Dato Sri Tahir adalah sosok yang tak asing lagi dalam dunia bisnis dan filantropi negeri. Pria yang memiliki nama asli Ang Tjoen Ming ini selain dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, juga terkenal karena hubungannya dengan konglomerat pendiri Lippo Group, Mochtar Riady.

Adapun, hubungan Tahir dan Mochtar Riady adalah hubungan menantu dan mertua. Hubungan ini terjalin setelah Tahir menikahi putri sang taipan, yakni Rosy Riady.

Pasca-menyandang status menantu Mochtar Riady, Tahir pun bertekad sekuat tenaga untuk lepas dari bayang-bayang keluarga mertua. Ia pun nekat menjajal bisnis dengan ‘kakinya sendiri’. 

Saat itu, Tahir menapaki bisnis dengan kondisi tak diberi privilege oleh sang mertua. Namun, hal itu sama sekali tak membuatnya kecewa. Ia justru memaknai sikap mertuanya yang tak memberinya privilege sebagai ‘permohonan’ tegas bagaimana seharusnya ia bersikap di masa mendatang yang akan dilaluinya bersama sang istri, Rosy Riady.

Seiring berjalannya waktu, bisnis yang dirintis Tahir pun berkembang pesat. Bisnisnya berjalan lancar dan arus kas perusahaannya cukup baik. Namun, angin perubahan dalam bisnis terkadang membawa badai yang tak terduga. Hal tersebut pun dialami oleh Tahir sekitar tahun 1989. Saat ia sedang asyik-asyiknya menikmati bisnisnya yang sukses, tiba-tiba ia pun harus menerima kenyataan bahwa bisnisnya runtuh seketika.

Melalui pena Alberthiene Endah dalam buku berjudul Living Sacrifice, pendiri Tahir Foundation ini pun menceritakan pengalaman kelamnya saat bisnis yang dibangunnya itu bangkrut seketika.

Dalam buku biografinya itu juga, Tahir tak segan menceritakan tentang sosok sang mertua yang selama ini terkenal ‘dingin’ kepadanya, namun tiba-tiba memberikannya pertolongan yang bermakna dalam hidupnya.

Seperti apa cerita lengkapnya? Berikut Olenka ulas kisahnya.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir di Tengah Keluarga Riady: Saya Sering Merasa Tak Dianggap

Diuntungkan karena Nama Besar Sang Mertua

Selang menikahi putri taipan negeri, Tahir mengatakan, banyak orang bertanya kepadanya tentang kehidupan barunya sebagai menantu Mochtar Riady. Bahkan menurutnya, ada yang bertanya dengan asumsi yang jauh dari akurat.

Ada yang bilang, Tahir mendapatkan kekayaan materi yang luar biasa banyaknya dari sang taipan. Tak sedikit juga yang menyangka jika Tahir dikelilingi dengan fasilitas yang melimpah. Terkait hal itu, Tahir pun hanya bisa tersenyum dan berkata bahwa semua yang dipikirkan orang-orang kepadanya salah besar.

“Mereka semua salah besar. Jauh sekali dari kenyataan jika ada yang mengira saya dimanja oleh keluarga Mochtar Riady,” tegas Tahir.

Ia pun mengatakan, hingga hari ini pun salah satu ujian terberat yang harus ia hadapi adalah memahami keluarga Mochtar Riady. Tahir mengaku, sampai hari inipun dirinya masih merasa canggung berada di keluarga sang taipan.

Meski hubungan dirinya dengan sang mertua tak begitu dekat, namun Tahir tak segan mengakui bahwa mertuanya telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan bisnisnya.

Ya, Mochtar Riady memang tidak menghujani Tahir dengan uang, tapi beberapa kali sang taipan Lippo Group itu memberikan Tahir pinjaman yang langsung ia lunasi.

Tahir juga mengatakan jika Mochtar Riady tak memberinya fasilitas keuangan yang memungkinkan ia bebas untuk mengembangkan usahanya. Namun, kata Tahir, entah bagaimana nama sang mertua selalu melekat pada namanya sendiri dan menurut Tahir hal itu sangat-sangat menguntungkan dirinya.

“Seperti yang saya bilang, banyak yang menghormati saya karena hubungan saya dengan Mochtar Riady. Berbagai pengaturan difasilitasi karena rasa hormat yang dimiliki Pak Mochtar. Lebih mudah jadinya bagi saya untuk memasuki berbagai kalangan bisnis karena status saya sebagai menantu Pak Mochtar,” tutur Tahir.

