Jejak Historis Inggris di Palestina

Dikutip dari Kumparan, Inggris memiliki peran sentral dalam sejarah Palestina. Pada 1917, Deklarasi Balfour yang diterbitkan London mendukung pembentukan “tanah air nasional Yahudi” di Palestina.

Mandat Britania (1920–1948) mendorong imigrasi Yahudi besar-besaran dan menimbulkan konflik dengan penduduk Arab. Pada 1948, Inggris menarik diri, membuka jalan bagi berdirinya Israel sekaligus meninggalkan konflik panjang yang hingga kini belum terselesaikan.

Gelombang Dukungan Global

Inggris tidak sendiri. Dua hari sebelumnya, Australia dan Kanada juga resmi mengakui Palestina.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese bersama Menlu Penny Wong menyatakan bahwa Australia mendukung aspirasi sah rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri, dikutip dari CNN.

Kanada pun menyusul. Perdana Menteri, Mark Carney, dalam laman media social X, menegaskan bahwa Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan dalam membangun janji masa depan yang damai bagi Negara Palestina dan Negara Israel.

Tak hanya itu, Portugal juga dipastikan akan segera menyampaikan pengakuan resmi bersamaan dengan Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York.

Respons Palestina dan Israel

Presiden Palestina Mahmud Abbas menyambut baik langkah Inggris, Kanada, dan Australia.

“Ini merupakan langkah penting dan perlu menuju tercapainya perdamaian yang adil dan abadi sesuai dengan legitimasi internasional,” ujarnya, dikutip dari AFP.

Sebaliknya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak keras pengakuan ini, menyebutnya sebagai “hadiah bagi Hamas” dan menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan pernah terwujud.

Namun, Starmer membantah tudingan itu.

“Pengakuan ini murni untuk mendukung solusi dua negara, yang sangat berlawanan dengan visi Hamas yang penuh kebencian,” tegasnya, dikutip dari CNBC Indonesia.

Dengan bergabungnya Inggris, Kanada, dan Australia, kini lebih dari 140 negara anggota PBB secara resmi telah mengakui Palestina.

Langkah ini dinilai sebagai tamparan diplomatik bagi Israel, sekaligus memperlihatkan bahwa sekutu tradisional AS mulai mengambil posisi berbeda dengan Washington.

Presiden AS Donald Trump bahkan mengakui bahwa pengakuan Palestina adalah “salah satu dari sedikit perbedaan” kebijakan antara dirinya dan PM Starmer.

Baca Juga: Prabowo Tak Sekadar Bicara, Ini Bukti Nyata Bela Palestina