Menjadi pemimpin perusahaan keluarga tidak selalu berarti jalan yang mudah. Hal inilah yang dialami Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Adrianto Djokosoetono, yang harus menjalani perjalanan panjang selama 23 tahun sebelum akhirnya dipercaya menduduki posisi tertinggi di perusahaan transportasi tersebut.
Anak bungsu tiga bersaudara pasangan Purnomo Prawiro dan Endang Basuki pemilik Blue Bird ini mengakui bahwa proses menjadi seorang CEO dalam perusahaan keluarga membutuhkan waktu, pembuktian, dan komitmen yang tidak ringan.
“Saya bergabung, dan setelah 23 tahun baru saya menjadi CEO. So, di dalam kasus saya, it takes time and process to digest and to show our commitment,” ungkap Adrianto, dalam sebuah video sebagaimana dikutip Olenka, Kamis (20/11/2025).
Menurut Adrianto, berada di perusahaan keluarga bukan berarti mendapat kelonggaran. Justru standar yang dikenakan kepada anggota keluarga jauh lebih tinggi.
“Di Blue Bird kan family sudah menentukan, we have to be professional. Jadi family justru dituntut harus lebih professional,” katanya.
Adapun, kata dia, salah satu bentuk profesionalitas itu adalah aturan tidak tertulis mengenai jatah cuti.
“Kalau salah satu contoh translasinya adalah jatah cuti setiap tahun enggak boleh habis. Setelah punya jatah cuti, saya harus buktikan saya enggak habisin tuh jatah cutinya,” ungkapnya sambil tersenyum.
Di masa awal kariernya, suami dari Titi Radjo Padmaja atau yang sebelumnya dikenal dengan Titi Radjo Bintang ini menjalani ritme kerja yang sangat padat demi memahami proses dari bawah.
Ia pun mengaku kerap turun langsung ke pool dan mempelajari operasional yang menjadi inti bisnis Blue Bird.
“Waktu saya ke pool, saya masuk jam 7 pagi, pulang jam 9 malam.Karena jam 7 pagi saya harus di pool, jam 3–4 sore saya di group, di holding untuk mengerjakan yang lain,” tuturnya.
“Itu juga showing commitment time, doing knowing the process. Itu butuh waktu yang panjang menurut saya,” sambungnya.
Baca Juga: Mengenal Adrianto Djokosoetono, Generasi Ketiga Pendiri Bluebird Group
Rutinitas itu, lanjut dia, berlangsung Senin sampai Sabtu, dan bahkan hari Minggu pun ia habiskan untuk turun ke lapangan.
Bagi Adrianto, memahami bisnis tidak bisa hanya dari balik meja. Ia pun lantas menceritakan kebiasaannya berkeliling mengecek pangkalan taksi.
“Kalau hari Minggu biasanya family day sambil keliling-keliling lapangan ngecek pangkalan. Kalau sekarang kan pangkalan Pacific Place saya cek, masih ada antrean taksi apa enggak, banyak enggak antreannya,” tuturnya.
Meski telah menjabat sebagai Direktur Utama, lulusan Bentley College, Massachusetts, Amerika Serikat itu mengakui bahwa pengawasan dari pendiri dan generasi sebelumnya masih sangat kuat. Ia bahkan kerap menerima pesan-pesan pengingat lewat WhatsApp.
“Founder itu tetap akan nge-grip. Sampai sekarang pun saya dapat WA-WA cantik di WA saya setiap hari. Hampir setiap hari,” ujarnya sambil tersenyum.
“Coba perhatikan ini, coba perhatikan itu, lakukan ini lebih baik, lakukan itu lebih baik,” lanjutnya.
Namun menurutnya, hal itu bukan bentuk kontrol yang berlebihan, melainkan wujud kepedulian dan perhatian generasi sebelumnya terhadap keberlanjutan perusahaan.
“I think that shows how compassionate our founders, our previous generations about us doing the new role,” tandas Adrianto.
Baca Juga: Peran Trah Djokosoetono dalam Bisnis Bluebird Group