Tahir juga mengaku, karena statusnya itu pula, tak jarang ia pun akhirnya jadi punya akses untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan pebisnis ‘papan atas’.

“Orang-orang melihat saya itu sebagai bagian dari keluarga Mochtar Riady. Saya mengakui fakta itu. Jadi jika saya ditanya kebaikan apa yang dilakukan Mochtar Riady kepada saya, saya akan menjawab bahwa ia telah memberi saya sebuah platform,” papar Tahir.

Seiring waktu, Tahir pun mulai menyadari sisi positif berada di tengah keluarga Mochtar Riady. Ia pun mengaku ‘dipaksa’ oleh kondisi untuk memotivasi diri sendiri agar tumbuh. 

Tak ayal, dengan statusnya sebagai keluarga Riady pun mendorongnya untuk berlari lebih cepat, lebih jauh, dan membuat lompatan serta prestasi pada diri dan bisnisnya sendiri.

“Andai kata Mochtar Riady memanjakan saya, saya mungkin akan tetap jadi karyawannya,” tukas Tahir.

Baca Juga: ⁠Relasi Dato Sri Tahir dengan Putra Mochtar Riady: Saya Tersandung dalam Ujian Mental yang Berat

Semua Bisnis Tahir Mengalami Kebangkrutan

Pada akhir tahun 1980-an, Tahir pun akhirnya mencapai kesuksesan dalam bisnisnya. Dengan rasa syukur yang melimpah, Tahir mengatakan bahwa ia tidak mengalami kendala berarti dalam melunasi utang di bank tempat ia meminjam dana. Bisnisnya berjalan lancar dan arus kas perusahaannya cukup baik.

Lambat laun, ia pun mulai bisa memperbaiki ‘harga dirinya’ di hadapan sang mertua. Setiap kali Mochtar Riady dan anak-anaknya bertanya tentang apa yang ia lakukan, Tahir pun bisa menjawabnya dengan rasa yakin.

Meski secara tak langsung keluarga Riady tidak memberikan pujian, Tahir tak mempermasalahkannya. Ia tetap memandang keluarga Riady, khususnya sang mertua, sebagai guru dan sekolah kehidupannya.

“Tidak pernah ada pujian atau penghargaan dari mereka. Dan itu hal yang gak mungkin. Dari Bahasa tubuh mereka, saya tahu bahwa mereka tidak pernah melihat saya sejajar dengan mereka. Tapi, saya tidak mempermasalahkannya. Saya sangat berhutang budi pada mereka karena telah membentuk saya jadi pengusaha yang tangguh,” jelas Tahir.

Sayangnya, angin perubahan dalam bisnis terkadang membawa badai yang tak terduga. Seseorang bisa jatuh kapan saja tanpa peringatan. Hal tersebut pun dialami oleh Tahir sekitar tahun 1989. Saat ia sedang asyik-asyiknya menikmati bisnisnya yang sukses, sebuah berita yang sangat mengejutkan dirinya pun datang.

Saat itu, Anthony Salim berniat membubarkan semua dealer Suzuki miliknya tanpa terkecuali. Pasalnya, saat itu dealer Suzuki utama milik Anthony Salim sedang dilanda masalah. Dealer tersebut pun telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap bisnis inti keluarga otomotif Liem Sioe Liong, yang dikenal sebagai Salim Group.

Mereka memutuskan untuk menutup bisnisnya tersebut. Kabarnya, Anthony Salim melihat bahwa kegagalan dealer utama tersebut dapat berakibat fatal bagi seluruh bisnis keluarga.

“Saya terkejut bukan main. Beberapa showroom yang saya dan milik orang lain pun akhirnya tutup karena kami tidak memiliki hal sebagai dealer. Tidak ada yang bisa ditawarkan dengan penghentian pasokan mobil Suzuki oleh Salim Group,” ujar Tahir.

Tahir pun mengaku, dampaknya pun cukup fatal. Semua mobil yang ia jual melalui sistem kredit, otomatis jika dealernya tutup maka debiturnya tidak akan membayar cicilan mobil lagi.

“Suasananya kacau dan saya panik sekali. Debitur yang tidak membayar tidak mengganggu saya, tapi ekspansi bisnis saya sudah tidak ada,” tukas Tahir.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Tak Diizinkan Pakai Logo Bisnis Keluarga Riady

Terlilit Utang Puluhan Juta Dollar

Tahir mengatakan, modal dia untuk membangun dealer mobil Suzuki ini pun memakan dana yang tak sedikit. Adapun, sumber dananya sendiri saat itu ia ambil dari bank di Singapura. Jangka waktu pembayarannya pun, kata Tahir, masih cukup lama.

