Pengusaha tambang asal Batulicin, Kalimantan Selatan yang juga pemilik Jhonlin Group, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, kembali menarik perhatian publik lantaran bakal menggarap proyek cetak sawah di Merauke, Papua Selatan. Adapun, program cetak sawah ini merupakan bagian dari proyek food estate atau lumbung pangan di Papua.

Sebelumnya, Haji Isam memborong 2.000 ekskavator dari China yang akan digunakan untuk proyek food estate Papua. Kala itu, Hai Isam memborong 2.000 unit ekskavator dari SANY Group, produsen alat berat yang berkantor di China. Pembelian ini dilakukan langsung oleh Haji Isam pada 26 Juni 2024 di Shanghai. Dengan pemesanan ini, Jhonlin Group meraih rekor sebagai pemesan ekskavator terbesar di dunia.

Adapun, proyek ini merupakan proyek dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang dipimpin Andi Amran Sulaiman, yang belakangan diketahui sepupu Haji Isam sendiri.

Gak cuma itu, setelah membeli ekskavator, Jhonlin Group melalui anak perusahaannya, yakni PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) juga mulai membangun jalan di Merauke, Papua Selatan. Jalan sepanjang ratusan kilometer mulai dibangun di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.

Diketahui, pembangunan jalan ini selain untuk menunjang proyek cetak sawah sejuta hektare juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi sebagian daerah di Merauke yang masih terisolasi.

Lantas sebenarnya, seperti apa bisnis yang digarap Haji Isam di Papua? Berikut Olenka ulas selengkapnya, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber, Kamis (26/9/2024).

Baca Juga: Mengintip Aksi Haji Isam Borong 2.000 Ekskavator: Pecahkan Rekor Dunia Demi Kembangkan Food Estate di Papua

Sosok Haji Isam

Haji Isam merupakan sosok sentral di Kalimantan, khususnya wilayah selatan pulau, yang terkenal karena membangun perusahaannya dari nol. Haji Isam juga disebut-sebut sebagai Crazy Rich Batulicin. Ia diketahui telah memiliki pesawat jet pribadi dan pernah memboyong penceramah tersohor Zakir Naik ke Indonesia.

Sebelum berada di puncak kekayaannya, Haji Isam merupakan seorang buruh serabutan. Mulai dari sopir truk pengangkut kayu, operator alat berat hingga tukang ojek dia kerjakan.

Titik kejayaannya dimulai pada tahun 2011 ketika dia bertemu dengan Johan Maulana, pengusaha Tionghoa asal Surabaya yang memberinya kesempatan belajar cara mengelola tambang. Melalui Johan, Haji Isam belajar berbisnis batubara.

Klien pertama perusahaannya saat itu, yakni PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk milik keluarga Bakrie. Dari klien pertama tersebut, perusahaan Haji Isam terus kedatangan banyak klien hingga saat ini.

Pamor Haji Isam terus menanjak. Lingkup jejaringnya terus melebar. Ini ditandai dengan kerjasama Haji Isam dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo pada tahun 2003. Keduanya mendirikan PT Kodeco Timber, perusahaan yang memegang Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Selanjutnya pada 2004, Haji Isam memulai bisnis dengan bendera kecil CV Jhonlin Baratama, sebagai kontraktor. Setahun kemudian seiring pertumbuhan perusahaan, berdirilah PT Jhonlin Baratama.

Seiring perjalanan waktu, bisnis Haji Isam ternyata terus berkembang. Dia memiliki bisnis transportasi pesawat terbang di bawah PT Jhonlin Air Transport. Sementara, di bidang perkapalan, berdiri PT Jhonlin Marine yang mengelola lebih dari 70 kapal tongkang pengangkut batu bara.

Sembilan belas tahun kemudian, perusahaan rintisan awal itu telah menjelma menjadi raksasa bernama Jhonlin Group yang sanggup menambang 400 ribu ton batu bara setiap bulan dengan omset lebih dari Rp400 miliar per bulan. 

