Sebagai penerus usaha, ibu dua anak ini memilih untuk terjun sepenuh hati. Ia memegang teguh prinsip sang ayah dalam menjalankan bisnis: jujur, tekun, dan tidak serakah.

Meski melanjutkan usaha keluarga, Mona tak serta-merta mengambil peran besar tanpa bekal. Ia memperkuat kemampuannya dengan belajar langsung dari para profesional yang telah lama malang melintang di industri kelapa sawit. Tak hanya itu, ia juga aktif melakukan benchmarking ke perusahaan-perusahaan besar dan memperluas jejaring lewat organisasi seperti GAPKI.

Jatuh bangun dalam mengelola usaha perkebunan sawit sudah menjadi bagian dari perjalanan Mona. Meski penuh tantangan, ia tetap memilih bertahan di industri ini karena dunia sawit selalu memicunya untuk terus berpikir. Setiap saat selalu ada masalah baru, seperti pembebasan lahan, fluktuasi harga, urusan ketenagakerjaan, hingga persoalan eksternal lainnya.

Dalam sebuah wawancara yang dikutip oleh TribunNews, Mona mengungkapkan bahwa dirinya kerap mengandalkan insting dalam menghadapi berbagai tantangan di bisnis sawit, seperti saat ia bermain piano.

Baca Juga: GAPKI: Konsumsi CPO di Indonesia Meningkat

“Saya pernah belajar piano, dan saya tahu, memainkan lagu butuh insting. Begitu juga dalam bisnis sawit, insting sangat diperlukan untuk mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,” tuturnya.

Bagi Mona, kelapa sawit merupakan salah satu sumber pendapatan andalan Indonesia di luar sektor migas dan batubara. Oleh karena itu, keberlanjutan industri ini harus dijaga. Tak hanya butuh dukungan kebijakan dari pemerintah, tetapi juga kesadaran para pelaku usaha untuk ikut melestarikan lingkungan.

Sebagai bentuk nyata dari komitmen tersebut, perusahaan di bawah komando Mona menerapkan tiga strategi manajemen utama untuk menjaga keberlangsungan usaha di tengah berbagai tantangan. 

Pertama, menjalin kerja sama dengan pihak perbankan dalam rangka restrukturisasi pembiayaan, guna memastikan stabilitas keuangan tetap terjaga. Kedua, memberikan edukasi secara menyeluruh kepada seluruh pemangku kepentingan mengenai pentingnya sense of crisis, agar tercipta kesadaran bersama untuk bertindak cepat dan tepat. Ketiga, meningkatkan efektivitas dalam proses rehabilitasi areal serta memastikan penerapan kultur teknis perkebunan berjalan dengan benar dan tepat sasaran.