Keana Production resmi mempersembahkan Monoplay Melati Pertiwi: Merajut Sejarah Perjalanan Bangsa,  sebuah karya teater yang menghidupkan kembali kisah enam Pahlawan Nasional Perempuan Indonesia melalui pendekatan monolog teatrikal dengan konsep monoplay yang saling terhubung satu karakter dengan karakter lainnya. Sesi khusus General Rehearsal di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (25/11/2025) dengan diikuti dua sesi untuk umum, yakni pukul 16.00 WIB dan 19.30 WIB.

Melati Pertiwi dirancang sebagai sebuah pertunjukan utuh dan kohesif, menyoroti sisi-sisi sejarah yang jarang terekspos dari para perempuan yang membentuk perjalanan bangsa. Narasi tiap tokoh dirangkai saling terkoneksi, membentuk gambaran besar mengenai ketangguhan, kecerdasan, serta pengorbanan para pahlawan perempuan dalam perjuangan Indonesia. Ninik juga menegaskan bahwa inisiatif ini lahir berkat kolaborasi Kiana Production bersama sejumlah mitra yang memiliki komitmen pada pengembangan seni dan budaya.

Baca Juga: Mengenal Sosok Gambit Saifullah, Aktor Asal Malaysia yang Debut di Film ‘Legenda Kelam Malin Kundang’

Baca Juga: Berkenalan dengan Dipa Andika, Intip Perjalanan Karier Produser Film Agak Laen

Inisiatif ini digarap oleh Kiana Film dan Production sebagai rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus lalu serta Bulan Pahlawan di bulan November. Oleh karenanya, sebagai persembahan atas peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80 dan momentum penghormatan untuk para pahlawan pada bulan November, karya ini memadukan unsur seni, sejarah, serta narasi perjuangan tokoh-tokoh perempuan yang selama ini kurang mendapat ruang dalam penceritaan mainstream. Enam tokoh yang diangkat adalah S.K. Trimurti, Nyi Ageng Serang, Ratu Kalinyamat, Rasuna Said, Christina Martha Tiahahu, dan Laksamana Malahayati.

Para pemeran utama hadir dengan interpretasi masing-masing terhadap enam tokoh pahlawan perempuan yang mereka perankan. Isyana Sarasvati memerankan S. K. Trimurti, Maudy Koesnaedi hadir sebagai Nyi Ageng Serang, Tika Bravani sebagai Rasuna Said, Hana Malasan sebagai Ratu Kalinyamat, Glory Hilary sebagai Christina Martha Tiahahu, dan Marcella Zalianty memerankan Laksamana Malahayati sekaligus sebagai produser.

Dari seluruh rangkaian sesi media tersebut, Marcella menekankan bahwa format panggung menuntut energi penuh dalam satu kesempatan. “Beda sekali dengan film pastinya, karena kalau di film bisa take satu, take dua. Tapi kalau di sini kita harus mengumpulkan energi sebesar itu untuk disampaikan ke semua penonton dalam satu kali. Tegangnya beda banget ya,” tuturnya.

Ia juga mengaku adaptasi dari teknik film ke panggung membutuhkan latihan intens. “Di film itu subtle, suara kecil pun bisa masuk kamera. Di sini semua harus lebih besar. Gestur, suara, semuanya harus nyampe sampai ke belakang.”

Pementasan dirancang sebagai pengalaman, bukan hanya informatif, tetapi juga mengajak audience masuk ke perasaan batin para tokoh. Ia menutup penampilannya dengan harapan agar pesan yang dibawa dapat diterima audience. “Mudah-mudahan tadi yang nonton kerasa nyampe energinya ya,” katanya setelah sesi doorstop dan foto bersama.

Di luar Marcella, beberapa penampilan lain juga mencuri perhatian. Salah satunya adalah debut panggung Glory Hilary sebagai Christina Martha Tiahahu. Pengucapan dialek Ambon yang natural membuat perannya terasa lebih berkesan. Dalam sesi singkat dengan media, ia menyampaikan bahwa bagian tersulit justru bukan pada logat, melainkan konsistensi hafalan naskah. “Kalau pelafalan enggak ada kesulitan karena aku berdarah Ambon juga kan ya. Jadi lebih ke hafalan aja sih,” ujarnya.

Melalui cara penceritaan yang sederhana, Monoplay Melati Pertiwi mengajak audience melihat kembali perjalanan perempuan Indonesia dengan monolog yang menyenangkan untuk dinikmati. Pementasan di Gedung Kesenian Jakarta nantinya menjadi kesempatan untuk menikmati kisah-kisah itu secara lebih dekat sebagai bagian dari identitas bangsa yang terus relevan sampai hari ini.