Bisnis Haji Isam pun telah melebar ke bidang agribisnis, biodiesel, energi, hingga ‘wood pallet’.  PT JAR atau Jhonlin Agro Raya, bahkan sejak Agustus 2022 telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai PT Jhonlin Agro Raya Tbk dengan kode emiten JARR.

Paling mutakhir, perusahaannya PT Prima Alam Gemilang meresmikan pabrik pengolahan tebu terbesar di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara dengan produk GulaTa. Pabrik tersebut diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dengan nilai capital yang disebut-sebut triliunan rupiah.

Baca Juga: Optimisme Petani Sawit di Bumi Cendrawasih, Kompak Hadiri Workshop Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan Kelapa Sawit Papua

Kembangkan Food Estate di Papua

Program food estate disebut merupakan program pemerintah yang memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi. Pengembangan kawasan food estate ditujukan sebagai perluasan lahan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional.

Dilansir dari situs setkab.go.id, program food estate dikembangkan di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Untuk merealisasikan proyek food estate di Merauke, Papua Selatan sendiri, Jhonlin Group, perusahaan milik Haji Isam memborong 2.000 ekskavator dari China.

Jhonlin Group sendiri adalah adalah perusahaan induk milik Haji Isam yang bergerak di sejumlah bidang, seperti pertambangan, jasa pelabuhan, jasa transportasi laut dan udara, bongkar muat laut lepas, pertanian/agribisnis, kesehatan, jasa keamanan, infrastruktur, serta manufaktur.

Langkah Jhonlin Group memesan 2.000 ekskavator untuk pertanian dari SANY Group ini disebut Haji Isam bertujuan dengan tugas negara. Menurutnya, Jhonlin Group akan terus mengembangkan proyek pertanian untuk mendukung pengembangan pertanian Indonesia, yang nantinya akan digunakan untuk menggarap proyek food estate seluas 100 ribu hektare di Papua.

Haji Isam menyatakan bahwa hal tersebut menjadi wujud kontribusi perusahaan terhadap ekonomi nasional, menciptakan ribuan lapangan kerja langsung maupun tidak langsung dalam operasional ekskavator dan proyek-proyek pertanian yang terkait. 

"Ini adalah langkah yang strategis untuk memastikan kita memiliki infrastruktur yang memadai untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia," tuturnya beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Jokowi Apresiasi Perayaan Hari Anak Nasional di Papua

Garap Proyek Cetak Sawah

Pada pertengahan bulan Agustus 2024, Haji Isam pun kembali menjadi sorotan publik dengan langkah terbarunya mengirim ribuan ekskavator ke Distrik Ilwayab Wanam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Saat ini, total sebanyak 118 ekskavator yang sudah tiba di Wanam, Merauke.

Jika ditambahkan dua trip yang akan tiba maka jumlah total 294 unit ekskavator pesanan Haji Isam untuk mendukung proyek cetak sawah satu juta hektare program presiden terpilih Prabowo Subianto.

Nantinya, ratusan alat berat tersebut akan digunakan untuk mempercepat realisasi program pemerintah dalam mencetak satu juta hektare lahan sawah di Merauke, Papua Selatan, dan juga membangun infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan dan jalan-jalan yang masih terisolasi.

Pekerjaan jalan ini sendiri dimulai di titik Wanam, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke. Rencananya, jalan sepanjang ratusan kilometer ini akan menghubungkan empat distrik yaitu Distrik Ilwayab, Kaptel, Ngguti, dan Distrik Muting.

Jauh hari sebelumnya, Haji Isam dan timnya sudah melakukan survei untuk menentukan titik pembangunan jalan di empat distrik tersebut. Haji Isam pun berulangkali menyatakan komitmennya untuk menuntaskan program mencetak sawah 1 juta hektare ini.

“Dalam benak saya hanya terlintas, bagaimana gagasan Presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto bisa tercapai. Bagaimanapun caranya, agar satu juta hektare bisa terealisasi, dan berhasil dalam tiga tahun, tanpa berpikir untung rugi, Ini adalah tugas negara yang diberikan kepada saya” kata Haji Isam.

