Konglomerasi bisnis Djarum Group merupakan salah satu grup bisnis terkuat di Tanah Air yang dimiliki oleh keluarga Hartono. Kakak-beradik Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono atau yang lebih akrab disapa Hartono bersaudara berhasil mengembangkan bisnis rokok yang diwariskan sang ayah hingga berkembang seperti sekarang.
Selain memproduksi rokok, bisnis yang dijalankan Djarum Group telah merambah ke berbagai sektor seperti perbankan, properti, kesehatan, hingga elektronik. Sejumlah merek ternama yang berada di bawah kendali Djarum Group, di antaranya, ialah Polytron, BCA, Djarum 76, Grand Indonesia, serta GDP Venture.
Baca Juga: Sosok Oei Wie Gwan, Konglomerasi Pendiri Djarum Group
Berkat kesuksesan Djarum Group, Hartono bersaudara berulang kali menduduki posisi orang terkaya di Indonesia. Jika digabungkan, kekayaan keduanya mencapai US$42 miliar (mengutip Forbes real time pada 31/12/2025), mengalahkan Prajogo Pangestu yang berada di posisi pertama dengan kekayaan US$38,8 miliar.
Dari Mercon ke Rokok
Bisnis Djarum diawali oleh orang tua Hartono bersaudara yang bernama Oei Wie Gwan. Sejak tahun 1927 di Rembang, Jawa Tengah, Oei Wie Gwan telah merintis usaha Mercon Cap Leo (Vuurwerk Tjap Leeuw). Sempat mendulang sukses, bisnis tersebut sempat bangkrut di tahun 1939 akibat kebakaran.
Saat bisnis mercon kembali dirintis, pabrik kembali mengalami kebakaran di tahun 1941. Tidak sampai di situ, bisnis Mercon Cap Leo milik Oei Wie Gwan resmi ditutup pada tahun 1942 usai kedatangan Jepang ke Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menutup pabrik mercon yang bahan baku utamanya mesiu karena takut akan disalahgunakan oleh Jepang.
Hal itu resmi menutup kisah bisnis mercon yang dijalankan oleh keluarga Hartono. Baru di tahun 1951, Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok bernama NV Murup yang memproduksi merek Djarum Gramofon. Dari sana, Oei Wie Gwan resmi merintis usaha rokok yang kemudian diberi nama Djarum.
Kesuksesan di Tangan Generasi Kedua
Membangun bisnis rokok rupanya juga tidak mudah. Bisnis Djarum sempat berada di ujung tanduk akibat kebakaran hebat di tahun 1963. Di tahun yang sama, Hartono bersaudara harus terjun langsung menggantikan sang ayah yang meninggal dunia.
Usai memegang kendali, Bambang dan Budi Hartono langsung mendirikan Departemen Research & Development (R&D) yang berhasil melahirkan inovasi dan racikan-racikan kretek baru. Berkat kejelian dan kerja keras keduanya, Djarum berhasil menjadi salah satu pemasok rokok cengkeh terbesar di dunia di era 1970-an.
Djarum mulai mengekspor produk rokoknya ke luar negeri di tahun 1972. Lalu di tahun 1975, Djarum Filter sebagai merek rokok pertama Djarum yang diproduksi menggunakan mesin resmi diluncurkan. Sejak saat itu, berbagai merek rokok andalan lainnya berhasil diproduksi, seperti Djarum Super, Djarum Coklat, Djarum 76, Djarum Super, LA Lights, dan Djarum Black.
Setelah krisis keuangan di tahun 1998, Hartono bersaudara mulai fokus melakukan diversifikasi bisnis. Djarum yang juga sempat terdampak krisis tersebut mulai getol mengakuisisi saham Bank Central Asia (BCA) sejak tahun 2002. Di bawah kendali Djarum Group, BCA saat ini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.
Sejak saat itu, sektor bisnis yang berhasil Djarum Group kuasai terus berkembang.