Leli menegaskan, pihaknya selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian yang sangat ketat dalam melakukan pelepasan varietas tanaman PRG. Ia berharap, varietas-varietas lain juga dapat dihasilkan melalui bioteknologi modern.

“Oleh karena itu bagaimana ke depan kita bersama-sama memanfaatkan varietas-varietas baru PRG ini untuk dapat mendorong peningkatan produksi pangan di Indonesia dan mudah-mudahan ini juga dapat diterima oleh masyarakat dan tentunya dapat mendorong ketahanan pangan Indonesia,” imbuh Leli.

Kebutuhan akan bioteknologi terbukti cukup besar. Sayangnya, pengembangan benih unggul di Indonesia sendiri terbilang terlambat dibandingkan negara lain. Proses perizinan, pengembangan, hingga komersialisasi benih PRG di Indonesia rata-rata memakan waktu sekitar 15 tahun. 

Baca Juga: Ciptakan Ekosistem Pertanian Mandiri, Pupuk Kaltim Fokus Jalankan Program MAKMUR 2024 melalui Inovasi dan Kolaborasi

Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan mengungkap bahwa, sampai dengan tahun ini, baru ada 10 varietas benih bioteknologi yang mendapat izin penggunaan, dan itu pun masih dalam skala terbatas. 

“Regulasi yang ketat masih menjadi kendala utama para peneliti di lapangan. Ditambah lagi, ada kemungkinan ketika benih tersebut berhasil dikomersialisasi, tantangan yang dihadapi para petani sudah berubah. Padahal dari sisi petani, mereka sudah sangat antusias dan siap untuk mengadopsi teknologi ini secepatnya,” jelasnya.

Agung mencontohkan keberhasilan beberapa negara Asia, seperti Vietnam dan Filipina, yang telah mengadopsi bioteknologi dan mengalami peningkatan produksi pertanian hingga 30%. 

“Pencapaian ini menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Kami berharap sinergi antara berbagai pihak ini dapat mendorong pengembangan dan komersialisasi bioteknologi benih di pasar, sehingga para petani dapat merasakan dampak positif yang sama seperti di negara-negara lain,” Agung.

Senada dengan hal tersebut, Biotechnology and Seed Manager CropLife Indonesia Agustine Christela Melviana menambahkan bahwa penerapan benih bioteknologi memungkinkan petani untuk meminimalisir potensi kehilangan hasil. 

“Benih bioteknologi dirancang untuk memiliki sifat unggul. Artinya, ketika ditanam, tanaman yang dihasilkan bisa lebih tahan terhadap hama, gulma, penyakit, ataupun kondisi lingkungan yang ekstrem. Dengan pemanfaatan benih bioteknologi ini, potensi kehilangan hasil pertanian bisa ditekan hingga 10%, yang berarti ada peningkatan produksi panen yang signifikan bagi petani di lahan terbatas,” imbuhnya.