Pengabdian Luar Biasa Tahir kepada Sang Ayah
Setelah beberapa minggu kondisi ayah Tahir pun berangsur membaik. Namun, ia masih lumpuh, tidak bisa bergerak, dan tak bisa berkomunikasi sama sekali. Tahir bilang, saat itu ia hanya bisa berkomunikasi dengan ayahnya lewat mata.
Saat itu, Tahir sendiri mengirim ayahnya untuk dirawat di RS Petro Pusat di daerah Kebayoran baru. Ia pun mengatur shift dengan 2 saudara perempuannya dan ibunya untuk merawat ayahnya.
“Setelah kondisi papah membaik, saya pun mengatur jam kerja saya lebih efektif dan efisien. Setelah bekerja, saya akan pergi menemui papah di RS,” ujar Tahir.
Dikatakan Tahir, ada satu hal penting di antara banyak hal yang ia lakukan untuk ayahnya selama waktu itu. Salah satunya seperti memotong kukunya dengan sangat pendek dan tanpa mengenakan sarung tangan, Tahir pun memasukkan jarinya ke dalam anus ayahnya untuk merangsang usus ayahnya agar bisa buang air besar.
“Saya melakukannya untuk membebaskannya dari tekanan yang tidak nyaman di perutnya. Saat itu raut muka papah tampak menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Matanya menyipit dan seolah berkata, ‘Kamu seharusnya tidak melakukan ini, Tahir’,” terang Tahir.
Tahir bilang, saat melakukan hal tersebut, ia pun dihadapkan dengan masalah, yakni jari yang ia gunakan untuk membantu sang ayah buang air besar kerap berbau tak sedap meski ia berulang kali mencucinya dengan sabun dan air hangat. Akhirnya ia pun menemukan solusi untuk masalah tersebut dengan berenang. Setelah berenang selama 5 menit, ia akhirnya berhasil menghilangkan bau di jarinya itu.
“Itu adalah saat-saat terbaik yang pernah saya alami bersama papah sepanjang hidup saya. Saya rawat dia dengan sabar, saya jaga, saya mandikan, sambil saya pandangi papah dengan doa yang terucap di hati,” sambung Tahir.
Tahir mengatakan, selama dirinya merawat sang ayah, sesuatu yang ajaib mengalir dalam dirinya. Ia seperti mendengar dia sepanjang waktu saat bekerja. Energinya seperti tersalurkan. Ia pun terus mengucapkan janji dalam hati kepada sang ayah bahwa ia akan bertanggung jawab atas Ibu dan saudara-saudara perempuannya.
“Saya akan berjuang sekuat tenaga demi martabat keluarga seperti yang diajarkan papah. Kerja keras saya didorong oleh citra papah,” tukas Tahir.
“Saya Menikmati Melayani Papah di Saat Terakhirnya”
Selang 3 tahun dari vonis yang dikatakan dokter kala itu, ayah Tahir pun meninggal. Tepatnya pada bulan juni 1983. Meski sedih, Tahir bersyukur atas kesempatan luar biasa yang diberikan Tuhan kepadanya untuk mengabdikan diri kepada sang ayah.
Dikatakan Tahir, 3 tahun merawat ayahnya adalah saat-saat yang sangat istimewa dalam hidupnya. Ia pun jadi memiliki kedekatan special dengan sang ayah.
“Saya menikmati melayani papah dengan kasih sayang yang melimpah. Saya menyadari bahwa tuhan memberi saya waktu yang berharga untuk menghujaninya dengan cinta dan perhatian di tahun-tahun terakhirnya,” papar Tahir.
Ketika sang ayah meninggal, Tahir pun mengaku tak menyesal. Sang ayah sendiri dimakamkan di Makam Kembang Kuning yang terletak di pusat kota Surabaya. Makamnya sendiri sudah seperti rumah bagi Tahir.
Di sanalah ia tak segan melampiaskan kerinduannya kepada sang ayah. Setiap kali ke Surabaya, Tahir pun pasti berziarah ke makam sang ayah sebelum berangkat ke bandara untuk pulang ke Jakarta.
“Itu adalah suatu keharusan bagi saya. Jadi, jika saya ke Surabaya 20 kali dalam setahun, maka saya akan berziarah 10 kali juga. Rutinitas ini masih saya lakukan hingga sekarang,” tukas Tahir.
Tahir juga lantas mengatakan, meninggalnya sang ayah juga membuatnya lebih keras lagi dalam bekerja. Sebabnya, di tangannya kini terletak tanggung jawab atas kesejahteraan sang ibu, 2 saudara perempuan, sang istri, dan juga anak-anaknya.
“Saya juga bertanggung jawab atas saudara ipar saya dan keponakan-keponakan saya. Hidup mereka adalah tanggung jawab saya,” tandas Tahir.
Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Masuk Keluarga Konglomerat Mochtar Riady