"Pos Bloc Jakarta ini adalah hasil dari konsep inno-collab," ucap Faizal Rochmad Djoemadi, Direktur Utama Pos Indonesia, dalam acara Book Talk dan Ngopi Sore bertajuk "Sukses Memimpin di Tengah Chaos Pandemi" pada Rabu, 12 Juni 2024, di Pos Bloc, Pasar Baru, Jakarta.

Acara itu membedah secara mendalam buku terbaru karya Faizal, sebagaimana ia biasa disapa, yakni Thriving on Turbulence: Agile Leadership untuk Sukses Melewati Disrupsi. Buku ini adalah hasil refleksi dan pengalamannya memimpin Pos Indonesia di tengah pandemi.

Baca Juga: 3 Langkah Efektif Menetapkan Batasan di Tempat Kerja, Catat Ya!

Bedah buku ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari karyawan Pos Indonesia, Ikatan Alumni ITS, mitra strategis Pos Indonesia, dan umum. Acara diisi oleh Faizal sebagai penulis buku, Yuswohady-pakar bisnis dan marketing-sebagai pembahas, dan Bagus Zidni Ilman Nafi-senior business analyst-sebagai moderator.

Faizal bercerita tentang situasi yang ia hadapi pada tahun 2020 selepas ia ditunjuk sebagai Direktur Utama perusahaan. Saat itu, perusahaan mengalami double crisis: lingkup eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, industri sedang dihantam pandemi Covid-19. "Banyak mitra yang mengalami kesulitan. Berbagai macam industri juga mengalami chaos," kata Faizal.

Sementara itu, di internal perusahaan, Pos Indonesia juga mengalami permasalahan yang kompleks. Ada tiga hal yang ia soroti sebagai faktor-faktor yang jadi penyebab merosotnya performa Pos Indonesia. Pertama, performansi finansial. Pos Indonesia mengalami pelemahan finansial. Revenue perusahaan berada di angka yang tidak baik.

Kedua, performansi bisnis. Pos Indonesia kalah bersaing dengan para kompetitornya. Utamanya yang paling kentara adalah portfolio bisnis di bidang jasa kurir dan logistik. Perusahaan ini tidak menjadi top of mind. Banyak konsumen yang merasa tidak puas dengan pelayanannya. Akibatnya, market share Pos Indonesia turun.

Krisis ketiga yang dialami perusahaan tertua di Indonesia ini adalah masalah kedisiplinan. "Disiplin operasional hancur. Bagaimana kita mau memuaskan konsumen?" ucapnya.

Dalam tulisannya, Faizal membagikan strategi memimpin di tengah krisis adalah agilitas: kemampuan untuk bertindak lincah, cepat, dan tepat. Agilitas itu harus diamplifikasikan ke dalam lima aspek, yakni agile leadership, agile culture, agile digitalization, agile inno-collab, dan agile execution.

Hal yang menarik adalah terkait dengan agile inno-collabs. Ini adalah terminologi yang Faizal perkenalkan dalam bukunya. Gagasannya adalah bahwa inovasi tidak mungkin terlaksana tanpa adanya kolaborasi. Ada tiga mantra yang mungkin dapat merangkum bagian inno-collab ini:

  • Pertama, innovation without collaboration is impossible;
  • Kedua, collaboration accelarate culture; dan
  • Ketiga, from craftmanship to partnership.

Faizal percaya bahwa inovasi dan kolaborasi adalah sesuatu yang saling terikat satu sama lain. "Kami sebagai perusahaan tidak mungkin dapat menyediakan semua sumber daya. Kalau pun ada, akan sangat memakan biaya. Oleh karenanya, kolaborasi adalah jalan pintas untuk mengakselerasi inovasi," jelasnya.