Tepat 108 tahun sejak kelahiran Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Indonesia kembali menyalakan api semangat pemikiran dan integritas ekonomi yang pernah beliau nyalakan.
Dikenal sebagai ‘Guru Ekonomi Agung’ dalam sejarah, Prof. Soemitro adalah tokoh sentral yang tidak hanya membangun fondasi ekonomi bangsa, tetapi juga menanamkan nilai keberpihakan kepada rakyat.
Dalam perjalanan kariernya, Prof. Soemitro pernah lima kali menjabat sebagai menteri di masa Orde Lama dan Orde Baru. Gagasan-gagasannya tidak hanya tajam, tapi juga mendalam dan memadukan logika ekonomi dengan nurani kebangsaan.
Kini, semangat itu hidup kembali melalui kelahiran Soemitro Center, sebuah gerakan moral dan intelektual yang menjelma menjadi lembaga think tank independen dan profesional.
Lembaga ini hadir sebagai mercusuar kebijakan publik yang berpijak pada riset, keberanian moral, dan keberpihakan pada rakyat. Dipimpin oleh Dr. Harryadin Mahardika sebagai CEO, Soemitro Center dirancang sebagai ruang dialog lintas sektor dan lintas generasi.
“Sayangnya, generasi muda ekonom kita selama ini lebih banyak terpapar pada pemikiran globalisasi, liberalisasi, dan kapitalisme, yang mereka serap saat kuliah. Kita ingin menghadirkan alternatif yang lebih relevan dengan konteks Indonesia,” ujar Harryadin, saat konferensi pers di Museum Juang Taruna Kota Tangerang, Banten, Kamis (29/5/2025).
Tak hanya pusat studi, kata Harryadin, Soemitro Center juga menjadi inkubator gagasan. Di dalamnya, para pemikir muda didorong untuk berdiskusi, berdebat, dan merumuskan pendekatan ekonomi yang tak semata meniru luar, melainkan berakar pada realitas dan kebutuhan nasional.
“Prof. Soemitro tidak pernah memisahkan akal dari nurani. Kami ingin menjadikan Soemitro Center sebagai tempat lahirnya kebijakan yang jujur, tajam, dan berpihak. Ini bukan retorika. Ini perjuangan,” tegas Harryadin.
Sebagai bagian dari strategi edukatif, Soemitro Center akan mengembangkan materi animasi dan edukasi ekonomi pembangunan nasional untuk pelajar dan mahasiswa agar konsep-konsep besar menjadi mudah dipahami dan relevan bagi generasi Z dan milenial.
Tak hanya itu, Harryadin menyatakan bahwa pihaknya akan aktif mengadakan diskusi terbuka di kampus-kampus, serta menjalin kolaborasi dengan dunia usaha demi merumuskan rekomendasi kebijakan yang berbasis data dan pengalaman lapangan.
“Kami ingin menyerap masukan dari berbagai pihak, seperti dunia akademik maupun praktisi, untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah. Ini adalah jembatan antara teori dan realitas,” katanya.
Peluncuran Soemitro Center sendiri dilangsungkan di tempat penuh nilai simbolik, yakni di Taman Makam Pahlawan Taruna, Tangerang. Di sinilah dua adik kandung Soemitro, yakni Subianto dan Sujono Djojohadikusumo dimakamkan, setelah gugur dalam Peristiwa Lengkong, 25 Januari 1946, bersama Mayor Daan Mogot dan puluhan taruna lainnya.
“Ini bukan sekadar tempat simbolik. Ini pengingat bahwa perjuangan membangun negeri tidak hanya terjadi di medan perang, tetapi juga dalam ruang-ruang pemikiran dan kebijakan,” kata Harryadin penuh haru.
Soemitro Center juga hadir sebagai ruang netral, inklusif, dan progresif, di mana ide-ide segar tentang arah ekonomi Indonesia tumbuh dan diuji secara terbuka. Di tengah krisis global, disrupsi teknologi, dan dinamika geopolitik, Indonesia membutuhkan pusat kebijakan yang kuat, kritis, dan kontekstual.
“Soemitro Center bukan sekadar mengenang masa lalu. Ia adalah ajakan untuk menata masa depan ekonomi Indonesia secara lebih matang, adil, dan berdaulat,” tukas Harryadin.
Di akhir pemaparannya, Harryadin menegaskan harapan besarnya terhadap generasi muda Indonesia.