Sebelumnya Tahir sangat yakin untuk melunasinya tepat waktu tanpa penundaan, namun dengan gangguan mendadak seperti itu, secara otomatis semua yang telah ia rencanakan menjadi kacau balau.

“Utang saya untuk pelunasan bisnis itu sangat besar. Jumlahnya mencapai puluhan juta dollar. Bahkan, jika semua aset saya digabungkan, saya tidak akan pernah bisa melunasinya. Itu skakmat bagi saya,” papar Tahir.

Saat itu, Tahir sama sekali tak mempunyai jalan keluar untuk menyelamatkan bisnis mobilnya. Anthony Salim pun, kata dia, sempat meminta maaf kepada dirinya, dan mengatakan bahwa ia harus memahami kerumitan masalah yang mereka hadapi.

“Saya hancur, bangkrut tidak berdaya. Bisnis saya kolaps. Banyak debitur yang kabur dari kewajiban pembayaran. Dan bank-bank penyedia utang terus-menerus menuntut pembayaran pinjaman. Akhirnya, saya pun harus melepaskan semua bisnis saya. Duralex diberikan kepada orang lain, dan Ulferts pun tutup,” ungkap Tahir.

Tahir menuturkan, saat itu merupakan situasi yang sangat pahit bagi dirinya. Tahir berkilah, selama menjalankan bisnisnya ini ia telah melakukan semua yang ia bisa dengan hati-hati dan penuh perhitungan.

Namun, siapa yang mengira bahwa bisnis dealer mobil akan dihentikan tiba-tiba. Ia pun hanya bisa menerima nasib buruk itu. Meski sebenarnya nasib buruknya itu bukan disebabkan oleh kesalahannya sendiri, namun karena kegagalan orang lain.

“Saya memetik pelajaran sangat berharga dari kejadian tersebut. Manusia diuji untuk bertahan hidup dalam pasang surut kehidupan yang skenarionya berada di luar kapasitas manusia untuk diubah,” ujar Tahir.

Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir Soal Kecakapan Mochtar Riady dalam Mengelola Perbankan

Opsi Terakhir Tahir: Memberanikan Diri Meminta Bantuan Mochtar Riady

Tahir mengaku, selang kegagalannya dalam berbisnis itu, ia pun kerap menghabiskan hari-harinya dengan merenung di bawah tekanan yang luar biasa. Semua kekayaannya telah ia jual, kecuali rumah tinggalnya sendiri. Namun, saat itu sang istri tak lantas menghakiminya. Justru saat itu, sang istri, Rosy Riady, terus menerus menyemangati Tahir.

“Saat itu Rosy bilang, ‘Jangan pernah biarkan dirimu runtuh. Kamu pasti bisa bangkit lagi’. Saya tahu itu, karena darah yang mengalir di nadi saya adalah darah seorang pejuang. Saya tidak mungkin membiarkan diri saya menyerah begitu saya,” tutur Tahir.

Dengan sisa utang yang mencapai puluhan juta dollar, Tahir pun kerap memutar otak. Ia pun sadar tak punya lagi sumber dana. Namun, di sela-sela kepusingannya kala itu, Mochtar Riady pun jadi opsi terakhirnya untuk meminta bantuan.

Dengan penuh rasa malu, Tahir akhirnya nekat menemui sang mertua untuk meminta bantuan. Ia pun menceritakan semua yang dialaminya kepada sang taipan.

“Saat saya selesai bercerita kepada Pak Mochtar, ia pun menatap saya dengan tenang. Pak Mochtar pun saat itu mengatakan bahwa setiap bisnis pasti punya risiko gagal. Ia pun meminta saya untuk menyikapinya dengan tenang dan biasa,” ujar Tahir.

Tahir bilang, saat itu Mochtar Riady sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan menawarkan bantuan kepadanya. Jangankan bantuan, kata Tahir, mertuanya itu pun tidak memberinya saran kepadanya untuk menemukan solusi.

Melihat sikap mertuanya itu, Tahir pun akhirnya memberanikan diri berkata bahwa ingin meminjam uang untuk menyelamatkan keluarganya.

“Saat saya mengucap hal itu (meminjam uang), Pak Mochtar menatap saya tanpa ekspresi. Kala itu saya meyakinkan dia bahwa meski tak ada yang menjamin utang saya, saya bilang ke dia bahwa saya punya darah yang sangat bagus. Orang tua saya jujur dan baik. Jadi sebenarnya dia gak perlu khawatir, saya akan bertanggung jawab atas utang yang saya pinjam,” tegas Tahir.

