Saur Marlina Manurung atau Butet Manurung telah mencatatkan namanya dalam sejarah pendidikan Indonesia, ia sampai dikenal dengan sebutan Kartini masa kini lantaran perjuangannya membuka akses pendidikan bagi masyarakat pedalaman.
Butet Manurung merupakan penggagas Sekolah Rimba bagi masyarakat pedalaman. Pada 2003 silam Sokolah Rimba didirikan butet di hutan Bukit Duabelas Jambi dan kini telah menyasar 17 komunitas adat di seluruh Indonesia dan memberikan manfaat kepada lebih dari 15.000 masyarakat adat.
Awal Mula Mendirikan Sekolah Rimba
Butet Manurung adalah wanita petualang yang suka menjelajah hutan, perempuan kelahiran Jakarta 21 Februari 1972 itu juga punya kepedulian sosial yang sangat tinggi itu, setidaknya itu menjadi fondasi baginya mendirikan Sekolah Rimba.
Baca Juga: Mengulik Penyebab Bencana Alam Sumatra, Benarkah Gegara Pembalakan Liar?
1999 adalah tahun pertama Butet masuk hutan, kala itu jebolan pendidikan antropologi dan sastra Indonesia di Universitas Padjajaran ini tergabung dalam dalam sebuah organisasi konservasi, Warsi. Ia menjadi anggota tim yang menembus hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas.
Ini merupakan momen pertama kali Butet bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang rimba, kelompok adat yang menjalani kehidupan nomaden di area hutan tersebut.
Dalam interaksinya bersama masyarakat rimba, Butet sadar bahwa betapa jomplangnya pendidikan di negara ini, masyarakat rimba sama sekali belum tersentuh pendidikan formal, mereka bahkan buta dengan dunia luar.
Butet sadar betul bahwa, kesenjangan pendidikan itu terjadi karena beberapa faktor utama, ketimpangan itu bukan karena alasan tunggal soal masalah geografis, tetapi juga menyangkut relevansi kurikulum yang cenderung seragam dan tidak mempertimbangkan konteks budaya lokal.
Itu sebabnya, hampir seluruh komunitas rimba menolak pendidikan formal lantaran dianggap sebagai jurang yang bakal memisahkan mereka dari akar budayanya.
Dari kenyataan ini, Butet mulai melakukan pendekatan terhadap orang-orang rimba dengan caranya sendiri, ia rela tinggal dan berbaur dengan mereka.
Butet tak hanya sekadar mempelajari budaya dan bahasa mereka, tetapi ia turut merasakan kehidupan sebagai masyarakat pedalaman, mengenakan pakaian orang-orang pedalaman, ikut berburu hingga ikut menyantap makanan khas mereka. Perlahan pendekatan seperti ini mulai diterima, Butet dianggap sebagai bagian dari komunitas.
Lewat pendekatan ini, Butet mulai memperkenalkan sistem pendidikan dasar seperti membaca dan menulis. Singkatnya dari pengalaman interaksi bersama orang-orang rimba ini, Butet akhirnya mendirikan Sokolah Rimba.
Baca Juga: Bencana Sumatra, Rekam Citra Satelit dan Penampakan 2 Ribu Hektare Hutan yang Dirusak
Menurut Butet, pendidikan seharusnya tidak mengubah masyarakat adat menjadi seperti dirinya, melainkan membantu mereka berkembang sesuai dengan jati diri mereka sendiri. Baginya pendidikan seharusnya menjadi jembatan untuk memperkuat identitas dan memperluas pilihan hidup.
“Saya tidak bertujuan untuk menjadikan mereka seperti saya, tetapi ingin membantu mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri,” kata Butet dilansir Olenka.id Rabu (2/12/2025).
Sabet Penghargaan Bergengsi
Dedikasinya dalam membuka akses pendidikan bagi masyarakat pedalaman bikin nama Butet Manurung mulai dikenal masyarakat luas, bahkan namanya harum hingga ke kancah internasional.
Kerja keras Butet diganjar sederet penghargaan bergengsi, sala satunya adalah UNESCO Man and Biosphere Award pada 2001. Butet juga pernah menyabet penghargaan Ramon Magsaysay Award pada tahun 2014, berkat perjuangannya dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat. Penghargaan tersebut digadang-gadang sebagai Hadiah Nobel versi Benua Asia.
Tak hanya itu, Majalah Time menjulukinya sebagai “Heroes of Asia Award 2004.” Tidak hanya itu, Sokolah Rimba yang ia rintis juga telah diangkat kisahnya dalam sebuah film garapan Riri Riza dan Mira Lesmana pada tahun 2013.
Butet juga dinobatkan sebagai salah satu wanita berpengaruh versi majalah Globe Asia edisi pada Oktober 2007, Asia Young Leader di 2007, Young Global Leader di 2009, Ernst and Young Indonesian Social Entrepreneur of the Year 2012, dan pernah menempati jajaran peringkat 11 dari 99 perempuan paling berpengaruh di Indonesia.
Selain itu, pada perayaan Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret. Butet Manurung mendapatkan sebuah kehormatan untuk menjadi wakil Indonesia sebagai Model Peran Global Barbie 2022.
Perusahaan boneka Barbie membuat desain boneka spesial dengan wujud Butet Manurung selaku Ibu Guru dari hutan dengan mengenakan kain batik merah dan hitam serta kalung yang menggambarkan budaya Indonesia.
Latar Belakang Pendidikan
Saur Marlina Manurung atau Butet Manurung Lahir di Jakarta pada 21 Februari 1972. Dia adalah seorang aktivis sosial dan antropolog Indonesia.
Butet menyandang gelar sarjana S1 Antropologi dan Sastra Indonesia di Universitas Padjadjaran Bandung, dan master S2 di bidang Antropologi Terapan dan Pembangunan Partisipatif di Australian National University, Canberra.
Baca Juga: Kejagung Buka Peluang Usut Dugaan Pembalakan Liar yang Disinyalir Jadi Biang Kerok Bencana Sumatra
Selain itu, Butet Manurung juga pernah mengikuti kursus Global Leadership and Public Policy di Harvard Kennedy School, Universitas Harvard, USA pada tahun 2012. Bahkan, dia sempat bekerja di Warung Informasi Konservasi, yaitu sebuah LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang berkonsentrasi pada isu konservasi hutan di Sumatra, pada tahun 1999