoleh Indonesia’s Inspiring Youth & Women Award dari Indosat serta Nugra Jasadarma Pustaloka Award dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Pengakuan berlanjut pada 2013 melalui penghargaan Kartini Next Generation: Inspiring Woman in ICT for Community Development dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak serta Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi. Tahun 2015 menjadi tonggak penting saat Nila dinobatkan sebagai Forbes Indonesia’s 10 Inspiring Women.

Pada 2016, ia masuk dalam jajaran 10 EY Entrepreneur of the Year dari Ernst & Young sekaligus menerima 10 Iconic Women Indonesia Award. Kiprahnya di level global semakin diakui pada 2019 melalui dua penghargaan bergengsi, yakni Changemakers for A Better World 2019 dari Singapore International Foundation dan GlobeAsia’s 99 Most Influential Women 2019.

Apresiasi berikutnya datang pada 2020 lewat People and Inspiration Awards dari BeritaSatu, dan pada 2021 Nila kembali mendapat pengakuan internasional sebagai Asia’s Most Influential (Indonesia).

Dikutip dari LinkedIn pribadinya, selain deretan penghargaan tersebut, Nila juga tercatat sebagai Atlantic Fellow dan Eisenhower Fellow, dua program kepemimpinan dunia yang sangat prestisius.

Figur inspiratif ini juga kerap tampil di berbagai media nasional dan internasional, mulai dari CNN, Kick Andy Show Metro TV, The Jakarta Post, BBC, Forbes, ABC Australia, Astro TV Malaysia, Bangkok Post, hingga VOA, serta banyak media terkemuka lainnya.

Pesan untuk Perempuan Indonesia

Dikutip dari IDN Times, Nila Tanzil menyampaikan pesan inspiratif bagi perempuan agar berani mengekspresikan diri dan tidak ragu mengejar mimpi, sekecil apa pun langkahnya.

Menurutnya, mimpi yang selama ini terpendam tidak harus diwujudkan secara instan, tetapi dapat diraih perlahan, selangkah demi selangkah, dengan konsistensi dan keyakinan pada diri sendiri.

“If there’s a thing in your life that you want to do and you haven’t done it, just do it. Jadi kalau ada mimpi terpendam yang masih ingin dicapai, coba pelan-pelan realisasikan hal itu sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah. Try to make it come true, don't forget to believe in yourself and just do it. Go and get it, ladies!,” tegasnya.

Tips Agar Anak Rajin Membaca ala Nila Tanzil

Dikutip dari Liputan6com, Nila Tanzil menekankan bahwa kebiasaan membaca sejak dini dapat membuka peluang masa depan anak dan mengubah kualitas hidup mereka. Ia membagikan dua kunci utama agar anak gemar membaca, yakni pemilihan buku yang tepat dan peran aktif orang tua.

Menurut Nila, anak lebih menyukai buku cerita dibanding buku pelajaran, seperti dongeng, biografi tokoh idola, serta buku bertema cita-cita dengan ilustrasi ceria yang merangsang imajinasi.

Selain itu, kebiasaan orang tua membacakan dongeng, terutama sebelum tidur, terbukti efektif menumbuhkan minat baca sekaligus mempererat ikatan emosional, sehingga kecintaan anak terhadap buku tumbuh secara alami hingga dewasa.

Baca Juga: Mengenal Sosok Anne Avantie, Sang Perintis Kebaya Modern Indonesia