Minim gelar pendidikan bukan halangan menjadi kaya dalam pengalaman. Meski hanya menyabet gelar diploma tekstil, Setyono Djuandi Darmono atau lebih dikenal dengan S.D. Darmono justru mengukir prestasi membanggakan di industri properti.

Berbekal kemampuan manajerial yang kuat, pengusaha yang biasa disapa Darmono ini sukses membangun PT Jababeka sebagai salah satu raksasa pengembang kawasan industri dan legenda bisnis properti di Tanah Air.

Di tangannya, kawasan yang dirintis sejak 1989 itu kini telah menjadi kawasan industri terbesar di Asia Tenggara.

Selain dikenal sebagai sosok pebisnis yang kapasitasnya berkelas internasional, Darmono juga dikenal sebagai pendiri President University, tokoh kebudayaan nasional dan seorang penulis aktif yang sudah melahirkan sejumlah buku yang memperlihatkan pemikiran kritisnya terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan bangsa.

Nah, untuk mengetahui lebih lanjut, berikut adalah sosok Setyono Djuandi Darmono yang dirangkum oleh Olenka dari berbagai sumber, Selasa (28/1/2025).

Latar belakang dan keluarga

Lahir di Magelang 62 tahun silam, Darmono merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Darmono Sugiarto dan Elyana Darmono. Saat dilahirkan pada 26 April 1949 silam, keluarganya berada dalam pengungsian akibat agresi militer Belanda pada masa revolusi kemerdekaan. Ia pun bertumbuh di lingkungan keluarganya yang merupakan pebisnis tekstil di Muntilan.

Ayah dan ibu Darmono bukanlah pekerja kantoran. Ayahnya adalah pedagang zat pewarna makanan dan zat pewarna tekstil. Sejak kecil, Darmono sering membantu kedua orang tuanya mengemas cairan kimia. Ia juga membantu ibunya menjual telur ayam dan buah jeruk dari pohon di halaman rumah.

Pada tahun 1977, pria yang bernama asli Kho Liong Djwan ini kemudian menikah dengan Rosylawati Dewi, anak pengusaha dari Blitar, Jawa Timur dan dikaruniai tiga orang anak bernama Permada Wani Darmono, Sutedja Sidarta Darmono dan Andre Widianto Darmono.

Jejak Karier

Dikutip dari Wikipedia, Darmono mengawali segala pekerjaan dan kariernya dari mengikuti program Pelatihan Kerja Lapangan (PKL) di Imperial Chemical Industries (ICI), yang merupakan perusahaan asal Inggris di Bandung. Di situlah ia mendapatkan pengalaman kerja ketika masih duduk di bangku pendidikan.

Setelah menyandang gelar Diploma III pada tahun 1969, ia kemudian diterima bekerja di ICI. Sebelas tahun bekerja di ICI dan berpengalaman sebagai ICI Market Manager di Manchester, UK selama tahun 1977-1980, akhirnya ia menjadi Kepala Divisi Pemasaran ICI.

Pada saat yang sama, tepatnya tahun 1980, ia melihat peluang bisnis properti yang cukup berprospek ke depannya. Meski tak memiliki pengetahuan di bidang properti, Darmono lantas menerima tawaran koleganya, Adi Rahardja, untuk mendirikan PT Permada Binangun Jaya. Perusahaan ini bergerak di bidang pengembang perumahan di Bintaro dan Ciputat, dengan salah satu perumahan adalah Bumi Bintaro Permai Residence.

“Mereka percaya pada kemampuan manajerial saya saat bekerja di ICI,” katanya, dikutip dari Kontan.

Dengan bermodal 20% saham senilai Rp 100 juta, Darmono mengawali karier sebagai presiden direktur perusahaan ini. Meski menggeluti bidang baru, ternyata dia sangat jeli dan tekun, khususnya saat membaca peluang bisnis untuk mengembangkan bisnis properti.

Darmono selanjutnya mulai membangun Kawasan Industri Jababeka tepatnya pada tahun 1989 dengan membentuk konsorsium 21 pengusaha. Pengusaha yang menemaninya antara lain Hadi Rahardja, Sudwikatmono, Rizad Brasali dan Adam Kurniawan. Selain kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, Kota Jababeka menjadi sebuah kota yang terintegrasi atau disebut dengan istilah full integrated township.

Pada 1994, PT Jababeka Tbk menjadi pengembang kawasan industri pertama yang go public di Indonesia. Bisnis Jababeka dibangun dalam tiga pilar yaitu pengembangan lahan, pembangunan infrastruktur, serta leisure and hospitality.

