Nama Yudi Latif tidak asing di kalangan intelektual, akademisi, hingga lingkaran Istana. Cendekiawan muslim kelahiran Sukabumi, 26 Agustus 1964, ini dikenal luas sebagai pemikir kebangsaan yang konsisten menggeluti isu keagamaan, kenegaraan, dan demokrasi.

Sosoknya semakin menonjol ketika Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai Kepala Pelaksana Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) pada 2017. Lantas, seperti apa sosok Yudi Latif dan perjalanan kariernya? Simak pembahasannya berikut ini:

Jejak Pendidikan dan Awal Karier

Sejak kecil, Yudi dikenal sebagai anak yang cerdas. Setelah menamatkan sekolah dasar, ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur. Jalur akademiknya kemudian membawanya ke Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, hingga berhasil meraih gelar sarjana pada 1990.

Baca Juga: Daftar Buku Karya Yudi Latif yang Membahas tentang Nasionalisme

Tak berhenti di situ, Yudi menempuh pendidikan pascasarjana di Australian National University (ANU). Ia meraih gelar master dalam bidang Sosiologi Politik pada 1999, kemudian menyelesaikan program doktoral di bidang Sosiologi Politik dan Komunikasi pada 2004. Pengalaman akademik internasional itu memperluas perspektifnya tentang demokrasi, politik, dan dinamika masyarakat.

Lulus kuliah, Yudi langsung terjun ke dunia pendidikan dengan menjadi dosen di Universitas Islam Nusantara dan Unpad pada awal 1990-an. Di usia 29 tahun, ia bergabung dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai peneliti. Pada periode yang sama, ia juga sempat menjadi editor tamu di Center for Information and Development Studies (CIDES) serta peneliti senior di Center for Presidential and Parliamentary Studies (CPPS).

Dari Akademisi ke Pemikir Pancasila

Kematangan intelektual Yudi membuatnya fokus pada isu-isu besar bangsa, khususnya keagamaan, kenegaraan, dan kebangsaan. Ia kemudian mendirikan Reform Institute serta memimpin Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia, wadah yang menampung gagasan-gagasan kebangsaan dan demokrasi.

Baca Juga: Prabowo: Pancasila Adalah Prestasi Cemerlang Bangsa Indonesia

Sebagai pengagum Nurcholish Madjid, Yudi aktif menuangkan gagasannya melalui seminar, tulisan, hingga buku. Salah satu karya monumentalnya adalah Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila, yang diluncurkan di Gedung MPR RI pada 11 April 2011. Buku ini mempertegas posisinya sebagai pemikir Pancasila, karena di dalamnya ia membedah historisitas hingga aktualisasi nilai-nilai dasar negara dalam konteks kekinian.

Selain buku tersebut, Yudi juga melahirkan berbagai karya lain, antara lain Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Tanding (1993), Bahasa dan Kekuasaan (1996), Masa Lalu yang Membunuh Masa Depan (1999), Menuju Revolusi Demokratik (2004), serta Muslim Inteligensia dan Kuasa di Abad 20 (2005).

Kiprah di Lingkaran Istana

Popularitas Yudi sebagai intelektual muslim membawa dirinya masuk lingkaran pemerintahan. Pada 7 Mei 2017, Presiden Jokowi mengangkat Yudi Latif sebagai Kepala UKP-PIP. Tugasnya adalah membantu merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila agar lebih membumi di tengah masyarakat.

Baca Juga: Simbol Kedaulatan Energi, Presiden Jokowi Peringati Hari Lahir Pancasila di Blok Rokan

Namun, setahun kemudian, pada 7 Juni 2018, Yudi membuat keputusan mengejutkan. Ia mengundurkan diri melalui sebuah unggahan di akun Facebook pribadinya.

Dalam tulisannya yang diberi judul Terima Kasih, Mohon Pamit, Yudi menyebutkan sejumlah alasan, termasuk perubahan kelembagaan UKP-PIP menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Meski tak lagi berada di lingkaran Istana, Yudi tetap aktif menyuarakan gagasannya. Melalui tulisan harian Makrifat Pagi di media sosial, ia terus mengajak publik merenungi nilai-nilai kebangsaan, keberagaman, serta tantangan Indonesia di tengah dinamika global.

Kehidupan Pribadi dan Keluarga

Di balik kiprah intelektualnya, Yudi adalah sosok pemimpin keluarga. Ia menikah dengan Linda Natalia Rahma dan dikaruniai empat anak dengan nama-nama penuh makna, yakni Matahari Kesadaran, Cerlang Gemintang, Bening Aura Qalby, dan Binar Aqlia Semesta.

Baca Juga: Ferry Juliantono: Pak Margono Joyohadikusumo Punya Andil Besar Sistem Ekonomi Pancasila

Yudi membuktikan bahwa intelektual tak hanya hidup di ruang seminar dan buku, melainkan juga hadir di tengah masyarakat dengan gagasan yang menyejukkan. Di tengah isu kebhinekaan, toleransi, hingga ancaman perpecahan bangsa, pemikirannya selalu relevan untuk menjadi rujukan.