Dalam beberapa hari terakhir, Kementerian BUMN tengah menjadi sorotan masyarakat. Kementerian yang sebelumnya dipimpin oleh EErick Thohir tersebut dikabarkan akan melebur dengan BPI Danantara.

Berkaitan dengan hal tersebut, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco memastikan bahwa Kementerian BUMN tak akan melebur dengan Danantara. Alih-alih melebut, tegas Dasco, Kementerian BUMN akan berganti status menjadi Badan Penyelenggara BUMN.

"Tidak (gabung Danantara), Kementerian BUMN tetap sendiri, (berganti status jadi) Badan Penyelenggara BUMN," tegas Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 24 September 2025.

Dasco menambahkan, perubahan tersebut salah satunya mempertimbangkan sejumlah fungsi Kementerian BUMN yang telah diambil oleh Danantara. Alhasil, Kementerian BUMN saat ini hanya sebatas sebagai regulator, pemegang saham Seri A, dan pihak yang menyetujui Rancangan Peraturan Perusahaan (RPP).

Dengan penegasan tersebut, apakah penggantian status menjadi Badan Penyelenggara BUMN merupakan langkah yang tepat?

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengungkapkan bahwa pilihan untuk menjadikan Kementerian BUMN sebagai instansi sendiri atau melebur ke Danantara perlu menjawab dua hal utama, yakni terkait fungsi sebagai pemilik perusahaan dan fungsi negara sebagai pembuat kebijakan. 

Baca Juga: Mengulik Alasan di Balik Penurunan Status Kementerian BUMN menjadi Badan Penyelenggara BUMN

"Peleburan ke Danantara pada dasarnya mengajukan analogi baru: Kementerian BUMN bukan lagi kementerian operator, melainkan manajer portofolio, mirip Temasek atau Khazanah, yang ditugasi menjaga nilai aset, mengoptimalkan alokasi modal, dan memutihkan keputusan komersial dari kebisingan politik," ungkap Achmad kepada Olenka, Kamis, 25 September 2025.

Menurutnya, peleburan ke Danantara bisa menjadi opsi yang positif, dengan catatan hal itu dapat mengakhiri kerancuan antara peran pemilik dan peran regulator; mempercepat keputusan korporasi; dan menegakkan disiplin kinerja—return on equity, internal rate of return, cash conversion, hingga economic value added. 

Bagus jika budaya “penempatan orang” bergeser menjadi budaya “penempatan modal", artinya siapa pun yang duduk, tolok ukurnya adalah nilai tambah bersih, bukan kedekatan politik. 

Bagus jika Danantara didesain sebagai super-holding yang lean, dengan dewan independen yang kuat, komite investasi berintegritas, dan pelaporan konsolidasi yang patuh PSAK/IFRS, lengkap dengan look-through leverage agar risiko tidak bersembunyi di anak perusahaan.

"Namun, itu semua bisa buruk bila peleburan hanya memindahkan kewenangan tanpa memperbaiki checks and balances," tambahnya.

Sebagai ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, ia melihat peleburan Kementerian BUMN ke Danantara bukan tujuan, melainkan alat. Hal itu bisa menjadi loncatan dari tata kelola yang reaktif menuju tata kelola yang proaktif, asal ditempuh dengan arsitektur hukum yang jelas, pembagian peran yang tegas, dan komitmen transparansi yang tidak bisa ditawar. 

"Peleburan itu bisa mendongkrak kinerja perusahaan BUMN, tetapi tidak otomatis. Kuncinya ada pada disiplin portofolio, disiplin modal, dan perlindungan yang nyata terhadap intervensi yang tidak perlu. Itu bisa menguntungkan negara dalam jangka panjang, tetapi jangka pendek perlu kebijakan dividen yang cermat dan penjagaan risiko leverage yang ketat," tegas Achmad lagi.