Hari Susu Sedunia yang diperingati setiap 1 Juni bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum penting untuk membangkitkan kesadaran publik akan manfaat susu bagi kesehatan serta tantangan besar yang masih membelit sektor persusuan nasional.

Susu dikenal sebagai sumber gizi lengkap, mengandung protein, kalsium, vitamin D, asam amino, serta berbagai nutrisi penting lainnya yang mendukung pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh. Dalam talkshow yang digelar di Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin (02/06/2025), Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian, Nuraini Zainuddin, menegaskan pentingnya konsumsi susu bagi semua kalangan usia.

“Untuk lansia, disarankan meminum empat gelas susu saja,” ujarnya.

Baca Juga: 7 Jenis Susu yang Paling Sehat Menurut Ahli Diet, Apa Saja?

Ia juga menambahkan, pemilihan susu yang baik dan sesuai kebutuhan menjadi kunci untuk menjaga kesehatan jangka panjang.

Meski manfaat susu tidak terbantahkan, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dari sisi produksi. Berdasarkan data internal Kementerian Pertanian, populasi sapi perah di Indonesia pada 2025 diperkirakan hanya mencapai sekitar 540.657 ekor, dengan rata-rata produksi susu sekitar 16 liter per ekor per hari. Angka ini belum mencukupi kebutuhan konsumsi nasional.

“Produksi susu masih cukup rendah karena keterbatasan input daripada produksi, khususnya pemberian pakan yang berkualitas. Kemudian yang kedua, kurangnya minat generasi muda yang tidak mau menjadi peternak,” ungkap Nuraini.

Minimnya regenerasi peternak dikhawatirkan akan memperburuk ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan susu di masa mendatang. Untuk itu, pemerintah mengambil langkah strategis melalui program pengadaan satu juta ekor sapi perah selama lima tahun ke depan, yang dilaksanakan melalui kemitraan pemerintah dan swasta.

Baca Juga: Strategi Bisnis Raja Susu: Harga Kompetitif dan Jangkauan Luas

“Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, tenaga kesehatan, peternak, masyarakat luas menjadi kunci di dalam meningkatkan konsumsi susu nasional tahun 2025 sampai tahun 2029,” tegasnya.

Program ini mendapat sambutan dari para pelaku peternakan. Hingga saat ini, telah tercatat sebanyak 196 peternak yang menyatakan komitmen untuk menjadi pemasok dalam program ini dengan total target 998.065 ekor sapi. Namun, selain dari sisi hulu, Indonesia juga menghadapi tantangan serius di sisi hilir, yakni rendahnya tingkat konsumsi susu masyarakat.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara-negara Asia Tenggara. Brunei Darussalam tercatat sebagai negara dengan konsumsi susu tertinggi di kawasan ini, yakni 70 kilogram per kapita per tahun, disusul Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Vietnam dengan rata-rata konsumsi sekitar 25 kilogram per kapita. Sementara konsumsi susu masyarakat Indonesia berada jauh di bawah angka tersebut, menunjukkan masih lemahnya budaya konsumsi susu di dalam negeri.

Melihat realitas ini, Nuraini kembali menekankan perlunya sinergi yang kuat lintas sektor demi meningkatkan angka konsumsi susu nasional. Ia menyoroti pentingnya intervensi dari berbagai pihak untuk membentuk ekosistem persusuan yang berkelanjutan, mulai dari peternak, pelaku industri, akademisi, hingga konsumen.

Baca Juga: Apakah Susu UHT Baik untuk Kesehatan Tulang dan Gigi Anak?

“Kami ingin peternak tidak hanya jadi pelengkap, tapi pilar utama dalam pembangunan gizi nasional,” ungkapnya.

Dalam jangka menengah, Kementerian Pertanian tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis, antara lain memperkuat posisi peternak rakyat dalam rantai pasok, mendorong lahirnya Peraturan Presiden tentang Persusuan Nasional, dan mengupayakan realisasi program pembagian susu gratis bagi siswa sekolah.

Keseluruhan upaya ini merupakan bagian dari komitmen besar pemerintah untuk mendorong swasembada susu dan menjadikan sektor peternakan sapi perah sebagai penopang utama ketahanan pangan dan gizi nasional. Hari Susu Sedunia 2025 pun diharapkan menjadi titik balik bagi kebangkitan industri susu Indonesia, dari sekadar konsumsi simbolik menjadi gerakan nasional yang berdampak nyata.