Dengan adanya wacana Bea Masuk Anti Dumping terhadap benang POY dan DTY terus di tentang oleh para Industri tekstil karena akan berdampak pada ekosistem industri tekstil yang mengancam akan terjadi gulung tikar jika kebijakan tersebut diterapkan.

Salah satu Produsen Benang asal bandung, Amril Firdaus mengungkapkan, permasalahn BMAD sudah dari setahun lalu berdasarkan dari surat penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Baca Juga: Gelombang PHK Hantui Industri Tekstil, Pemerintah Diminta Tak Egois

Baca Juga: Industri Tekstil Dalam Negeri Bisa Terancam Mati, Pemerintah Diminta Tolak Usulan BMAD

"Kami juga bersurat bahwa kami mengimpor bahan baku dalam hal ini POY dan apabila masuk anti dumping maka kami akan kesulitan bahan baku," ujarnya di Bandung, Selasa kemarin.

Firdaus mengungkapkan, kebutuhan benang dalam negeri berdasarkan hiring yang diketahuinya masih sangat jauh sekali angkanya. "Apabila BMAD terhadap POY dan DTY tetap dilakukan maka sangat berimpact terhadap pabrik kami bahkan bisa langsung tutup karena bahan baku pasti naik," ujarnya.

Dia menjelaskan, saat ini dirinya mendapatkan untung sekitar 500-1.000 rupiah untuk hasil jadi barangnya apabila BMAD naik sebesar 5 persen maka modalnya akan naik sebesar 1.500, sehingga akan membuat minus dan pasti akan menutup pabriknya

"Kami meminta perlindungan kepada pemerintah untuk melindungi industri tekstil, apabila naik 5 persen saja kami sudah mati, sedangkan hasil laporan terakhir angkanya antara 5-40 persen," tegasnya.

Saat ini, dirinya bersama dengan ratusan industri tekstik lainnya tengah melalukan penolakan terhadap BMAD, serta telah mengajukan data data kepada KADI dalam hiring data. "Dampaknya akan sangat besar jika tetap di berlakukan BMAD ini, bukannya saya anti BMAD akan tetapi kalau BMAD itu dilakukan untuk produk jadi seperti kain atau garmen itu saya sangat setuju untuk melindungi industri tekstil di Indonesia," tegasnya.