Ketika berbicara tentang dunia bisnis, tak terkecuali di industri kopi yang sarat tantangan, bayangan tentang pemimpin pria sering kali mendominasi.
Namun, anggapan itu perlahan luntur seiring munculnya sosok-sosok perempuan tangguh yang membuktikan bahwa ketegasan, visi, dan inovasi bukanlah milik satu gender saja.
Salah satu nama pengusaha perempuan yang tak boleh dilewatkan adalah adalah Catherine Halim, pendiri sekaligus penggerak utama di balik brand kopi lokal, KISAKU.
Lahir dari semangat untuk menghadirkan kopi berkualitas dalam kemasan yang bersahabat, Catherine memulai KISAKU bukan hanya sebagai bisnis, melainkan sebagai perpanjangan dari nilai-nilai yang ia anut: kesederhanaan, keberanian, dan inklusivitas.
Lantas seperti apa sosok dan bagaimana jejak karier Catherine Halim? Dikutip dari berbagai sumber, Jumat (2/5/2025), berikut Olenka rangkum profilnya.
Latar Belakang
Catherine Halim merupakan lulusan dari University of Sydney, Australia, di mana ia menempuh pendidikan tinggi yang membekalinya dengan wawasan global dan semangat kewirausahaan.
Meskipun informasi spesifik mengenai latar belakang keluarga Cathering tidak tersedia secara publik, perjalanan karier perempuan kelahiran 1992 yang kerap disapa Cath ini menunjukkan dedikasi dan kerja keras yang luar biasa.
Karier Cath dimulai pada tahun 2012. Kala itu, Catherine Halim berkesempatan magang di dua bank multinasional. Lalu, ia pun juga pernah menjadi Relationship Manager di HSBC, dan pernah menjadi Head of Marketing di Ride Jakarta.
Sudah Minat Jualan Sejak Remaja
Minat perempuan yang akrab disapa Cath terhadap dunia bisnis ini ternyata sudah muncul sejak remaja. Dalam wawancaranya dengan Fimela, ia mengaku mulai berjualan sejak usia 16 tahun.
“Ketika masih berusia 16 tahun, saya sudah mulai mencoba berjualan dalam skala kecil. Saya juga sangat suka melihat perkembangan perusahaan yang saya bangun dari nol, berawal dari sketsa kasar hingga menjadi sebuah bisnis yang bisa memberikan keuntungan,” jelas Cath.
Saya juga menikmati proses mengembangkan dan melakukan mentoring sumber daya manusia, karena saya percaya bahwa SDM adalah kekuatan terbesar dari sebuah perusahaan. Bahkan bisa dikatakan bahwa karyawan adalah inti kesuksesan dari setiap bisnis,” lanjut Cath.
Namun, menurut Beauty Journal, untuk menjadi seorang pengusaha, Cath butuh waktu sekitar tujuh tahun. Ia sempat berkarier di dunia perbankan selama empat tahun, sebelum akhirnya pindah ke industri startup pada 2017.
Di dunia startup inilah Cath menemukan gairahnya dalam marketing dan pengembangan bisnis.
“Pada saat bekerja di perusahaan startup, aku sangat senang dengan marketing dan mengembangkan bisnis. Istilahnya seperti memperkenalkan brand baru dalam industri yang belum aku kenal dan pahami sebelumnya,” ungkapnya.
Dari Penikmat Kopi Jadi Pemilik Kedai
Baragam pengalaman yang dilalui Cath akhirnya jadi titik awal dirinya mengeksplorasi kemampuannya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka usaha kedai KISAKU.
Bersama empat sahabatnya, Raline Shah, Dolly Hardjono, Rollin Shah, dan Lionel Hanjaya Tirta, Catherine mendirikan KISAKU pada tahun 2019.
Diakui Cath, ide membuka kedai kopi sendiri datang dari kecintaannya terhadap kopi sejak masih bekerja di bank. Tapi bukan cuma karena suka rasa kopinya, ada alasan yang lebih dalam.
“At the same time, kalau di coffee shop itu selalu ketemu dengan orang-orang yang menarik. Jadi menurutku, coffee shop bukan hanya sekadar minum secangkir kopi, tapi kamu bisa ketemu banyak hal dan orang baru,” tuturnya, dikutip dari Beauty Journal.
Cath ingin kedainya bisa jadi tempat yang menghubungkan orang-orang dan menyalurkan energi positif. Ia berharap setiap orang yang datang bisa merasa connected, productive, dan inspired.
Meski sempat terdampak pandemi, Cath tak tinggal diam. Ia memutar otak untuk menyesuaikan strategi bisnis KISAKU agar tetap relevan, baik secara offline maupun online.
Tantangan Jadi Pebisnis
Dalam membangun bisnis, Cath mengakui salah satu tantangan terbesarnya adalah menemukan partner yang cocok.
“Semua orang ‘kan beda, tapi yang bisa disamakan adalah cara kita berkomunikasi yang jelas. Jadi harus cari partner yang punya business dan life's values serta visi dan misi sejalan sama kita,” ujarnya.
Selain itu, waktu juga menjadi kendala tersendiri. Ia membandingkan pengalamannya saat masih kerja kantoran dengan sekarang, saat ia harus memimpin usahanya sendiri.
Aktif Dorong Pemberdayaan Perempuan
Tak hanya sibuk menjalankan KISAKU, Cath juga diketahui menjalankan bisnis fashion berlabel Snugg.
Cath juga tak hanya membangun bisnis untuk dirinya sendiri, tapi juga aktif memberikan mentoring dan mendukung perempuan lain agar lebih percaya diri dalam berkarya.
Dalam operasional KISAKU, Cath mengaku sangat menekankan pentingnya tim yang solid dan inklusif. Ia membuka kesempatan luas bagi perempuan untuk ikut ambil peran, baik di balik barista station maupun di balik layar strategi bisnis.
Ia percaya bahwa dengan ruang kerja yang sehat dan suportif, perempuan bisa tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut atau minder.
“Saya percaya bahwa SDM adalah kekuatan terbesar dalam perusahaan. Dan ketika perempuan diberi ruang yang setara, mereka bisa membawa dampak luar biasa,” ujar Cath.
Di balik kesuksesan brand-nya, Cath juga tak segan berbagi pengalaman dan memberi mentoring kepada perempuan muda yang ingin terjun ke dunia bisnis. Baginya, berbagi ilmu adalah bagian dari tanggung jawab sosial seorang pengusaha.
Tak berhenti di situ, Cath juga banyak terlibat dalam kampanye media sosial yang membahas soal mental health, body image, dan pentingnya self-growth.
Atas kiprahnya itu, ia pun pernah didapuk penghargaan dari UN Women Asia-Pacific dalam kategori Youth Leadership Commitment, sebuah pengakuan atas kontribusinya dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan setara.
Nah Growthmates, Catherine Halim menunjukkan bahwa membangun bisnis tak harus melulu soal angka dan pertumbuhan semata. Lewat KISAKU, ia meracik sesuatu yang lebih bermakna: komunitas, kesempatan, dan dampak sosial, terutama bagi sesama perempuan.
Baca Juga: Kopi Soe di Tangan Sylvia Surya, Ini Dia Jejak Langkah Sang Founder Jadi Womenpreneur Hebat