Sebanyak 100% pelaku bisnis di Indonesia mengaku khawatir terhadap meningkatnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti deepfakes. Namun, 46% dari mereka belum memahami cara kerja teknologi tersebut. Temuan ini diungkapkan dalam laporan terbaru VIDA, penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, yang bertajuk Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud.
Laporan tersebut menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yakni penipuan berbasis teknologi AI (deepfakes), rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers), serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Dengan empat industri yang paling terpengaruh secara signifikan adalah Perbankan & Fintech, Multifinance dan Pembiayaan Konsumen, Asuransi, dan Kesehatan.
Baca Juga: Adopsi Kecerdasan Buatan (AI) Bantu Industri Tekan Kerugian Akibat Kebocoran Data
"Pelaku bisnis perlu segera mengambil langkah perlindungan dari penipuan digital. Dengan 56% bisnis telah menghadapi penipuan identitas dan 96% menghadapi pemalsuan dokumen, jelas bahwa dampaknya akan lebih tinggi. VIDA berkomitmen menyediakan solusi canggih yang memberdayakan bisnis untuk mendeteksi, mencegah, dan merespons penipuan dengan lebih efektif," ucap Adrian Anwar, Managing Director dan Group Chief Revenue Officer VIDA, dikutip Senin (9/9/2024).
Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA juga menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam menghadapi penipuan digital. "Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang terus berubah. Sebuah solusi anti-fraud yang terintegrasi tidak hanya memperkuat keamanan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan yang berkelanjutan di era digital," kata Niki.
Untuk menjawab tantangan ini, VIDA meluncurkan Identity Stack, sebuah solusi komprehensif yang dirancang untuk mengatasi penipuan, terutama dalam transaksi digital di Indonesia. Solusi ini diklaim mampu menurunkan tingkat penipuan identitas hingga 99,9%, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi proses bisnis dan memastikan pengalaman pengguna yang lancar.
Dalam konteks yang lebih luas, laporan VIDA menunjukkan bahwa ancaman penipuan berbasis AI ini telah merambah berbagai sektor. Misalnya, di sektor perbankan dan fintech, deepfakes dan rekayasa sosial dapat merugikan hingga jutaan dolar. Di sektor multifinance dan pembiayaan konsumen, pengambilalihan akun dan pemalsuan dokumen menjadi masalah serius, sedangkan penipuan identitas digital diprediksi bisa menyebabkan kerugian lebih dari US$2 miliar per tahun.
Industri asuransi dan kesehatan juga tidak luput dari ancaman ini dengan pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim palsu, serta serangan rekayasa sosial yang menargetkan masyarakat untuk mendapatkan data sensitif. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius.
Lebih lanjut dalam laporan riset ini, VIDA mengungkapkan berbagai potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari empat ancaman utama penipuan digital saat ini, antara lain:
1. Penipuan Identitas Digital(Identity Fraud)
Dipicu oleh penipuan digital yang makin canggih dan memanfaatkan teknologi AI dan deepfake, 56% pelaku bisnis di Indonesia telah mengalami penipuan digital. Bentuk penipuan identitas yang canggih ini menimbulkan risiko serius karena merusak kepercayaan dan meningkatkan potensi kehilangan data bagi bisnis, masalah pada hubungan antar-stakeholders, dan hancurnya reputasi. Ketika penipu makin canggih, whitepaper menyarankan agar bisnis dapat mengadopsi langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi ancaman digital.