Mohammad Syafaat Mintaredja merupakan salah satu politikus kawakan juga seorang negarawan yang namanya harum dalam catatan sejarah bangsa. 

Jebolan fakultas hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda itu menorehkan kiprah panjang di dunia politik Tanah Air kala itu, ia dipandang menjadi salah satu sosok berpengaruh. 

Wajar saja, sejak menjadi mahasiswa Mintaredja aktif dalam Gerakan Pemuda Islam.  Ia juga berkontribusi mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berkedudukan di Yogyakarta.

Baca Juga: Polemik Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Atas kontribusinya itu, ia dimandatkan memimpin HMI menggantikan Lafran Pane. Tak hanya itu  juga aktif di Resimen Mahasiswa, kekuatan sipil yang dilatih dan dipersiapkan secara militer untuk mempertahankan NKRI. 

Saat aktif di Resimen Mahasiswa, Ia membantu TNI dalam melawan Agresi Militer Belanda, dan memberantas pemberontakan PKI di Madiun

Memimpin Parmusi

Sepak terjang Mintaredja membuat Presiden Soeharto kepincut, oleh Kepala Negara ia kemudian didapuk menjadi Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Ketika itu internal Parmusi memang sedang bergejolak. 

Namun di bawah kepemimpinannya suasana bisa diredam, tensi panas yang bergejolak berubah menjadi suasana hangat penuh kekeluargaan. Hasilnya  pada 1971 partai ini masuk menjadi salah satu peserta Pemilihan Umum.

Parmusi kala itu menorehkan hasil yang terbilang gemilang, Parmusi sukses mendapatkan 2.930.746 suara (5,36 persen) serta memperoleh 24 kursi di DPR atau urutan ketiga terbesar setelah Golkar dan Nahdlatul Ulama.  Ia tetap menjadi pimpinan sampai partai ini mengalami fusi pada tanggal 5 Januari 1973. 

Mendirikan PPP

Selepas dari Parmusi, Mohammad Syafa'at Mintaredja langsung tancap gas, ia  mendirikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersama Idham Chalid, Anwar Tjokroaminoto, Rusli Halil, dan Masjkur yang merupakan hasil gabungan dari empat partai berbasis Islam, yakni Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah. 

Dengan hasil gabungan dari partai-partai besar berbasis Islam, maka Partai Ka'bah telah memproklamirkan diri sebagai Rumah Besar Umat Islam.

Sepuluh partai politik berpartisipasi dalam pemilu legislatif tahun 1971, jumlah yang dianggap terlalu banyak oleh Presiden Soeharto. Soeharto ingin agar partai politik dikurangi menjadi dua atau tiga saja dan partai-partai tersebut dikelompokkan berdasarkan programnya.

Baca Juga: Diduga Jadi Biang Kerok Bencana Sumatera, Pemerintah Didesak Tindak Tegas Perusahaan Perusak Lingkungan

Dasar penggabungan yang kemudian melahirkan PPP adalah koalisi empat Partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut Fraksi Persatuan Pembangunan. Fraksi ini terdiri dari Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia(Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).