Masyarakat pesisir utara Jakarta menghadapi beberapa masalah lingkungan, seperti banjir rob, abrasi, hingga penurunan permukaan tanah (land subsidence).
Banjir rob di pesisir utara Jakarta terjadi karena peningkatan permukaan air laut selama musim hujan atau pasang tinggi. Persoalan banjir rob diperparah oleh kondisi geografis pesisir utara Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut serta penurunan permukaan tanah. Faktor alam seperti gelombang tinggi, angin laut, dan perubahan iklim turut memperburuk situasi.
Jurnal Earth's Future (2025) melaporkan penelitian yang memproyeksikan permukaan laut akan naik antara 0,5-1,9 meter pada tahun 2100 mendatang apabila laju emisi karbon terus meningkat dan mencapai skenario emisi tinggi. Laporan tersebut merupakan hasil penelitian dari tim gabungan antara Universitas Teknologi Nanyang (NTU) Singapura dan Universitas Teknologi Delft (TU Delft) Belanda.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan laju penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan air laut yang bermuara pada banjir rob di pesisir utara Jakarta adalah dengan membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall.
Wacana pembangunan tanggul laut raksasa sudah pernah mencuat pada tahun 2011 kala Gubernur Jakarta saat itu, Fauzi Bowo, menerima kunjungan Tim Teknikal Asistensi Rotterdam di Balaikota. Fauzi Bowo mengatakan, Pemerintah Provinsi Jakarta memiliki rencana untuk membangun tanggul laut raksasa.
Kemudian pada tahun 2014 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu merupakan Wakil Gubernur Jakarta mengumumkan pembangunan tahap awal tanggul laut raksasa di pesisir utara Jakarta. Pada tahun 2016 secara resmi dilakukan pembangunan tanggul laut tahap A sepanjang 32 kilometer.
Adapun, Gubernur Jakarta Pramono Anung memiliki cara berbeda guna mengatasi permasalahan banjir rob di kawasan utara Jakarta yakni dengan cara menanam mangrove atau bakau melalui program giant mangrove wall. Meski demikian, Pramono Anung tetap melakukan koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk melanjutkan pembangunan tanggul laut raksasa tahap B sepanjang 21 kilometer.
"Giant sea wall-nya tetap, tetapi di atas ada mangrove. Saya menyebutnya menjadi giant mangrove wall," kata Pramono di Jakarta, belum lama ini.
Respons Warga Terbelah
Secara umum, respons warga atas kehadiran tanggul laut terbelah menjadi dua yakni menolak dan mendukung pembangunan tanggul tersebut. Biasanya, warga yang menolak berprofesi sebagai nelayan dan mata pencahariannya terganggu karena kemunculan tanggul laut. Adapun, warga yang mendukung keberadaan tanggul laut biasanya berprofesi sebagai non-nelayan dan merasa terlindungi dari ancaman banjir rob.
Ibu Janatin yang merupakan warga Muara Baru, Jakarta Utara, mengatakan wilayah tempat tinggalnya sangat terbantu dengan kehadiran tanggul laut. Wanita yang sudah 30 tahun lebih tinggal di daerah Muara Baru ini mengisahkan, dahulu rumah dan tempat tinggalnya kerap menghadapi musibah banjir rob.
"Dahulu di Muara Baru ini sering sekali terkena banjir rob. Sepertinya, setiap tahun air laut semakin naik dan tanah semakin ambles," katanya kepada Olenka di Jakarta, awal bulan Mei.
Janatin menegaskan, abrasi dan banjir rob telah membuat aktivitas masyarakat di Muara Baru terganggu. Ia mengisahkan, dahulu terdapat pelabuhan di wilayah tersebut. Kemudian ada juga masjid yang menjadi tempat ibadah warga Muara Baru. Kini pelabuhan dan masjid tersebut sudah terbengkalai.
"Masjid sudah tidak bisa dipakai lagi. Pelabuhan juga sudah terbengkalai," tuturnya.
Wanita yang merupakan Ketua RT ini mengaku dirinya sangat bersyukur, kehadiran tanggul laut di Muara Baru telah menciptakan rasa aman kepada masyarakat pesisir dari ancaman banjir rob. Kini warga Muara Baru bisa kembali beraktivitas seperti biasa karena sudah terbebas dari musibah banjir rob. Ia berharap, keberadaan tanggul laut raksasa bisa terjaga dan terawat dengan baik.
"Sekarang sudah tidak ada banjir rob semenjak ada tanggul ini," tegasnya.
Hal serupa disampaikan oleh Ibu Priyanti yang merupakan warga Kampung Apung, Muara Baru, Jakarta Utara, yang mengatakan bahwa tanggul laut melindungi wilayah rumahnya dari ancaman banjir rob dan abrasi. Ia mengisahkan, sebelum ada tanggul laut banjir rob bisa begitu dahsyat menerjang rumah warga. Bahkan, pernah ada satu momen air laut pasang sampai membawa kapal ke daratan.
"Semenjak ada tanggul laut, tidak banjir rob lagi," tegasnya.
Pembangunan Harus Cermat
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Ica Wulansari, mengingatkan pembangunan tanggul laut raksasa harus dilakukan secara cermat dengan memperhatikan dampak lingkungan dan sosial. Ia mengakui, keberadaan tanggul laut raksasa bisa melindungi masyarakat pesisir dari ancaman banjir rob. Akan tetapi, tanggul laut tersebut belum tentu bisa menjadi solusi bagi persoalan jangka panjang seperti abrasi dan penurunan permukaan tanah.
"Kita perlu melibatkan masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan para nelayan dalam pembangunan tanggul laut raksasa ini. Apakah mereka kesulitan untuk mendapatkan ikan? Apakah mereka harus membeli bahan bakar lebih banyak sehingga pengeluaran menjadi semakin besar? Hal-hal ini harus dipertimbangkan," katanya kepada Olenka di Jakarta, awal bulan Mei.
Founder Pojok Sosial Ekologi ini mengatakan penanaman mangrove atau bakau bisa menjadi solusi alternatif yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah. Terkait hal tersebut, ia mengaku setuju dengan rencana Pemerintah Provinsi Jakarta yang akan menjalankan program giant mangrove wall.
"Penanaman mangrove ini merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat pesisir untuk menangkal deras air dan untuk menangkal abrasi," tegasnya.
Hanya saja, ia meminta kepada Pemprov Jakarta untuk memperhatikan aspek pemeliharaan infrastruktur apabila program giant mangrove wall ini benar-benar akan dijalankan oleh pemerintah. Ia menegaskan, aspek pemeliharaan dan penjagaan infrastruktur ini sangat penting apabila ingin memaksimalkan potensi mangrove.
"Pada dasarnya mangrove ini adalah tumbuhan yang perlu kita jaga dengan baik agar mereka bisa tetap hidup dan tidak tercemar oleh limbah yang bisa menyebabkan kematian tanaman," pungkasnya.