Ada banyak variabel yang menjadi dasar dalam menentukan tingkat kebahagiaan sebuah negara. Berdasarkan laporan World Happiness Report 2024, Finlandia menjadi negara paling bahagaia di dunia selama tujuh tahun berturut-turut. Lantas, bagaimana dengann Indonesia?

Dalam survei World Happiness Report 2023 yang diadakan oleh Gallup, Oxford Wellbeing Research Centre, UN Sustainable Development Solutions Network, dan WHR Editorial Board menunjukkan, Indonesia berada di peringkat ke-84 dari 137 negara dalam hal kebahagiaan, dengan skor 5,3 dari 10.

Sebagaimana disebutkan di awal, ada banyak faktor untuk menentukan tingkah kebahagiaan sebuah negara, berikut masyarakat di dalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari di dunia modern yang melaju sangat cepat, relasi antara manusia terus berubah; masyarakat dihadapkan pada tekanan peer, sosial, dan lingkungan. Arus informasi global baik melalui media digital maupun media sosial, tanpa disertai pemahaman terhadap konteks dan konten, semakin mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.   

Baca Juga: Detoksifikasi Pikiran: Mereset Kesehatan Mental untuk Kehidupan Lebih Seimbang  

Mengamati fenomena di atas, HappySelf by Stress Management Indonesia, berkolaborasi dengan Futurist Hub by Pijar Foundation dan Wacaku, menyelenggarakan talkshow bertajuk "Kebahagiaan Ada di Mana-Mana”. Acara yang diselenggarakan pada 14 September 2024 dan terbuka bagi publik ini, bertujuan untuk membantu masyarakat Indonesia agar dapat menemukan kebahagiaan di tengah tantangan hidup, melalui strategi praktis dalam manajemen stres dan peningkatan kesejahteraan emosional.

Coach Pris, Founder dari HappySelf by Stress Management Indonesia mengatakan bahwa harus menjadi diri sendiri terlebih dahulu dalam mencari kebahagiaan. Mengenal diri sendiri memiliki korelasi yang kuat dengan pencapaian kebahagiaan. Saat seseorang memahami siapa dirinya, termasuk kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan tujuan hidupnya, mereka dapat membuat keputusan yang lebih selaras dengan kebutuhan batin mereka.

"Hal ini menciptakan perasaan kepuasan yang mendalam, karena tindakan dan pilihan hidup lebih sesuai dengan jati diri sejati. Selain itu, dengan mengenali diri sendiri, seseorang dapat mengelola emosi dengan lebih baik, meningkatkan hubungan interpersonal, dan membangun resiliensi dalam menghadapi tantangan hidup. Semua faktor ini berkontribusi signifikan terhadap pencapaian kebahagiaan yang lebih autentik dan berkelanjutan," ujar Coach Pris dalam rilis yang diterima Olenka, Jumat (20/9/2024).

Futurist Hub dan Wacaku, sebagai mitra strategis turut memberikan dukungan penuh dengan visi yang sejalan untuk menciptakan komunitas yang lebih sehat secara mental, serta memperkuat inisiatif ini dengan membuka ruang untuk kolaborasi lintas disiplin dan generasi, menghubungkan teknologi dengan kesehatan mental.

Menurut M. Abdurrahman Wahyu, Founder Wacaku, memahami banyak hal, termasuk diri sendiri, dapat dimulai dari membangun kebiasaan membaca dan menulis. Bisa mendengarkan dan melakukan dialog dengan diri sendiri memang tidak mudah, namun hal tersebut perlu dibiasakan agar seseorang memahami diri dan tujuan hidupnya, sehingga merasa bahagia dengan dirinya.

Baca Juga: Antara Pemimpin dan Kesehatan Mental Karyawan, Bagaimana Cara Meningkatkan Kesehatan Mental di Tempat Kerja?

Proses mencari dan mencapai kebahagiaan akan berdampingan erat dengan berbagai penghalang yang ada. Hal ini merupakan  sebuah tantangan yang harus dilewati oleh setiap pahlawan kebahagiaan. Sering terjadi, penghalang tersebut adalah orang-orang terdekat atau keluarga, terutama jika hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis.

Tekanan dari ekspektasi yang tidak realistis, konflik berkepanjangan, atau kurangnya komunikasi yang sehat dapat menyebabkan stres emosional dan perasaan tidak terpenuhi. Selain itu, ketergantungan emosional yang berlebihan atau sikap over protektif dapat menghambat individu untuk berkembang dan menemukan kebahagiaan sesuai dengan keinginan dan nilai-nilai pribadinya. Situasi-situasi ini dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan emosional dan kesejahteraan mental. 

"Our parents’ ceiling is our floors, yang menggambarkan bahwa pencapaian dan batas tertinggi yang dicapai oleh generasi sebelumnya (orang tua) menjadi titik awal bagi generasi berikutnya (anak-anak). Ungkapan ini mencerminkan proses perkembangan antar generasi, di mana orang tua berusaha untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka, baik dari segi materi, pendidikan, maupun pengalaman hidup," tambah Head of Coalition & Outreach Pijar Foundation, Alfianda Karuza.

Hal ini berarti bahwa setiap generasi dapat mewarisi pelajaran, nilai, dan peluang yang memungkinkan mereka mencapai kesejahteraan lebih tinggi. Dengan begitu, orang tua yang telah bekerja keras untuk mengatasi tantangan dan membangun fondasi yang kuat akan memberikan anak-anak mereka kesempatan untuk memulai dari posisi yang lebih baik, sehingga mereka dapat fokus pada pencapaian kebahagiaan yang lebih mendalam, dan kesehatan mental yang lebih baik.

Ini juga menggarisbawahi pentingnya membangun keseimbangan emosional dan mental yang sehat dari generasi ke generasi, agar setiap individu dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih mendukung.