Namun, kata Tahir, lagi-lagi saat itu Mochtar Riady hanya bisa terdiam. Respons Mochtar Riady itu kala itu, lanjut Tahir, hanya menganggukan kepala. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Baca Juga: Kekaguman Dato Sri Tahir pada Sosok Mochtar Riady

Pertolongan Tak Terduga Sang Mertua

Namun kata Tahir, sejak dirinya mendatangi sang mertua untuk meminjam uang, keesokan paginya Mochtar Riady tiba-tiba meneleponnya dan mengajaknya jogging. Mochtar Roady bahkan saat itu tak segan menjemput Tahir ke rumahnya.

Saat itu, mereka berdua pun jogging mengelilingi kompleks olahraga Senayan. Tahir pun mengaku, ia sama sekali tak bisa menebak apa maksud sang mertua yang memintanya untuk menemani olahraga kala itu.

“Jujur, saat lari bareng Pak Mochtar itu saya merasa ditampar. Betapa hebatnya orang di depan saya ini. Ia sudah menua secara signifikan, tapi dia masih kuat untuk berolahraga. Dan saya sama sekali tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Pak Mochtar saat itu. Menantunya sedang stress, tapi diminta untuk menemaninya lari. Saya menurutinya karena ia adalah idola dan guru utama saya,” papar Tahir.

Dikatakan Tahir, sejak hari itu, Mochtar Riady pun selalu menjemputnya untuk berolahraga. Menurutnya, itu adalah kebiasaan yang sangat tiba-tiba dan tak biasa. Selang sebulan Tahir dan mertuanya melakukan rutinitas olahraga lari tersebut, tiba-tiba Mochtar Riady pun mengatakan hal yang mengejutkan kepada Tahir.

“Seraya mengeringkan wajahnya dengan handuk, saat itu Pak Mochtar tiba-tiba berkata bahwa ia akan menjual salah satu bisnis intinya di Matraman. Dan jika semuanya berjalan lancar, Pak Mochtar pun akan memberikan uangnya kepada saya, agar saya bisa menggunakannya untuk melanjutkan bisnis. Jujur, saya kaget bukan main kala itu,” ungkap Tahir.

Melihat sikap mertuanya tersebut, Tahir pun hanya bisa terdiam. Ia pun berpikir, itulah ciri khas seorang Mochtar Riady. Sikapnya selalu penuh kejutan tak terduga. Dan, setelah mertuanya itu memberi pinjaman uang, lanjut Tahir, Mochtar Riady pun berhenti menjemputnya setiap pagi untuk jogging bersamanya.

Suatu waktu, kata Tahir, Mochtar Riady pun meneleponnya dan mengingatkan ia untuk menggunakan uang pinjaman dengan bijak. Mertuanya itu bahkan mewanti-wanti Tahir untuk tak membeli mobil Mercedes sementara waktu.

“Dia adalah ayah mertua yang tidak biasa. Dia bahkan tahu saya sangat tertarik pada mobil mewah. Tapi saya juga saat itu sadar diri, gak mungkin saya membeli mobil. Yang pasti saya akan gunakan uang itu untuk melunasi utang saya ke bank asing,” terang Tahir.

“Meski utang itu tak lunas sepenuhnya, tapi uang dari Pak Mochtar sangat membantu saya. Meski saya malu di depan anak-anaknya, tapi ternyata mereka tidak menertawakan saya,” aambung Tahir.

Dikatakan Tahir, selain memberikan pinjaman, Mochtar Riady pun saat itu meminta dirinya untuk membantu usaha garmennya. Tahir saat itu diminta untuk membantu memastikan produksi garmen di perusahaan Mochtar Riady itu berada di jalur yang benar. Gak cuma itu, Tahir pun diminta sang mertua untuk meningkatkan pemasaran pabrik garmennya tersebut.

“Entah bagaimana saya ditempatkan pada posisi teratas eksekutif di pabrik garmen Pak Mochtar. Jujur, sebenarnya saya merasa jatuh ke titik terendah. Saya yang biasanya menjadi bos, tiba-tiba harus bekerja di kantor orang. Namun, saya mencoba untuk selalu bersyukur. Pak Mochtar membantu memecahkan masalah saya dan memberi saya aktivitas baru,” tandas Tahir.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir soal Mochtar Riady yang Tak Beri Privilege Kepadanya