Bagi Haji Isam, keberhasilan program cetak sawah merupakan tanggung jawab besar dari negara. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk terlibat langsung dalam pengawasan proses tersebut.

“Saya berharap gagasan Presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto ini juga bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi masyarakat Papua,” ungkap Haji Isam.

Baca Juga: Akui Istana Negara Kerap Disoroti Tamu Negara, Jokowi: Saya Nggak Tahu Mereka Memuji atau Menyindir

Peran Haji Isam di Proyek Negara

Keterlibatan Haji Isam dalam proyek cetak sawah di Papua ini tak pelak memantik pertanyaan publik. Beberapa pihak pun mempertanyakan kejelasan, seperti apakah ini program milik negara ataukah swasta?

Terkait hal itu, Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Pangan Bawah Kendali Operasi (BKO) Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI Mayjen TNI, Ahmad Rizal Ramdhani, pun menegaskan bahwa proyek cetak sawah ini bukan proyek swasta, melainkan proyek nasional melalui Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian.

Untuk melaksanakan pembangunan lumbung pangan ini, kata Rizal, pemerintah menugaskan pihak swasta, dalam hal ini PT Jhonlin Group.

Ia pun lantas buka-bukaan soal peran Haji Isam di proyek cetak sawah Merauke. Menurutnya, peran diberikan bukan tanpa alasan. Ia menilai, Haji Isam berpengalaman dalam proyek pembukaan lahan di berbagai wilayah.

"Akhirnya kita diskusi di Jakarta, terpilihlah Pak Haji (Isam). Karena Pak Haji sering buka lahan di Kalimantan, buka lahan di Sulawesi, dan lain sebagainya. Dan dia punya alat-alat lengkap," katanya di Merauke, Papua Selatan (24/9/2024) seperti dikutip dari detik.com.

Negara, menurut Rizal, membutuhkan perusahan besar yang berpengalaman dan profesional, seperti Jhonlin Group, sehingga apa yang harapkan dari hadirnya proyek ini bisa tercapai. Dia pun lantas menuturkan bahwa keterlibatan Haji Isam diperintah langsung oleh Menteri Pertahanan sekaligus Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

"Isu yang diangkat selama ini oleh mereka itu adalah program swasta, karena yang kerja Pak Haji Isam. Padahal Pak Haji Isam itu dapat perintah langsung sama Pak Prabowo, dia yang suruh kerja. Kenapa dipilih Pak Haji Isam? Karena perusahaan yang besar, yang punya pengalaman dan punya alat-alat yang bisa menyelesaikan masalah itu Pak Haji Isam," bebernya.

Rizal pun berharap, hadirnya proyek nasional ini mendapat dukungan dari masyarakat dan adat sehingga pekerjaannya berjalan lancar sehingga hasilnya dapat dinikmati secepatnya dan tentu memberi kemakmuran untuk masyarakat Merauke dan kampung Uli-Uli pada khususnya.

Baca Juga: Jokowi Beber Pekerjaan Paling Berat Selama 10 Tahun Jadi Presiden

Sejumlah Kritik terhadap Proyek Food Estate

Pasca dicanangkannya 4 tahun lalu, lumbung pangan atau food estate sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) malah terus menuai polemik. Proyek ini juga dinilai beberapa pihak bermasalah. Seperti gagal panen, perambahan hutan dan tanah masyarakat adat, hingga berujung bencana alam serta konflik sosial.

Proyek cetak sawah ini sendiri ditargetkan dapat terealisasi dalam tiga tahun. Namun, pelaksanaan proyek ini pun menuai kritikan dari berbagai pihak, salah satunya dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) karena dinilai merusak lingkungan setempat.

PUSAKA sendiri mencatat, lokasi proyek ini berada pada kawasan hutan adat dan terdapat lokasi dengan nilai konservasi tinggi. Perwakilan pemilik tanah di Distrik Ilwayab, Marga Gebze Moyuend dan Gebze Dinaulik, menyatakan, tanah mereka telah telah digusur.

