Vonis Dokter dan Keajaiban Tuhan
Sesampainya di Surabaya, di tengah kekalutannya melihat kondisi sang ayah tercinta, Tahir mengaku sangat tersentuh dengan apa dilakukan istrinya kepada sang ayah saat itu.
Ya, Rosy tak segan mendampingi ayah Tahir itu setiap waktu, bahkan ia tak segan memandikan mertuanya dan mengurusnya buang air di tempat tidur. Dan belakangan, Tahir pun mendengar dari perawat bahwa Rosy juga kerap melakukan banyak hal.
“Saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Putri Mochtar Riady melakukan pekerjaan kotor seperti itu untuk ayah saya, bahkan hingga memakaikan celana dalamnya. Jujur, saya sangat tersentuh,” ujar Tahir.
Terlepas dari itu, Tahir pun juga tak percaya dengan kondisi ayahnya. Sang ayah saat itu dalam keadaan koma dan kondisinya jauh lebih serius dari yang ia kira. Ayah Tahir lumpuh dan sama sekali tidak berdaya. Stroke yang dideritanya begitu parah sehingga dokter mengatakan bahwa itu adalah kondisi terburuk yang dialami pasien stroke.
“Saat itu Profesor Benyamin Tjandra, dokter spesialis yang merawat papah bilang jika sangat kecil kemungkinan untuk papah bisa bertahan hidup. Pendarahan otaknya sangat serius, dan mungkin akan bertahan hingga sore,” tutur Tahir.
Mendengar perkataan dokter saat itu, Tahir pun shock bukan main. Lidahnya kaku, tenggorokannya pun seperti tersumbat duri-duri. Ia sama sekali tak bisa berkata-kata.
“Sungguh menyedihkan mendengar vonis dokter seperti itu. Rasanya seperti ditampar berulang hingga saya kehilangan kemampuan untuk bicara. Papah haya akan bertahan hidup sampai sore,” papar Tahir.
Tahir mengaku, saat itu ia benar-benar hancur. Kesedihan dan keterkejutan yang luar biasa bercampur menjadi satu. Saat itu pula, akhirnya ia meminta untuk dibiarkan berdua dengan sang ayah di bangsal ICU. Semua orang di sana, termasuk sang istri, meninggalkan ruangan.
Sang ayah terbujur kaku seraya berbalut selang medis. Tak ada suara lain yang terdengar oleh Tahir selain desisan AC dan napas ayahnya yang tak beraturan. Tahir pun berpikir, jika vonis dokter benar adanya, sisa waktu dirinya untuk bersama sang ayah pun kian menipis.
Dan, seakan-akan tak mau kehilangan momen terakhirnya dengan sang ayah, Tahir pun lantas mengungkapkan rasa cintanya kepada lelaki yang telah menghabiskan hidupnya berjuang demi keluarga itu.
Ingatan Tahir pun membawanya kembali ke masa di mana sang ayah menggandeng tangan ibunya sambil membawa payung di tengah hujan, menunggu di pinggir jalan untuk menghentikan becaknya dan menagih uang sewa.
Ingatannya, lanjut Tahir, membawanya pula ke momen mengharukan di mana sang ayah pernah mengajaknya menonton pertandingan tenis meja dunia di Surabaya.
“Dada saya berat. Papah adalah ayah yang sangat baik. Saya menangis, waktu untuk bersama papah tinggal sebentar lagi. Betapa saya ingin berkomunikasi dengannya. Saya perlu meminta maaf, mengungkapkan rasa cinta saya ke papah. Betapa saya ingin mengatakan kepada dirinya, bahwa ia telah membentuk kekuatan mental saya,” ungkap Tahir.
Lebih lanjut, dalam kesedihan yang amat dalam, Tahir pun mengangkat wajahnya. Dari suatu tempat yang tak diketahui, kata Tahir, muncul dorongan dalam dirinya untuk berdoa dalam bisikan.
Ia pun meminta kepada Tuhan agar jangan membiarkan ayahnya ‘pergi’. Alasannya, kata Tahir, karena selama ini ia belum menunjukkan baktinya kepada sang ayah. Jujur, ujar Tahir, saat itu dirinya tak siap untuk mengucapkan selamat tinggal pada sang ayah tercinta.
Sore harinya, paramedis pun terus memantau kondisi ayah Tahir. Saat itu, kata Tahir, sang ayah belum menunjukkan tanda-tanda akan berpulang. Napasnya masih teratur. Dan sebuah keajaiban pun datang, tiba-tiba sang ayah pun kembali sadar dan menatap Tahir. Bibirnya bergerak meski tak ada sepatah katapun yang terlontar.
“Saat itu dokter memintaku untuk tenang dan tidak terlalu bersemangat. Biar bagaimana pun, kondisi papah saat itu masih kritis. Perubahan ekstrem apa pun bisa saja terjadi. Saya berusaha mengendalikan diri, namun saya juga diliputi harapan besar saat itu,” terang Tahir.
Tak berapa lama, ibu Tahir pun telah sampai di RS. Saat itu, kata Tahir, sang ibu menangis sejadi-jadinya. Tahir pun menceritakan bahwa ia akan membawa ayahnya ke Jakarta jika kondisinya memungkinkan.
Sang ayah akan dibawanya ke RS yang lebih layak agar ia dapat mengunjunginya dengan mudah. Jika kondisi sang ayah pun membaik, Tahir berencana untuk membawanya ke rumah, untuk tinggal bersamanya.
Baca Juga: Cerita Kencan Pertama Dato Sri Tahir dan Rosy Riady: Momen yang Penuh Kekakuan, Namun Membahagiakan