Sejak lama, larutan menjadi salah satu jenis minuman biasanya digunakan sebagai obat tradisional untuk meredakan sejumlah masalah kesehatan seperti panas dalam, pereda mual, hingga membantu mengatasi masalah pencernaan. Salah satu merek minuman larutan yang menjadi pilihan masyarakat adalah Cap Kaki Tiga, di mana telah terbukti eksistensinya hingga saat ini.

Menukil dari laman resmi Kino, Cap Kaki Tiga adalah larutan pereda panas dalam yang mengandung mineral alami seperti gypsum fibrosum dan calcitum, yang berkhasiat mencegah dan mengatasi panas dalam.

Dengan resep turun-temurun yang terbukti ampuh dan terpercaya, Larutan Cap Kaki Tiga telah dikonsumsi oleh banyak keluarga sejak 1937 silam. Secara efektif, larutan ini diklaim dapat mengurangi gejala panas dalam seperti sakit tenggorokan, tenggorokan kering, sariawan, bibir pecah-pecah, serta membantu menyegarkan tubuh.

Mempertahankan eksistensinya hingga saat ini, bagaimana kisah sukses perjalanan Larutan Cap Kaki Tiga yang sudah puluhan tahun menemani masyarakat Tanah Air sebagai pereda panas dalam? Berikut Olenka sajikan sejumlah informasi terkait dari berbagai sumber, Senin (23/12/2024).

Baca Juga: Kisah Sukses Tehbotol Sosro: dari Jualan di Pasar, Kini Produk Minuman Ikonik Ini Mendunia

Berasal dari Singapura

Cap Kaki Tiga merupakan merek yang berasal dari Singapura. Sejak tahun 1973, perusahaan Wen Ken Drugs Pte Ltd hadir memenuhi kebutuhan obat-obatan dasar untuk masyarakat di Singapura.

Larutan Cap Kaki Tiga berasal dari ramuan mineral tradisional yang dirancang untuk menghilangkan "panas" dalam tubuh. Di masa lalu, produk ini banyak dikonsumsi oleh imigran Tiongkok yang menetap di wilayah Nanyang dan mengembangkan penyakit terkait panas akibat perbedaan iklim tropis. 

Yang menarik dari brand ini adalah logo cap kaki tiga yang berada di luar kemasan. Adapun filosofi Cap Kaki Tiga itu sendiri tak lain adalah menunjukkan keseimbangan, kerendahan hati, dan kerja keras.

Mulai Dipasarkan di Indonesia

Adapun keberadaan larutan penyegar Cap Kaki Tiga di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1978-an dan dipasarkan sebagai pereda panas dalam. Selain di indonesia, Cap Kaki Tiga juga mulai dipasarkan di negara tetangga lainnya. Seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, Srilanka, India, dan sejumlah negara lain.

PT Kino Indonesia Tbk menjadi salah satu perusahaan makanan ringan yang kini memegang lisensi resmi untuk memproduksi, mendistribusikan, dan menjual produk Cap Kaki Tiga di tanah air.

Menukil dari laman resmi Kino, perseroan telah memeroleh lisensi pada 2011 silam dari Wen Ken Drug Co Pte Ltd yang berbasis di Singapura untuk memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan produk larutan penyegar "Cap Kaki Tiga". 

Lisensi ini tentunya menambah kekayaan portofolio Kino di sektor minuman, setelah sebelumnya mereka memproduksi minuman energi "Panther" dan minuman herbal "Cap Panda". 

Kino pun terus melakukan inovasi dalam produk minuman dengan meluncurkan varian rasa baru dari larutan penyegar “Cap Kaki Tiga” pada 2016. Kerja sama perusahaan dengan Wen Ken Drug Co Pte Ltd semakin diperkuat dengan adanya perjanjian lisensi pada tahun 2017 untuk memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan produk "Larutan Sejuk Segar". 

‘Drama’ Pecah Kongsi

Sebelum lisensi resmi dipegang oleh PT Kino Indonesia, Wen Ken Drug lebih dulu memberi lisensi kepada PT Sinde budi Sentosa (SBS) untuk memproduksi dan memasarkan larutan Cap Kaki Tiga saat mulai memasuki pasar Indonesia pada tahun 1978.

Sayangnya, hubungan bisnis yang awalnya berjalan baik ini harus menghadapi ‘drama’ pecah kongsi dan mulai retak pada tahun 2004. Awal sengketa panjang ditandai ketika PT Wen Ken Drug Co. melakukan perubahan persyaratan yang dinilai memberatkan pihak SBS.

Lantaran hal itu, di tahun yang sama, SBS memutuskan untuk mengganti mereknya dari Cap Kaki Tiga menjadi Cap Badak. Melihat hal tersebut, Wen Ken Drug pun mencabut lisensi Cap Kaki Tiga secara sepihak melalui surat kabar pada 2008 silam. 

Menukil dari pemberitaan JatimTimes, ada tiga alasan utama yang mendasari keputusan Wen Ken Drug tersebut. Di antaranya adalah Wen Ken Drug menuduh SBS tidak membayar royalti sesuai kesepakatan; SBS dianggap tidak mengirim laporan keuangan secara berkala kepada Wen Ken Drug; dan SBS menghilangkan logo Cap Kaki Tiga dari kemasan produk.

Baca Juga: HAUS! dan Perjalanan Kesuksesannya: Dari Tren Minuman Kekinian hingga Sukses Dulang Omzet Miliaran

Seolah tak peduli lisensinya telah dicabut, SBS tetap memproduksi larutan Cap Badak, hingga akhirnya menyulut pihak Wen Ken Drug untuk mengajukan gugatan hukum pada 2011 silam. 

Dalam gugatannya, pihak Wen Ken Drug  menuntut penghentian produksi dan penjualan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia, serta meminta pembayaran royalti dan ganti rugi atas kerugian yang dialami. 

Namun, SBS balik menggugat Wen Ken Drug dengan tuduhan pelanggaran kesepakatan bisnis akibat perubahan sepihak. Dalam sidang pertama, Pengadilan Negeri memihak SBS karena dianggap memiliki bukti yang lebih kuat.  

Setahun kemudian, Wen Ken Drug kembali menggugat SBS atas pelanggaran merek dagang, menuding bahwa SBS mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga tanpa gambar badak dan menggunakan logo badak atas nama pribadi Tjioe Budi. 

Namun, SBS kembali memenangkan gugatan setelah membuktikan bahwa mereka telah mendaftarkan merek "larutan penyegar" dengan logo badak sejak 2004, lebih awal dibandingkan pendaftaran merek Wen Ken Drug pada 2008. 

Pengadilan pun menolak permohonan Wen Ken Drug berdasarkan aturan HAKI yang memberikan hak eksklusif kepada pihak yang pertama kali mendaftarkan merek.  Majelis Hakim menegaskan, merek Cap Badak dengan kaligrafi Arab dan gambar badak merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan telah diakui sebagai merek terkenal. 

Terlepas dari ‘drama’ pecah kongsi, larutan penyegar Cap Kaki Tiga hingga saat ini masih dinikmati oleh masyarakat tanah air dan menjadi minuman pilihan untuk meredakan panas dalam. Produk ini terus mempertahankan popularitasnya berkat kepercayaan konsumen yang tetap tinggi dan kualitas yang terjaga selama bertahun-tahun.