Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Kelapa sawit menjadi penyumbang devisa terbesar non migas, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Menjadi salah satu produsen terbesar dunia, produksi minyak sawit Indonesia mengalami kenaikan pada September 2023 lalu. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit Indonesia sebesar 4,54 juta ton. Jumlahnya naik 7,49% dibandingkan sebulan sebelumnya yang sebanyak 4,22 juta ton.
Bukan hanya sebagai komoditas penghasil devisa terbesar, kontribusi kelapa sawit relatif besar pada perekonomian Tanah Air. Seperti, terciptanya lapangan pekerjaan untuk lebih dari 16 juta pekerja, pengembangan wilayah, hingga berkontribusi pada pendapatan penerimaan pemerintah pusat dan daerah.
Namun tak dipungkiri, industri sawit turut menghadapi berbagai tantangan dan rintangan di tengah ketidakpastian global saat ini. Seperti deforestasi dan hilangnya hutan yang kaya keanekaragaman hayati, hingga fenomena iklim El Nino yang turut mengganggu produksi minyak sawit Indonesia.
Dalam Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 ke-19 yang berlangsung di Bali, Joko Supriyono sebagai perwakilan GAPKI mengatakan, 2023-2024 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri minyak kelapa sawit di Tanah Air yang disebabkan oleh sejumlah faktor utama.
Di antaranya meliputi perkebunan yang semakin menua, biaya produksi yang meningkat terkait dengan upah, pupuk, logistik, dan implementasi sustainability, serta tuntutan global akan sustainability yang terus meningkat.
Melihat ada banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi sektor sawit, lantas bagaimana dengan masa depan industri sawit di Tanah Air?
Berikut ini Olenka sajikan ulasan masa depan industri sawit bila dilihat dari berbagai aspek, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber, Kamis (28/3/2024).
1. Industri Sawit Berkelanjutan
Kelapa sawit bukan hanya komoditas tanaman penghasil minyak nabati, tetapi sudah menjadi bagian dari sustainable development atau pembangunan berkelanjutan, khususnya di Tanah Air. Dalam hal ini, dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
Mengutip dari laman resmi BPDPKS, pihaknya turut mendorong peranan pasar domestik untuk meningkatkan konsumsi produk sawit berkelanjutan dan turunannya. Program mandatori B20 merupakan salah satu upaya untuk menyerap CPO di dalam negeri selain untuk mendukung penggunaan energi terbarukan.
BPDPKS secara aktif menginformasikan kepada dunia mengenai sawit berkelanjutan Indonesia. Dukungan Indonesia untuk mewujudkan sawit berkelanjutan sendiri antara lain dengan penerapan ISPO, RSPO, dan International Standard Carbon Certification (ISCC).
Baca Juga: Potensi Pasar Minyak Sawit di Cina: Ada Kemungkinan Permintaan Tinggi Beberapa Tahun ke Depan