Industri keramik nasional sedang menghadapi berbagai tantangan termasuk persaingan dengan produk impor dari China. Tersiar kabar pemerintah berencana menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) 199% untuk produk impor keramik asal Negeri Tirai Bambu tersebut.
Rencana penerapan bea masuk atas produk keramik China awalnya muncul atas rekomendasi Komite Antidumping Indonesia (KADI) yang menerima keluhan dan masukan dari pelaku industri keramik. Sesuai rekomendasi Komite Antidumping Indonesia, bea masuk akan dikenakan selama lima tahun dengan besaran tarif bea masuk antara 100,12 dan 199,88 persen.
Wacana tersebut memicu pro dan kontra. Penerapan bea masuk ini diharapkan dapat membantu industri keramik nasional dalam menghadapi serbuan impor China, namun di sisi lain kebijakan tersebut bisa menaikkan harga jual yang ditanggung konsumen.
Baca Juga: Rhenald Kasali Komentari Kebijakan Tarif Anti-dumping
Lantas, akankah kebijakan ini efektif dalam menekan serbuan impor dari China? Atau justru sebaliknya?
Urgensi BMAD Keramik China
Penerapan BMAD oleh pemerintah RI merupakan antisipasi dari restriksi perdagangan yang saat ini terjadi. Tarif tinggi produk impor China juga dilakukan dan efektif di negara-negara lainnya, seperti Amerika Serikat, Mexico, Uni Eropa, India dan Timur Tengah.
Direktur PT Superior Porcelain Sukses Billy Law mengatakan, pihaknya merealisasikan pembangunan pabrik selama setahun ke belakang didorong rencana penerapan anti-dumping terhadap produk keramik impor asal China.
"Pada saat mengurus perizinan kami diberi keyakinan bahwa pemerintah Indonesia pasti akan melindungi Industri Dalam Negeri dari serbuan impor untuk menciptakan iklim investasi yang baik di Indonesia," tuturnya.
Selain itu, Direktur PT Rumah Keramik Indonesia Akiat juga menyampaikan, setelah satu dekade lebih menjadi importir keramik, pihaknya memutuskan untuk mendukung program subtitusi impor dan penggunaan produk dalam negeri dengan membangun pabrik di Batang sejak 2022.
"Kami sangat yakin bahwa kami bersama produsen lokal lainnya sangat sanggup memenuhi kebutuhan nasional dengan produk yang lebih baik dan lebih bervariasi dibanding produk impor," ungkapnya.
Kedua pabrik tersebut akan beroperasi mulai kuartal III/2023 tahun ini. Transformasi kedua pabrik keramik baru yang semula merupakan importir dan trader ini menjadi angin segar yang akan meningkatkan produksi keramik HT hingga 250 juta meter persegi per tahun.
Baca Juga: Guna Melindungi Industri dalam Negeri, Pemerintah Godok Rencana Tarif Bea Masuk 200 Persen
BMAD Akan Menyelamatkan Industri Keramik Nasional
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto menyebutkan pengenaan tarif anti-dumping yang tinggi untuk impor keramik China tidak akan membuat harga produk di pasar domestik melonjak. Justru, pengenaan BMAD ini bisa menyelamatkan industri keramik nasional.
"BMAD merupakan instrumen yang akan menyelamatkan industri keramik nasional, sekaligus magnet investasi baru. Konsumen akan memiliki banyak pilihan produk keramik yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau dan wajar," terangnya dalam siaran pers yang dikutip Olenka pada Kamis (01/08/2024).
Baca Juga: Jokowi Dorong Percepatan Produksi Minyak-Gas Bumi di Selat Makassar dan Indonesia Timur
Menurut Edy Suyanto, implementasi BMAD diharapkan dapat memulihkan kapasitas produksi keramik nasional, khususnya untuk Homogeneous Tiles (HT), yang sebelumnya hanya dapat memanfaatkan kapasitas produksi di bawah 40% akibat dampak kerugian dari praktik dumping.
Asaki optimis dengan penerapan BMAD, tingkat utilisasi produksi keramik nasional dapat meningkat kembali mencapai 80% pada tahun ini dan 90% pada tahun 2025.