“Proyek ini melanggar hak hidup, hak masyarakat adat dan merusak lingkungan hidup sebagaimana terkandung dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta prinsip Free Prior Informed Consent,” kata Franky Samperante, Direktur PUSAKA, dikutip dari laman VOA Indonesia.

Tak hanya itu, PUSAKA juga menduga, proyek dan pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan ini belum memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan.

Senada, WALHI pun menilai, rencana proyek lumbung pangan di Papua yang akan ditanam tebu sebagai siasat untuk membabat hutan demi menjual kayu. Hal ini dikarenakan tidak ada garansi bahwa pembangunan proyek food estate dibuat tanpa proses penggundulan hutan.

"Di Papua sebenarnya beberapa tahun lalu, teman-teman Walhi Papua melihat, mencurigai, menduga praktik pembangunan food estate di Papua sebenarnya bukan untuk membangun pangan, tapi hanya untuk mengambil sumber daya kayunya saja. Jadi ada praktik pencurian kayu yang terlegitimasi melalui rencana program food estate,” kata Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Uli Arta Siagian, sebagaimana dikutip dari Kumparan.

WALHI juga menilai, salah satu faktor yang membuat selama ini food estate gagal salah satunya adalah karena tidak melibatkan masyarakat atau petani lokal untuk menggarap lahan. Menurut Uli, pemerintah tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk garap proyek ini.

Kemudian, terkait pembukaan sawah-sawah baru, juga mendapat sorotan dari  Prof. Dr. Charlie D Heatubun, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Papua Barat dan juga Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Menurutnya, pembukaan sawah-sawah baru ini dilakukan tanpa kajian memadai.

“Ini kontra produktif dengan kondisi agroekologi dan budaya masyarakat,”kata Heatubun dalam buku berjudul Sagu Papua untuk Dunia pada 2023.

Baca Juga: Rompi Putra Mulyono: Komunikasi Politik Self Deprecating Humor untuk Menggaet Simpati

Prof. Dr. Heatubun juga menekankan, ekosistem di tanah Papua tidak cocok untuk sawah, sehingga butuh input pupuk kimia yang banyak.

“Budidaya padi tidak akan mudah dilakukan oleh orang Papua, sehingga akan menambah ketergantungan,”katanya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, pun turut menyesalkan proyek food estate yang kerapkali menjadi agenda pemerintah di setiap periode kepemimpinan presiden terpilih.

Padahal, kata dia, proyek ini tidak pernah memecahkan persoalan fundamental pangan di negeri ini. Selain itu, proyek tersebut lebih menitikberatkan pada bobot kepentingan sisi ekonomi dibandingkan dengan penyelesaian masalah pangan.

Berbeda, Uskup Agung Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Uskup Agung Mgr. Petrus Canisius Mandagi, justru mendukung upaya cetak sawah yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2025 mendatang.

Menurut dia, proyek tersebut merupakan proyek kemanusiaan bagi masyarakat papua yang selama ini memiliki tanah subur namun belum dikelola secara baik.

"Saya dukung program ini 100 persen karena disitu ada tujuan memanusiakan orang dengan pertanian. Maka kami dari gereja-gereja juga punya tujuan yang sama yaitu memanusiakan orang, bukan mengkotak-kotakan orang," ujar Uskup Agung Mandagi, dikutip dari laman pertanian.go.id.

Uskup Agung Mandagi juga meminta agar pemerintah secara masif melakukan sosialisasi dan pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai, kata dia, program yang sudah bagus ini malah diprovokasi oleh segelintir orang yang tidak paham akan pentingnya kesatuan dan persatuan bangsa sesuai pancasila yang diwariskan para pendahulu untuk memberi keadilan pada masyarakat papua.

Baca Juga: Jokowi Pamitan ke Masyarakat Pontianak, Erick dan Bahlil Kompak Bersedih