Di Jababeka, Darmono pernah menjabat sebagai Managing Director dan CEO Perseroan pada 1989. Dia kemudian menjadi Wakil Presiden Direktur pada 1994, Komisaris pada 1996 dan Presiden Direktur/CEO pada 2000 sampai 2015.

Dan, di pertengahan tahun 2024 lalu, Darmono pun kembali turun gunung. Dari yang sebelumnya menjabat sebagai komisaris utama perusahaan pengelola kawasan industri tersebut, Darmono pun mendapat amanat dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk kembali menjadi direktur utama Jababeka.

Dia juga merupakan penerima penghargaan untuk Ernst and Young Entrepreneur Terbaik di Industri Manufaktur, 2005 CNBC CEO Choice of the Year di Indonesia dan CEO Pilihan Terbaik Tahun 2005 oleh Pemimpin Bisnis Indonesia Award.

Darmono juga aktif menjabat sebagai penasihat dewan pengurus Indonesian Australia Business Council (IABC), Ketua PATA (Pacific Asia Travel Association), Ketua dan pendiri PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (Jakarta Old Town Revitalization Corporation/JOTRC).

Dalam sebuah kesempatan, Darmono mengaku, di usianya saat ini dirinya tidak terlalu banyak lagi mengurusi bisnis atau rencana ekspansi perusahaan. Semua urusan usahanya sudah diserahkan kepada anak-anaknya dan profesional di bidang properti. Waktu-waktunya justru lebih banyak bersentuhan dengan pengembangan kebudayaan dan juga menulis buku tentang masa depan bangsa dan negara.

“Yah begini ini, ngobrol dengan siapa saja yang mau diajak diskusi. Menjaga networking saja. Kan sehari-hari sudah ada direksi yang mikirin bisnis, jadi saya mengawasi dan memberi nasehat saja,” katanya dalam sebuah wawancara khusus dengan Majalah RealEstat Indonesia.

Baca Juga: Hendro Santoso Gondokusumo, Sosok Kharismatik di Balik Eksisnya Intiland Development

Tokoh Kebudayaan Nasional

Selain dikenal sebagai pebisnis properti andal, Darmono juga dikenal sebagai pejuang kebudayaan Indonesia. Ia tercatat pernah dipercaya mengelola situs dunia Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Istana Ratu Boko, serta mengepalai program revitalisasi Kota Tua Jakarta. Bersama sejumlah tokoh, Darmono juga mendirikan Tidar Heritage Foundation yang memiliki misi pelestarian budaya.

Darmono juga pernah menginisiasi proyek digitalisasi Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia UNESCO, didukung oleh sineas terkenal kelas dunia dari Austria, Dr. Titus Leber. Hasilnya adalah karya multimedia dengan 48,000 hi-res photo images yang diterbitkan dalam CD Borobudur Paths to the Enlightenment.

Selain sebuah serial CD, proyek ini juga menghasilkan buku-buku yang sangat penting dalam upaya pelestarian Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Ratu Boko. Untuk Candi Prambanan dihasilkan rekor dunia sendratari Ramayana Prambanan dengan penari terbanyak di dunia yang masuk dalam Guinness Book of World Record.

Darmono juga diketahui pernah memimpin organisasi pariwisata, di antaranya sebagai Chairman Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter dan Executive Board of PATA International.

Pada 2016 ia berhasil mendapatkan kepercayaan agar pasar pariwisata dunia PATA Travel Mart diselenggarakan di Indonesia dan didukung oleh Menteri Pariwisata saat itu, Arief Yahya.

Proyek-proyek besar yang ditanganinya termasuk Kawasan Industri Kendal (KIK) di Jawa Tengah; Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung dan Kawasan Industri Cilegon di Provinsi Banten, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Jababeka Morotai sebagai kawasan industri dan wisata di Morotai, Ternate Utara yang diproyeksikan menyerap 30,000 tenaga kerja.

Penulis Buku Kritis

Darmono juga dikenal sebagai seorang penulis aktif yang sudah melahirkan sejumlah buku yang memperlihatkan pemikiran kritisnya terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan bangsa.

Adapun, buku-buku yang telah ditulis Darmono antara lain, Menembus Batas: Pemikiran, Pendapat, dan Visi Setyono Djuandi Darmono (2006), Think Big, Start Small. Move Fast (2009), One City One Factory: Mewujudkan 100 Kota Baru (2015),Building a Ship While Sailing (2017), dan Bringing Civilizations Together-Nusantara di Simpang Jalan (2019).

Di buku Building a Ship While Sailing misalnya, Darmono mengingatkan semua anak bangsa untuk selalu mawas diri, mengkaji ulang, melihat ke belakang apa yang sudah dilakukan, sekaligus menyiapkan langkah di masa mendatang.

