Selanjutnya, dalam transformasi budaya perusahaan, ia melangkah ke tahap yang lebih tinggi: mengubah mindset dari birokratis ke entrepreneur. Perusahaan pelat merah punya kultur birokratis administratif yang kental. Semua keputusan dilakukan terpusat dan berjenjang.

"Mindset ini tidak fit-in dengan situasi pasar yang selalu berubah cepat. Apalagi, kita sedang menghadapi krisis," katanya menambahkan.

Baca Juga: Inovasi Tidak Mungkin Terjadi Tanpa Kolaborasi

Buku Thriving on Tubrulence adalah hasil refleksi dan kristalisasi kepemimpinan Faizal saat menghadapi krisis pandemi Covid-19. Ketua Umum Ikatan Alumni Elektro ITS (IKAELITS) ini bercerita tentang situasi yang ia hadapi pada tahun 2020, yakni krisis yang yang kompleks. Di satu sisi, ia harus menghadapi perubahan industri karena pandemi. Di lain pihak, dia harus melakukan transformasi di internal perusahaan.

Menurut Yuswohady, buku ini menggambarkan bagaimana seorang leader memimpin perusahaan di era ambiguitas, penuh ketidakpastian. Yuswohady menekankan, di era of ambiguity ini, strategic planning is dead. Perencanaan strategi perusahaan yang sebelumnya telah disusun sudah tidak relevan lagi dan kondisi inilah yang dilalui oleh Faizal selama memimpin Pos Indonesia, tegasnya.

Dalam buku itu, Faizal memaparkan strategi memimpin di tengah krisis adalah agilitas: kemampuan untuk bertindak lincah, cepat, dan tepat. Agilitas itu harus diamplifikasikan ke dalam lima aspek: agile leadership, agile culture, agile digitalization, agile inno-collab, dan agile execution. Strategi itu terbukti berhasil mengantarkan Pos Indonesia melewati krisis.