Mantan Menteri Luar Negeri RI periode 2014–2024, Retno LP Marsudi, membagikan refleksi mendalam tentang pentingnya 'kembali ke akar' dalam menjalani hidup sekaligus menjaga martabat bangsa di mata dunia.

Menurutnya, akar budaya Indonesia adalah fondasi yang membuat bangsa ini tetap kokoh menghadapi badai dan dihormati oleh dunia internasional. Di tengah era serba cepat, Retno menegaskan pentingnya kesabaran dan keberlanjutan.

“Tidak semua hidup dapat kita peroleh secara instan. Yang instan biasanya tidak sustainable. Hidup kita tidak hanya satu tahun, dua tahun, tiga tahun. Hopefully kita diberi usia panjang, bisa bersama anak-anak, cucu-cucu. Jadi, banyak hidup yang harus dijalani perlahan, membangun batu demi batu hingga akhirnya menjadi rumah yang kokoh,” ungkap Retno, saat menjadi pembicara di acara PERURI Bestari Festival 2025: Kembali ke Akar, di Taman Kota PERURI, Jakarta Selatan, Sabtu (20/9/2025).

Retno pun lantas mengibaratkan hidup instan seperti makanan cepat saji, yakni tampak praktis, namun dangkal dan tidak menyehatkan. Menurut Retno, justru proses bertahaplah yang menjadikan sesuatu berharga dan berkelanjutan.

Retno kemudian menyinggung pengalaman Indonesia saat menjadi tuan rumah Presidensi G20 tahun 2022. Meski dunia tengah dilanda krisis multidimensi, Indonesia berhasil menunjukkan kepemimpinan yang kuat.

“Kalau Indonesia tidak punya akar yang kuat, maka tidak mungkin dapat menjalankan presidensi G20 di tahun 2022. Saat itu angin kencang, hujan lebat, tapi kita kokoh berdiri. Bahkan kita bermimpi, dan akhirnya presidensi Indonesia mendapat penghargaan luar biasa dari dunia,” kenangnya.

Menurut Retno, akar budaya Indonesia tercermin dalam prinsip diplomasi sebagai bridge builder.

“Saat terjadi perbedaan, biasanya orang mencari Indonesia ada di mana. Menjembatani perbedaan itu memerlukan trust, memerlukan leadership yang kuat. Tanpa leadership, tidak mungkin ada trust. Tanpa trust, kita tidak mungkin dipercaya menjembatani. Itu adalah investasi jangka panjang, tidak bisa instan,” tegasnya.

Retno menekankan bahwa nilai diplomasi tidak hanya berlaku di panggung dunia, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

“Berbuat baiklah kepada teman, kepada sesama. Satu titik, kita pasti akan memerlukan bantuan orang lain. Jadi hidup ini jangan dibuka dari sisi instan. Setiap tahap harus lebih kuat lagi. Walaupun pohon kita tinggi, kita tidak akan takut, kita akan terus berkembang,” tegas Retno.

Baca Juga: Retno LP Marsudi: Integritas dan Kepercayaan Diri Tumbuh dari Akar yang Kuat

Kemudian, Retno juga mengingatkan bahwa representasi Indonesia di dunia bergantung pada kualitas manusianya.

“Indonesia itu dihargai. Tapi itu back again to the human itself. It’s how you represent Indonesia in the face of the world. Karena itu kita harus selalu ingat value kita apa,” jelasnya.

Lebih lanjut, Retno pun memberikan pesan kepada generasi muda yang kini hidup di tengah dunia serba kompleks.

“Dunia semakin lama semakin kompleks. Nilai-nilai bisa dijungkirbalikkan. Kalau akar kita tidak kuat, kita akan mudah goyah. Karena itu, generasi muda harus punya akar yang dalam dan kokoh,” katanya.

Akar yang kuat, menurut Retno, akan melahirkan rasa percaya diri sekaligus menjaga integritas.

“Kalau kita pede, kita tidak mudah ditekan. Dengan percaya diri, kita bisa menjaga integritas. Dan bagi saya, integritas adalah segalanya,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengingatkan agar anak muda tidak terjebak dalam budaya instan serta tetap saling menopang.

“Kalau akar kita kokoh, jangan lupa bantu yang lain. Kita bukan pohon yang hidup sendiri, tapi bagian dari hutan yang saling menopang. Itulah karakter bangsa Indonesia,” tuturnya.

Menutup pesannya, Retno mengajak generasi muda untuk selalu eling atau sadar akan nilai, tradisi, dan jati diri.

“Kalau kita eling, kita tahu mana yang baik, mana yang buruk. Itu akar yang akan membuat kita tetap teguh, menjaga kebebasan, dan siap menghadapi tantangan,” pungkasnya.

Baca Juga: Makna ‘Kembali ke Akar’ Menurut Dirut PERURI Dwina Septiani Wijaya