Dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, pendiri Mayapada Group, Dato Sri Tahir, nyatanya bisa menginspirasi banyak orang bukan dari uang yang dimilikinya, tetapi dari perjalanan hidupnya. Tahir mengisahkan, ia berasal dari keluarga tidak mampu hingga berproses menjadi seperti sekarang ini.
Pria yang memiliki nama asli Ang Tjoen Ming yang lahir di Surabaya, 26 Maret 1952 ini pun ternyata memiliki filosofis kehidupan yang luar biasa. Hal tersebut pun ia ceritakan dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice.
Tahir mengatakan filosofi hidup tidak bisa diperoleh dari orang yang sebenarnya sudah lahir dari anak orang kaya, yang mana segalanya sudah tersiapkan sehingga hanya bisa bicara soal hebatnya harta yang dipunya.
Dan, pelajaran hidup yang penting diketahui oleh anak muda dari Tahir adalah meraih kesuksesan itu bukanlah perkara mudah. Sebaliknya kemungkinan besar kita harus merasakan sakitnya kegagalan hingga akhirnya benar-benar mengecap keberhasilan seperti yang diraih Tahir sekarang.
Tahir juga mengingatkan bahwa sejatinya kita harus membangun kekuatan dari dalam diri sendiri. Kita harus selalu berjuang dan bekerja keras untuk membentuk kemandirian dan kekuatan diri.
Lantas, seperti apa filosofi kehidupan yang dianut Tahir, yang berhasil mengubahnya dari sosok ‘melarat’ menjadi konglomerat? Berikut Olenka ulas kisahnya.
Filosofi yang Dianut Tahir
Ada satu filosofi yang melekat dalam pikiran Tahir. Ia pun telah membuktikan filosofi itu dalam dirinya dan orang lain. Tahir mengatakan, sejatinya kita harus membangun kekuatan dari dalam diri sendiri. Kita harus selalu berjuang dan bekerja keras untuk membentuk kemandirian dan kekuatan diri.
“Bangun kekuatan dari dalam diri sendiri. Berjuanglah untuk itu. Ketika kita berhasil karena orang lain, kita akan berada dalam posisi yang lemah. Kekuatan itu bisa hilang kapan saja atau diambil oleh orang lain. Jika kita membangun kekuatan sendiri, tidak ada yang bisa mengambilnya,” papar Tahir.
Baca Juga: Kisah ‘Dramatis’ Dato Sri Tahir Jadi Agen Tunggal Duralex
Tahir mengakui, sampai saat ini pun dirinya terus menjalankan filosofi tersebut. Ia pun merasa bersyukur menjadi pengikut setia kebijaksanaan ini. Ia benar-benar percaya bahwa setiap individu menyimpan sumber kekuatan yang sangat besar di dalam dirinya sendiri. Dan kata Tahir, kita semua menyimpan sumber kekuatan yang tidak dapat diprediksi.
“Bahkan apa yang mungkin tampak lemah di luar mungkin hanyalah kedok dari kekuatan luar biasa yang perlu dieksplorasi. Mengapa? Karena kelemahan seperti itu tidak hanya muncul karena merasa disingkirkan,” tegas Tahir.
Tahir melanjutkan, kelemahan itu muncul karena kita sendiri menyadari kekuatan lain yang menopang diri kita. Namun ia mengatakan, jika sebenarnya ada kekuatan lain yang bisa kita andalkan dan gunakan sebagai sarana percepatan yang membuat kita terbawa suasana.
“Ada kekuatan lain yang dapat kita manfaatkan yang membuat kita mengubur kekuatan internal kita sendiri yang seharusnya menjadi pelindung kita setiap saat,” ujar Tahir.
Tahir menuturkan, tak bisa dipungkiri, kebanyakan orang lebih memilih untuk menjadi lemah karena melihat fasilitas di sekitarnya. Atau mungkin, kata Tahir, orang seperti itu mungkin sedang kehilangan harapan.
“Kita tidak percaya bahwa sebenarnya ‘semangat seorang pejuang’ ada di dalam diri kita sendiri. Semangat itu terkurung di dalam dan tidak dibiarkan bebas untuk menunjukkan kekuatannya,” tutur Tahir.
Tahir pun tak menampik, saat dirinya masih muda dan lajang, ia pun pernah terjebak dalam perasaan terpuruk seperti itu lantaran ia kerap mengalami hinaan dan ejekan dari orang sekitarnya hampir setiap hari. Tak pelak, ia pun tumbuh jadi pribadi yang rendah diri.
“Jujur saja, sejak kecil saya sudah terbiasa dengan hinaan. Saya pun tumbuh jadi pemuda yang rendah diri. Bahkan, saat saya beranjak dewasa, saya merasa nyaman dengan kondisi orang tua saya yang semakin membaik,” ujar Tahir.
“Akibatnya, saya jadi orang yang tidak percaya bahwa saya memiliki kemampuan. Saya juga merasa aman karena di bawah perlindungan ekonomi orang tua saya. Ini adalah kombinasi yang berbahaya,” sambung Tahir.
Namun, lanjut Tahir, ia pun seakan dituntun oleh Tuhan untuk masuk ke dalam keluarga besar Mochtar Riady. Bagi Tahir, keluarga Riady ini memberikannya sekolah kehidupan yang luar biasa. Keluarga sang taipan ini, lanjut Tahir, membawanya ke dalam pertempuran yang berat, ujian kemandirian, dan pada akhirnya menguatkan dirinya.
“Tahun 80-an adalah dekade pengembangan diri, program pelatihan yang mendewasakan saya. Keluarga Mochtar Riady menjadi ‘pelatih’ yang sangat baik untuk membangun mental saya,” pungkas Tahir.
Baca Juga: Kekaguman Dato Sri Tahir pada Sosok Mochtar Riady