Film Dirty Vote kini tengah menjadi perbincangan hangat sejak ditayangkan, Minggu (11/2/2024). Bahkan di lini media sosial, khususnya X, tagar #DirtyVote pun menjadi trending topic. Film bergenre dokumenter tersebut menyuguhkan cerita tentang dugaan kecurangan pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Berdasarkan pantauan Olenka, film berdurasi hampir 2 jam itu sudah ditonton 2.447.840 kali penayangan di channel YouTube Dirty Vote, Senin (12/2) pagi. Film dokumenter ini turut menghadirkan para pakar hukum tata negara yang sangat berintegritas dan memiliki reputasi yang baik. 

Mereka di antaranya adalah Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti. Berikut ini Olenka sajikan profil dari ketiga pakar hukum yang tampil di film Dirty Vote, seperti dikutip dari berbagai sumber.

1. Zainal Arifin Mochtar

“Jika Anda nonton film ini, Saya punya pesan sederhana, satu tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk Anda melakukan penghukuman,” ujar Zainal Arifin Mochtar di awal film Dirty Vote.

Sosok Zainal Arifin Mochtar turut menjadi sorotan setelah film Dirty Vote viral. Zainal Arifin merupakan seorang Pakar Hukum Tata Negara yang merupakan lulusan Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2003.

2006 lalu, Zainal Arifin juga menyelesaikan pendidikan S2 hukum di Northwestern University, dan menuntaskan pendidikan S3 Ilmu Hukum pada 2012 di kampus asalnya, UGM.

Bukan hanya pendidikan formal, pria kelahiran Makassar ini juga turut menimba ilmu dengan terlibat di berbagai program kursus. Di antaranya adalah program Summer School Administrative Law, Universitas Gadjah Mada-Maastricht University, Belanda pada tahun 2006; serta Summer School American Legal System, di Georgetown Law School, Washington, Amerika Serikat.

Zainal Arifin mengawali karier sebagai dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum UGM pada 2014. Ia juga aktif di sejumlah organisasi atau kegiatan anti-korupsi. Di antaranya adalah menjadi anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2007, Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan periode 2015-2017, hingga anggota Komisaris PT Pertamina EP periode 2016-2019. 

Baca Juga: Jurnalis Investigasi Beber Alasan Rilis Dokumenter Dirty Vote Jelang Pencoblosan

Zainal Arifin Mochtar juga dipercaya menjadi anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM pada 2022. Sementara posisi terbarunya  saat ini adalah sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023-2026.

Sebagai seorang aktivis anti-korupsi, Zainal Arifin Mochtar kerap kali dimintai komentar atau pendapatnya oleh media massa. Bahkan, pria kelahiran 8 Desember 1978 ini kerap di televisi dan banyak program politik dan hukum, seperti Indonesia Lawyers Club. 

Bukan hanya itu, ia juga pernah menjadi moderator dalam debat capres dan cawapres pada pilpres 2014 silam.

Sekitar November 2023 lalu, Zainal Arifin Mochtar juga sempat menyita atensi publik saat ia dan Denny Indrayana meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan sidang ulang terkait batas usia Capres-Cawapres, yang dalam permohonannya mereka meminta MK membuat putusan.

2. Bivitri Susanti

Selanjutnya adalah sosok Bivitri Susanti yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. 

Bivitri merupakan lulusan sarjana hukum di Universitas Indonesia pada 1999. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada 2002 dan berhasil meraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris dengan predikat “with distinction”, dengan beasiswa The British Chevening Award.

Tak sampai di situ, wanita kelahiran 5 Oktober 1974 ini turut melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat, yang kabarnya masih dalam tahap penyelesaian.

Bergeliat dalam bidang hukum sejak lama, Bivitri mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama sejumlah rekannya, yang mana merupakan lembaga penelitian dan advokasi reformasi hukum yang dipicu oleh peristiwa Mei 1998.

Bivitri memiliki segudang prestasi sebagai akademisi. Dalam sejumlah sumber disebutkan, Bivitri Susanti pernah menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government (2013-2014); visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance (2016), serta visiting professor di University of Tokyo, Jepang (2018).

Bivitri juga dikenal sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan pembaruan hukum. Ia tercatat pernah terlibat dalam berbagai inisiatif, seperti Koalisi Konstitusi Baru (1999-2002), penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, menjadi Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007-2009), dan memberikan advokasi untuk berbagai undang-undang. 

Selain itu, ia juga berkontribusi dalam upaya pembaruan hukum melalui partisipasinya dalam penyusunan berbagai undang-undang dan kebijakan, serta bekerja sebagai konsultan untuk organisasi internasional.

2018 lalu, Bivitri juga pernah menerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara.

Baca Juga: Dokumenter Dirty Vote Bikin Geger, Bawaslu Merespons

3. Feri Amsari

Terakhir adalah Feri Amsari yang juga turut disorot setelah viralnya film Dirty Vote. Mengutip dari laman Integritas Jurnal Antikorupsi, Feri Amasari dikenal sebagai seorang aktivis hukum dan akademisi Indonesia. Saat ini, ia berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

Feri Amsari berhasil meraih gelar sarjananya pada 2008 setelah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Di universitas yang sama, Feri Amsari juga menempuh pendidikan magister dan lulus dengan IPK cumlaude.

Tak sampai di situ, Feri kembali melanjutkan magister perbandingan hukum Amerika dan Asia di William and Mary Law School, Virginia. 

Selain pengamat hukum tata negara, ia juga merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas. Bukan hanya itu, Feri juga aktif menulis dengan subjek korupsi, hukum, politik, dan kenegaraan. Bahkan, tulisan-tulisannya pun dimuat di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional. Seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo, Sindo, Padang Ekspres, Singgalang, Haluan, dan lain-lain. Ia juga aktif menulis pada jurnal-jurnal terkemuka terakreditasi dan terindeks Scopus.

Nah Growthmates, itu dia deretan profil para pakar hukum yang tampil di Dirty Vote. Bagaimana, kamu tercerahkan dengan pemaparan ketiga pakar dalam Dirty Vote?