Sosok Anies Baswedan sudah hampir dipastikan maju kembali pada Pilkada Jakarta 2024, eks kontestan Pilpres 2024 itu sudah resmi mengantongi dukungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk kembali bertarung kedua kalinya di Pilkada Jakarta.
Meski sudah mendapat restu PKS, namun perjalanan Anies supaya resmi menjadi calon gubernur DKI yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) jelas tidak mudah.
Ada sejumlah hambatan yang merintangi, salah satu faktornya adalah penunjukan Sohibul Iman, kader PKS yang didapuk partainya menjadi bakal calon wakil gubernur pendamping Anies Baswedan. Penunjukan Sohibul justru bikin nilai tawar Anies Baswedan anjlok.
Baca Juga: Polemik Istana Garuda: Warna Gelap, Aura Mistis dan Ruangan Melayang di Antara Tebing 30 Meter
Tengkok saja sikap dua sohib PKS di dalam Koalisi Perubahan yakni PKB dan NasDem setelah Anies dipasangkan dengan Shohibul, keduanya langsung mengajukan tawaran dengan menyodorkan kader-kader terbaiknya sebagai bakal calon wakil gubernur menggantikan posisi Sohibul. Hanya saja lobi politik ketiga partai itu alot.
Bahkan PKB dan NasDem oleh sejumlah pakar politik dinilai sudah tak sepenuh hati mendukung Anies Baswedan, mereka sudah tak sungguh-sungguh satu kubu dengan PKS di Pilkada Jakarta kali ini
Buktinya sampai sekarang keduanya belum secara resmi mendeklarasikan dukungannya. PKB memang pernah menyatakan dukungannya secara resmi, tetapi itu baru di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), sementara di jajaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sampai sekarang tak bergeming.
Anies Baswedan di Ujung Tanduk
Melihat kondisi yang sekarang ini, Anies Baswedan bisa saja gagal maju lewat PKS dan koalisi perubahan, apalagi PKB dan NasDem saat ini sudah menjadi bagian dari partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pasca kekalahan di Pilpres 2024.
Kedua partai memutuskan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran bersama sejumlah partai besar lainnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). PKS ditinggal sendiri di luar pemerintahan.
Posisi Anies Baswedan semakin terancams setelah aliansi partai pendukung Prabowo-Gibran membentuk koalisi jumbo bernama KIM Plus untuk menampung partai-partai yang berada di internal KIM dan partai di luar KIM yang hendak menjadi pendukung pemerintah. KIM Plus dibentuk untuk menghadapi Pilkada Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
PKB dan NasDem disebut-sebut sedang mempertimbangkan hal ini, di sisi lain KIM Plus terus bergerak menggalang kekuatan dengan menyodorkan tawaran ke berbagai partai politik termasuk ke PKS dan PDI Perjuangan yang saat ini masih berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran. PDI sendiri sudah menolak tawaran tersebut, sedangkan PKS belum mengambil sikap.
Apabila dikemudian hari PKS bersama PKB dan NasDem memutuskan bergabung dengan KIM Plus, maka nasib Anies Baswedan jelas semakin tak menentu. Riwayatnya bisa tamat dalam perjalanan menuju Pilkada Jakarta. Perlu dicatat, peluang ketiga partai ini bergabung KIM Plus masih terbuka lebar.
Baca Juga: PDIP Akui Ahok-Anies Mulai Buka Komunikasi tapi Peluang Duet di Pilkada Jakarta Sangat Kecil
Anies semakin terpojok, satu-satunya Pilihan yang harus diambil jika ogah ikut PKS ke KIM plus adalah bergabung dengan PDI Perjuangan, tetapi langkah itu juga tak bisa membuatnya mendarat mulus di gelanggang Pilkada Jakarta, sebab PDI Perjuangan tak bisa mengusung calon sendiri karena keterbatasan kursi di DPRD DKI Jakarta.
Saat ini jumlah kursi PDI Perjuangan hanya 15 saja, sementera ketentuan KPU terkait pengusungan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 minimal adalah 22 kursi.
Apabila kondisi ini benar terjadi, maka visi-misi pembentukan KIM Plus yang mengupayakan calon tunggal di Pilkada Jakarta bisa terjadi, pasangan calon yang diusung KIM plus berpeluang berpeluang melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta.
"So, pasti Anies tidak bisa dicalonkan oleh tiga partai politik yang tadinya akan mencalonkan. Ini (Anies) akan ke mana? Seandainya ke PDI Perjuangan, sementara PDI Perjuangan baru 15 kursi, dengan siapa (berkoalisi)," kata Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Siti Zhuro.
Skenario Menjegal Anies
Pembentukan KIM Plus dinilai sebagai upaya menjegal Anies Baswedan di Pilkada Jakarta. Posisi Anies dikunci dengan menarik semua partai politik pendukung masuk KIM plus.
Dugaan skenario menjegal Anies Baswedan di Pilkada Jakarta belakangan santer. PDI Perjuangan lewat Sekjennya Hasto Kristiyanto bahkan mengaku telah mendapat informasi penjegalan tersebut. Pilkada Jakarta kemungkinan besar berlangsung tak demokratis.
Sementara itu Anies Baswedan menanggapi datar kabar penjegalan itu, dia mengaku terus memantau perkembangan politik. Disamping itu dirinya terus berupaya menggalang dukungan masyarakat untuk menghadapi hajatan Pilkada kali ini.
Baca Juga: Hubungan Jokowi-Megawati Tetap Harmonis
Di sisi lain, Gerindra mengeklaim pembentukan KIM Plus tidak hanya untuk kebutuhan Pilkada semata, tetapi tujuan pembuatan koalisi ini adalah sebagai benteng bagi pemerintahan Prabowo-Gibran selama lima tahun ke depan. KIM plus adalah koalisi berskala nasional, bukan berlevel provinsi untuk hajatan Pilkada saja.
Tudingan menjegal Anies Baswedan dibantah habis-habisan dengan dalih bahwa di era demokrasi sekarang ini siapa pun boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah asalkan memenuhi syarat. Tak ada yang melarang atau berupaya menghalang-halangi proses pencalonan sebab itu sama saja mencederai demokrasi.
"KIM Plus ini dibentuk untuk kemajuan Indonesia ke depan, tidak hanya sebatas pilkada. Iya (bantah jegal Anies). Sekarang ini alam demokrasi. Kalau partai politik ingin mencalonkan siapa, kan kita juga enggak bisa melarang," kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad