Daftar Barang yang Akan Dikenakan Bea Masuk 200 Persen

Zulhas menyebutkan setidaknya ada 7 barang yang akan dikenakan bea masuk 200 persen atau bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP).

Sebagai informasi, BMAD adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian. Adapun dumping merupakan praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. Sementara, BMTP merupakan pungutan yang dapat dikenakan terhadap barang impor apabila terjadi lonjakan jumlahnya, baik secara absolut maupun relatif.

“Komoditas itu adalah tekstil produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, produk kecantikan, barang tekstil sudah jadi, dan alas kaki. Tentu Kemendag akan melakukan segala upaya sesuai aturan baik nasional maupun yang sudah disepakati lembaga dunia, seperti WTO (World Trade Organization),” urai Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulis pada Selasa (09/07/2024).

Ia memastikan bahwa penetapan BMAD ditentukan berdasarkan hasil pantauan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Sedangkan, penetapan BMPT diputuskan berdasarkan hasil hitungan dan analisis Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terkait banyaknya produk impor yang masuk dalam 3 tahun terakhir.

Baca Juga: Rencana Pembuatan Family Office di Bali: Banyak Keuntungannya untuk RI

“Pada 3 tahun ini dilihat melonjak enggak (impor) yang mematikan usaha kita? Kemudian, kita boleh mengenakan BMAD. Untuk besaran BMAD dan BMPT akan tertuang dalam aturan yang akan segera diterbitkan. Nanti dihitung, bisa 50 persen, bisa 100 persen, bisa sampai 200 persen. Tergantung seberapa hasil dari KPPI dan KADI,” jelasnya.

Pro dan Kontra

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membuka suara terkait rencana pemerintah meningkatkan bea masuk untuk sejumlah komoditas tersebut hingga 200 persen. Mereka meminta kepada Kementerian Perdagangan dan juga kementerian/lembaga agar dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog guna penyempurnaan kebijakan dan menghindari semua dampak negatif yang mungkin timbul.

Meskipun ada wacana kenaikan bea masuk hingga 200 persen, Kadin mengimbau agar Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.

"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus, di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi.

Baca Juga: Kadin Indonesia Tegaskan Komitmen dalam Peningkatan Kapasitas UMKM

Berbeda dengan Kadin, Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak kurang setuju jika pemberlakuan tarif bea masuk 200 persen ini ditujukan untuk semua jenis industri. Menurutnya, kebijakan ini hanya diterapkan pada industri tekstil, pakaian, dan baja yang saat ini paling terancam dengan banjirnya produk Tiongkok berharga murah. 

"Setiap sektor industri memerlukan kebijakan atau pendekatan yang berbeda-beda. Tidak bisa disamakan begitu saja karena kondisi dan iklim bisnisnya berbeda antara satu industri dengan yang lainnya," ungkap Amin seperti yang dikutip dari Media Indonesia.

Dalam setiap kebijakan tentu ada dampak positif dan juga risikonya. Amin menyatakan bahwa kebijakan pemerintah ini berdampak positif dari segi pengurangan impor sehingga transaksi pembayaran dengan dolar Amerika Serikat berkurang. Devisa juga tidak digunakan untuk membayar belanja impor tersebut. Selain itu pengenaan bea masuk tinggi bertujuan melindungi industri lokal dari persaingan produk impor.

Namun di sisi lain, bahan baku impor yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri mungkin akan sulit masuk ke Indonesia, sehingga kebutuhan industri akan bahan baku impor juga akan sulit dipenuhi. Jika impor bahan baku tidak dapat digantikan dengan bahan baku substitusi impor, industri bisa kesulitan berproduksi.

Selain itu, Amin mengingatkan bahwa perlu diantisipasi meningkatnya barang ilegal yang masuk ke Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan industri dalam negeri kita mengalami keruntuhan jika barang-barang ilegal tersebut membanjiri pasar domestik.

“Kemungkinan adanya dampak seperti itu harus dipertimbangkan oleh Kemendag. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah siap dengan penegakan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan,” tanya Amin.