Dalam budaya yang menjunjung tinggi kesibukan dan hustle culture, buku The Art of Laziness menawarkan sudut pandang segar, yakni kemalasan tak selalu berarti nilai negatif, melainkan strategi cerdas.
Buku self-help yang ditulis oleh Library Mindset ini pun isinya bukan ajaran bermalas-malasan tanpa arah, melainkan cara hidup produktif dengan cara yang lebih manusiawi.
Strategi ‘malas cerdas ala buku ini bisa menjadi metamorfosis bagi siapa saja yang lelah dengan budaya kerja tak berujung.
Menariknya, buku ini berhasil meraih perhatian banyak orang karena 8 ajaran utamanya yang menantang cara kita mengartikan produktivitas dan hidup seimbang. Seperti apa?
1. Sibuk bukan identik dengan produktif
Menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca atau berkutat pada satu pekerjaan tidak menjamin pemahaman atau hasil nyata. Buku ini memberikan pelajaran penting, yakni lebih baik memahami inti daripada hanya terlihat sibuk.
2. Istirahat itu Wajib, Bukan Hadiah
Burnout dan tekanan tiada henti sudah terlalu mainstream. Buku ini menekankan bahwa istirahat bukanlah bonus, melainkan bagian esensial dari rutinitas agar tetap punya performa terbaik .
3. Prioritasi adalah kunci efisiensi
Untuk tetap santai tapi tetap berkinerja, Anda perlu memilah mana yang penting. Tak bisa mengerjakan semua sekaligus. Buat skema prioritas dan kerjakan secara cerdas.
4. Seni Mengatakan ‘Tidak’
Menolak pekerjaan tambahan atau tugas yang tak penting bukan berarti malas atau tidak berdedikasi. Justru belajar menetapkan batasan adalah keterampilan hidup penting.
Baca Juga: 8 Buku yang Bisa Membantu Membentuk Rutinitas dan Kebiasaan Baik di Paruh Kedua 2025
5. Daftar Tugas Tidak Mengontrol Hidup
To‑do list itu berguna, tapi jangan sampai daftar itu yang mengatur hidup Anda. Yang penting adalah mencapai keseimbangan dan memberi makna pada aktivitas harian.
6. Belajar dari kesalahan
Kesuksesan sejati datang dari tidak mengulangi kesalahan yang sama. Buatlah kesalahan pertama menjadi pelajaran, bukan penghambat.
7. Sabar Bukan Alasan untuk Malas
Istilah sabar sering disalahartikan sebagai pembenaran kemalasan. Padahal, sabar harus didasari niat dan kesadaran untuk tetap bertindak, bukan menunda tanpa alasan.
8. Pesona Slow-Living
Pembaca jatuh cinta dengan filosofi anti-hustle di buku ini yang mengedepankan hidup perlahan, bermakna, dan membawa ketenangan, yang langsung mengena di hati banyak orang.
Nah Growthmates, dalam tekanan budaya 24/7, buku ini hadir sebagai pengingat bahwa kita bisa tetap produktif tanpa harus terus-terusan terjaga, tanpa melulu sibuk.
Dengan mengutamakan kualitas, memberi ruang untuk istirahat, menentukan prioritas, dan menetapkan batasan, kita tidak hanya menjadi lebih efisien, tetapi juga bahagia dan tahan lama dalam pekerjaan.
Baca Juga: Bukan Cuma Self-Help, 8 Buku Ini Cocok untuk Melatih EQ dan Mental Gen Z