Kiprah Sebagai Dokter dan Ilmuwan

Dikutip dari CNN Indonesia, Taruna merupakan salah satu pemegang paten metode pemetaan otak manusia sejak 2009. Ia juga menjadi bagian dari tim peneliti obat dan vaksin di ASGCT California.

Kontribusi ilmiah Taruna tercermin dari rekam jejak penelitian yang sangat produktif, termasuk lebih dari seratus publikasi internasional di jurnal bereputasi tinggi seperti Nature, Neuron, Cells, Circulation, Molecular Therapy, dan Frontiers in Neural Circuits.

Karya-karyanya banyak dikutip ribuan kali oleh para ilmuwan di berbagai bidang, menandakan pengaruh yang luas dalam komunitas akademik global.

Ia juga melahirkan sejumlah temuan penting terkait gene therapy, neuron, dan dendritic cells, yang dipublikasikan antara lain dalam Molecular Therapy pada 2020, Current Biology pada 2020, serta World Journal Vaccines pada 2021.

Tak hanya itu, Taruna juga dikenal karena mengembangkan pendekatan farmakologi modern dan terapi molekuler untuk penyakit jantung dan gangguan saraf.

Organisasi dan Kiprah Profesional

Dikutip dari Detik, Taruna dikenal sebagai figur yang aktif dalam berbagai organisasi profesi dan ilmiah. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia pada 2000–2003, serta dua periode sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) pada 2011–2013 dan 2012–2015.

Keterlibatannya juga meluas ke sejumlah asosiasi ilmiah internasional, termasuk American Cardiology College, Society for Neurosciences, International Heart Research Association, Asia Pacific Heart Rhythm Association, dan Japanese Cardiologist Association.

Dalam pemerintahan, ia dipercaya memegang jabatan strategis, antara lain Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang diangkat langsung oleh Presiden RI pada 19 Agustus 2020, serta Kepala Badan POM RI yang dilantik Presiden Joko Widodo pada 19 Agustus 2024.

Dikutip dari Kumparan, Taruna merupakan ilmuwan Indonesia yang telah berkiprah di tiga benua dan terlibat dalam berbagai riset medis besar. Ia juga aktif mengisi ceramah ilmiah di YouTube dan forum-forum kesehatan internasional.

Ia berperan dalam memperkuat kerjasama riset internasional melalui Science Bank serta menjadi profesor farmakologi di Universitas Prima Indonesia.

Kontroversi

Dikutip dari Liputan6, karier Taruna juga diwarnai sejumlah sorotan dan kontroversi. Ia pernah mengklaim sebagai nominee Nobel tahun 2016 atas riset optogenetics, namun berbagai laporan kemudian meragukan klaim tersebut karena tidak ditemukan bukti resmi dari Nobel Committee.

Publik juga mempertanyakan klaimnya mengenai jabatan profesor dan dekan di Pacific Health Sciences University (PHSU) serta National Health University, yang memicu diskusi tentang keberadaan dan kredibilitas kedua institusi tersebut.

Dikutip dari dokumen Kemendikbudristek, gelar profesornya sebagai Guru Besar Universitas Malahayati bahkan dicabut melalui Kepmendikbudristek No. 48674/M/07/2023.

Kontroversi lain muncul pada 2020 ketika Menkes Terawan mengangkatnya sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebuah keputusan yang memicu penolakan dari sebagian faksi di IDI.

Meski menghadapi berbagai polemik ini, Taruna tetap melanjutkan kiprahnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan regulasi kesehatan.

Baca Juga: Mengenal Sosok Bobby Rasyidin: dari LEN Industri dan DEFEND ID, Kini Menahkodai KAI