Pemerintah berencana menerapkan tarif impor atau bea masuk sebesar 200 persen. Rencana ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan sejumlah menteri bidang ekonomi yang membahas topik utama relaksasi pajak kesehatan.
Beredar informasi bahwa tidak semua barang impor akan dikenakan bea masuk 200 persen. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan, pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada produk impor asal Cina yang membanjiri pasar Indonesia. Zulhas mengungkapkan, kebijakan itu akan diterapkan pihaknya dalam menyikapi persoalan perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS).
Akan tetapi informasi tersebut langsung dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyebut, safeguard ini diberlakukan untuk seluruh barang impor tanpa membedakan asal negara tertentu. Rencana penetapan tersebut dilakukan guna melindungi industri dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan norma-norma perdagangan internasional yang berlaku.
Mengutamakan Kepentingan Nasional
Kebijakan pemerintah tersebut masih dalam pembahasan oleh kementerian atau lembaga terkait serta dunia usaha. Presiden Joko Widodo meminta para menteri menggodoknya dan melaporkan perkembangan rencana tersebut dalam dua pekan mendatang (terhitung sejak Rakortas pada Selasa, 02/07/2024).
Kemenko Marves mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan untuk membahas masalah ini. Pihaknya bersepakat untuk mengutamakan kepentingan nasional, namun tidak mengabaikan kemitraan dengan negara sahabat, termasuk Tiongkok.
Baca Juga: Jokowi Perintahkan Luhut Bentuk Tim Khusus Godok Regulasi Family Office
Selain itu, Luhut mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi juga meminta untuk memperketat pengawasan atas impor, terutama pakaian bekas atau barang selundupan yang masuk ke Indonesia.
Hal ini diperlukan karena terdapat indikasi masuknya pakaian bekas dan barang selundupan yang mengganggu pasar dalam negeri. Pemerintah juga membuka pintu penyelidikan terhadap praktik-praktik perdagangan yang tidak fair, seperti dumping, dari negara manapun.
"Jadi kita tidak menargetkan negara tertentu, apalagi Tiongkok. Semua langkah diambil berdasarkan kepentingan nasional kita," ujar Luhut.
Menurutnya, hal ini perlu dikaji supaya kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan industri dalam negeri.
Baca Juga: Kapan Jokowi Terbitkan Keppres IKN?
Daftar Barang yang Akan Dikenakan Bea Masuk 200 Persen
Zulhas menyebutkan setidaknya ada 7 barang yang akan dikenakan bea masuk 200 persen atau bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP).
Sebagai informasi, BMAD adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian. Adapun dumping merupakan praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. Sementara, BMTP merupakan pungutan yang dapat dikenakan terhadap barang impor apabila terjadi lonjakan jumlahnya, baik secara absolut maupun relatif.
“Komoditas itu adalah tekstil produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, produk kecantikan, barang tekstil sudah jadi, dan alas kaki. Tentu Kemendag akan melakukan segala upaya sesuai aturan baik nasional maupun yang sudah disepakati lembaga dunia, seperti WTO (World Trade Organization),” urai Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulis pada Selasa (09/07/2024).
Ia memastikan bahwa penetapan BMAD ditentukan berdasarkan hasil pantauan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Sedangkan, penetapan BMPT diputuskan berdasarkan hasil hitungan dan analisis Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terkait banyaknya produk impor yang masuk dalam 3 tahun terakhir.
Baca Juga: Rencana Pembuatan Family Office di Bali: Banyak Keuntungannya untuk RI
“Pada 3 tahun ini dilihat melonjak enggak (impor) yang mematikan usaha kita? Kemudian, kita boleh mengenakan BMAD. Untuk besaran BMAD dan BMPT akan tertuang dalam aturan yang akan segera diterbitkan. Nanti dihitung, bisa 50 persen, bisa 100 persen, bisa sampai 200 persen. Tergantung seberapa hasil dari KPPI dan KADI,” jelasnya.
Pro dan Kontra
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membuka suara terkait rencana pemerintah meningkatkan bea masuk untuk sejumlah komoditas tersebut hingga 200 persen. Mereka meminta kepada Kementerian Perdagangan dan juga kementerian/lembaga agar dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog guna penyempurnaan kebijakan dan menghindari semua dampak negatif yang mungkin timbul.
Meskipun ada wacana kenaikan bea masuk hingga 200 persen, Kadin mengimbau agar Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.
"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus, di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," kata Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi.
Baca Juga: Kadin Indonesia Tegaskan Komitmen dalam Peningkatan Kapasitas UMKM
Berbeda dengan Kadin, Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak kurang setuju jika pemberlakuan tarif bea masuk 200 persen ini ditujukan untuk semua jenis industri. Menurutnya, kebijakan ini hanya diterapkan pada industri tekstil, pakaian, dan baja yang saat ini paling terancam dengan banjirnya produk Tiongkok berharga murah.
"Setiap sektor industri memerlukan kebijakan atau pendekatan yang berbeda-beda. Tidak bisa disamakan begitu saja karena kondisi dan iklim bisnisnya berbeda antara satu industri dengan yang lainnya," ungkap Amin seperti yang dikutip dari Media Indonesia.
Dalam setiap kebijakan tentu ada dampak positif dan juga risikonya. Amin menyatakan bahwa kebijakan pemerintah ini berdampak positif dari segi pengurangan impor sehingga transaksi pembayaran dengan dolar Amerika Serikat berkurang. Devisa juga tidak digunakan untuk membayar belanja impor tersebut. Selain itu pengenaan bea masuk tinggi bertujuan melindungi industri lokal dari persaingan produk impor.
Namun di sisi lain, bahan baku impor yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri mungkin akan sulit masuk ke Indonesia, sehingga kebutuhan industri akan bahan baku impor juga akan sulit dipenuhi. Jika impor bahan baku tidak dapat digantikan dengan bahan baku substitusi impor, industri bisa kesulitan berproduksi.
Selain itu, Amin mengingatkan bahwa perlu diantisipasi meningkatnya barang ilegal yang masuk ke Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan industri dalam negeri kita mengalami keruntuhan jika barang-barang ilegal tersebut membanjiri pasar domestik.
“Kemungkinan adanya dampak seperti itu harus dipertimbangkan oleh Kemendag. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah siap dengan penegakan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan,” tanya Amin.