“Kami ingin menciptakan pendobrak-pendobrak muda. Yang tidak hanya belajar teori, tapi juga memahami tanggung jawab membangun bangsanya,” pungkas Harryadin yang juga menjabat Co-Founder Fitness Plus Indonesia.
Soemitro Center Bangun Generasi Pemikir yang Melek Nilai dan Inovasi
Peluncuran Soemitro Center bukan sekadar perayaan intelektual, melainkan juga penanda arah baru bangsa dalam menjawab tantangan zaman: bagaimana menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara ekonomi, tetapi juga bijak dalam memanfaatkan teknologi.
Dalam momen bersejarah ini, Stephen Ng, CEO WIR Group, menyampaikan kebanggaannya bisa bermitra dengan Soemitro Center di bidang teknologi edukatif. Ia menekankan pentingnya pendidikan ekonomi sejak usia dini menggunakan pendekatan yang sesuai dengan zaman.
“Kami berusaha semaksimal mungkin membangun konten-konten imersif untuk mengedukasi anak-anak muda usia sekolah. Karena untuk menjadi ekonom, harus diinspirasi sejak kecil,” ujar Stephen.
“Salah satu inisiatif kami adalah meluncurkan Sekolah VR Keliling. Mengapa media imersif? Karena pemahaman terhadap sebuah topik bisa lebih cepat dipahami melalui pembelajaran di dunia virtual. Dan generasi muda Indonesia harus selalu diajak merangkul teknologi, karena tantangan ke depan adalah teknologi itu sendiri,” tambahnya.
Tak hanya dari sisi teknologi, etika dan nilai juga menjadi perhatian serius. Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, ahli fisika kuantum dan calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, menyuarakan pentingnya membentuk karakter dalam menghadapi era AI.
“AI itu seperti pisau bermata dua. Ada yang melihatnya sebagai peluang untuk menjadikan Indonesia mercusuar dunia, tapi juga ada yang melihatnya sebagai ancaman,” kata Kun.
“Karena itu, kita harus memperkuat akhlak dan adab sejak kecil. Saya menyebutnya AI Pancasila atau AI Nusantara, yakni AI yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan ketuhanan. Orientasi kita bukan sekadar profit, tapi pada persatuan dan kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
Kun menekankan bahwa AI tidak boleh menjadi alat yang menggantikan manusia, melainkan memperkaya kualitas manusia Indonesia.
“Menggunakan AI dengan bijak adalah kuncinya. Dengan adanya Soemitro Center, kita punya peluang menciptakan generasi muda pemikir yang melek teknologi. Karena ekonomi tanpa teknologi tidak akan berkelanjutan,” tegasnya.
Dari sisi pelaku usaha, Aldila Septiadi, pendiri WorldWhite dan Fellow Soemitro Center, berbagi pandangannya tentang kekuatan ekonomi rakyat. Ia menyoroti potensi besar yang selama ini tumbuh di tengah masyarakat.
“Ekonomi kerakyatan itu nyata dan sangat powerful. Di Bandung misalnya, kita bisa lihat langsung bagaimana ekonomi rakyat itu hidup. Akses terhadap modal pun bisa menjangkau ke level terkecil,” katanya.
“Mimpi saya, dalam 20 tahun ke depan, brand-brand Indonesia mampu menguasai pasar dunia. Kita harus menjadi negara dengan GDP top 5 bukan hanya karena konsumsi, tapi juga karena ekspansi brand nasional,” harap Aldila.
Di sela peluncuran ini, sebuah inisiatif mengejutkan juga diumumkan: Deklarasi Black Garuda, sebuah unit sipil strategis di bawah naungan Soemitro Center.
Leonardo A. Putong, General Convener acara, menjelaskan filosofi dan tugas dari Black Garuda.
“Black Garuda adalah tangan kiri Soemitro Center. Mereka bukan sekadar penjaga, tapi pendidik sunyi, ekonom pejuang, dan prajurit moral Republik,” ujar Leonardo.
“Mereka dilatih dalam sejarah dan strategi perang, handgun combat, meditasi kendali batin, hingga taktik AI. Tugas mereka: menjaga warisan intelektual dan patriotik Indonesia dari ancaman ideologis dan kegelapan nilai,” imbuhnya.
Kemudian, Leonardo pun mengakhiri dengan pernyataan penuh makna.
“Soemitro adalah suara yang terus bergema di tengah keheningan moral bangsa. Ia tidak pernah berhenti hidup,” tandasnya.
Baca Juga: Aksi Bill Gates di Asia Tenggara: Temui Prabowo di Istana Merdeka, Bangun Yayasan di Singapura