Korupsi telah lama menjadi masalah utama yang menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Meski berbagai kebijakan telah diterapkan oleh pemerintah, tetap banyak yang meragukan efektivitas pemberantasan korupsi. Berbagai upaya seperti pembentukan lembaga antikorupsi dan kampanye publik seringkali dianggap tidak cukup atau tidak konsisten, apalagi dengan munculnya modus korupsi baru yang semakin canggih. Tantangan politik, ekonomi, dan budaya yang ada juga memperburuk keadaan

Melihat kondisi tersebut, korupsi masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, lembaga, maupun masyarakat untuk memberantasnya. Dengan hadirnya Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, banyak harapan yang bergantung untuk mencapai masa depan tanpa korupsi di Indonesia.

“Pemberantasan korupsi adalah salah satu penyakit terbesar di Indonesia. (Pasalnya), kegagalan dalam penegakan hukum akan menghambat kemajuan bangsa,” kata Prof. Mahfud MD dalam acara diskusi "Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsi" yang diadakan oleh Universitas Paramadina & Institut Harkat Negeri, Kamis (21/11/2024).

Baca Juga: Dari Dana Desa hingga Impor Gula, Ini Deretan Kasus Korupsi yang Diungkap di Awal Pemerintahan Prabowo, 28 Koruptor Sudah Dipenjara

Kendati demikian, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia itu menegaskan pentingnya untuk tidak putus asa dan terus memperjuangkan perbaikan.

Dalam kesempatan yang sama, Sudirman Said, selaku Ketua Institut Harkat Negeri, turut menyoroti kemerosotan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah revisi Undang-Undang KPK yang dinilai melemahkan lembaga pemberantasan korupsi. Hal ini menyebabkan tantangan baru dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan. 

“Korupsi kini semakin memburuk, dan kita harus terus mengisi Indonesia dengan semangat pemberantasan korupsi,” ujar Sudirman.

Pasalnya, korupsi tidak hanya merusak tatanan sosial dan hukum, tetapi juga mengancam kestabilan ekonomi negara. Indonesia kehilangan potensi pendapatan negara yang sangat besar akibat praktik korupsi, dengan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.

Studi dari BPKP menunjukkan bahwa lebih dari separuh anggaran negara tidak dikelola dengan efisien, yang menyebabkan kebocoran besar dalam APBN. Dalam sektor perpajakan, proses negosiasi pajak yang melibatkan oknum tertentu juga menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara.

Sudirman Said menyoroti jika Indonesia berhasil memberantas korupsi, target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat tercapai. “Jika korupsi dapat diberantas, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7% per tahun,” tambahnya.

Baca Juga: Prabowo Wanti-Wanti Calon Menteri Agar Tak Korupsi

Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal citra bangsa, tetapi juga peluang untuk memperbaiki perekonomian negara secara menyeluruh.

Turut hadir dalam diskusi tersebut, Adrian Wijanarko, sebagai Koordinator Anti Korupsi Universitas Paramadina juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi konflik kepentingan yang muncul akibat dominasi kelompok tertentu dalam pemerintahan. 

Menurutnya, ketidakmampuan untuk memisahkan kepentingan pribadi atau golongan dari tugas publik menjadi salah satu faktor yang memengaruhi objektivitas pengambilan keputusan. Hal ini membuka celah bagi praktik korupsi yang lebih luas.

Salah satu solusi yang disarankan, yaitu penguatan sistem pelaporan kekayaan pejabat publik melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Selain itu, pentingnya pengaturan lebih ketat terkait pergerakan uang, melalui Undang-Undang tentang Pembatasan Belanja Uang Tunai, juga menjadi perhatian utama dalam pemberantasan korupsi.

Dengan adanya aturan yang mewajibkan setiap transaksi besar dilakukan melalui bank dan tercatat dengan jelas, diharapkan dapat mengurangi praktik pencucian uang yang sering kali terjadi tanpa jejak.

Reformasi dalam pengawasan lembaga antikorupsi, seperti KPK, juga menjadi isu penting dalam diskusi ini. Dengan terpilihnya pimpinan baru KPK, muncul harapan bahwa lembaga ini akan kembali memperkuat upaya pemberantasan korupsi.

Baca Juga: Istana Yakin Indonesia Jadi Negara Makmur Jika Tak Ada Koruptor

Namun, beberapa kalangan juga menyuarakan kekhawatiran terkait langkah mundur dalam kebijakan KPK, seperti rencana penghapusan Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang selama ini menjadi simbol keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi.

Meskipun tantangan besar masih menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia, harapan untuk masa depan tetap ada. Kita harus mendorong agar lembaga antikorupsi bekerja lebih transparan, dengan pengawasan yang ketat dan sistem yang lebih inklusif.

Pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama, tidak hanya untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan, tetapi juga untuk membuka peluang besar dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan yang lebih merata bagi rakyat Indonesia.