Sementara dalam buku buku Bringing Civilizations Together, Darmono menuliskan tentang membina manusia sebagai kunci peradaban. Peradaban tersebut dimulai dari cinta, yakni 'cinta akan kebijaksanaan' dan 'cinta akan pengetahuan'. Cinta tersebut kemudian menjelma menjadi etika, akhlak, moral, atau keluhuran budi.

Dirikan President University

Sebagai sosok yang visioner, Darmono sering kali menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan ide-idenya. Salah satu contohnya adalah pendirian President University di Cikarang.

Ia memahami bahwa investasi dalam pendidikan tidak menghasilkan manfaat instan seperti bisnis properti atau industri. Namun, Darmono percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan generasi penerus yang berkarakter. Ia menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti yang kuat, yang tidak hanya fokus pada kecerdasan intelektual tetapi juga moral dan etika.

Darmono mendirikan President University, dengan dukungan Dr. Ir. Kisdaryono (LAPI-ITB), Professor Don Watt (Vice Chancellor, Curtin University of Technology, Australia), Prof Dr. Juwono Sudarsono (Menteri Pendidikan 1998-1999), Professor Brian Lee (Nanyang Technological University, Singapore).

President University sendiri adalah perguruan tinggi swasta yang memakai bahasa Inggris sebagai medium komunikasi ini mewadahi dosen dan mahasiswa baik domestik maupun internasional. Mahasiswanya datang dari China, Vietnam, Laos, Maladewa; sedangkan dosennya dari Filipina, Canada, Australia, UK, USA dan lain-lain. Kampus ini terletak di kawasan industri yang didukung 1,700 perusahaan multinasional dari lebih 30 negara.

Tak hanya itu, Darmono juga pernah menjadi ketua IJIN – Indonesia Japan Investors Network, IABC – Indonesia Australia Business Council, ITBC – Indonesia Taiwan Business Council, dan sebagainya.

Baca Juga: Mengenang Sosok Eka Tjipta Widjaja, Sang Founder Sinar Mas Group

Organisasi Lain

Dikutip dari Wikipedia, untuk bidang sosial, Darmono juga tercatat pernah menginisiasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Masyarakat Cikarang (LPPM-C). Lembaga ini menjembatani lingkungan industri yang berkembang pesat dan masyarakat setempat di seputar kawasan yang dikembangkan.

Hasilnya adalah lingkungan yang terjaga, masyarakat yang toleran, kerukunan dan kesehatan yang produktif. Beberapa programnya adalah pembentukan Jababeka Multicultural Center dan Jababeka Botanic Gardens.

Untuk memenuhi kebutuhan di masa depan, Darmono juga menyiapkan sarana perawatan dan pelayanan warga lanjut usia (lansia) dalam bentuk Senior Living @D’Khayangan, bekerja sama dengan Long Life Japan.

Dalam penyiapan generasi muda, ia mendirikan Sekolah Menengah Atas Presiden yang memadukan kurikulum patriotis seperti SMA Taruna Nusantara dan sekolah internasional yang berbasis asrama. Persiapan pendidikan ini juga dilakukan untuk SMP Presiden, dan SD & TK Presiden, serta Sekolah Berkebutuhan Khusus yang semuanya berkembang di Kota Jababeka, Cikarang Baru.

Kunci Sukses 

Meski sukses besar, Darmono tetap dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan rendah hati. Ia tidak mengambil jarak dengan siapapun, baik di lingkungan internal perusahaan maupun dengan berbagai tokoh bangsa. Integritas dan dedikasinya untuk membangun bangsa menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Dari pengembangan kawasan industri hingga inisiatif sosial dan pendidikan, Darmono telah menunjukkan bahwa kesuksesan bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana memberikan dampak positif bagi orang lain.

Dalam suatu kesempatan, Darmono mengungkapkan kunci sukses membuat lapangan kerja sendiri. Ia menyebut 'ABG' untuk kunci sukses tersebut. Menurutnya, ABG kepanjangan dari Akademisi, Businessman dan Government (ABG). Ketiganya yang dia sebut Triple Helix, harus menyatu untuk menciptakan lapangan kerja dengan sukses.

"Jika 'ABG' berkumpul melakukan Koneksi, Komunikasi, dan Networking (KKN) kemudian membangun kota baru di daerah-daerah, seperti yang Jababeka lakukan di Cikarang, maka akan membuka lapangan pekerjaan dan bisa mengatasi kesenjangan sosial," papar Darmono.

Baca Juga: Mengenal Sosok Satryo Soemantri Brodjonegoro, Mulai dari Jenjang Karier hingga Background Kehidupan