Tahir mengakui, sampai saat ini pun dirinya terus menjalankan filosofi tersebut. Ia pun merasa bersyukur menjadi pengikut setia kebijaksanaan ini. Ia benar-benar percaya bahwa setiap individu menyimpan sumber kekuatan yang sangat besar di dalam dirinya sendiri. Dan kata Tahir, kita semua menyimpan sumber kekuatan yang tidak dapat diprediksi.

“Bahkan apa yang mungkin tampak lemah di luar mungkin hanyalah kedok dari kekuatan luar biasa yang perlu dieksplorasi. Mengapa? Karena kelemahan seperti itu tidak hanya muncul karena merasa disingkirkan,” tegas Tahir.

Tahir melanjutkan, kelemahan itu muncul karena kita sendiri menyadari kekuatan lain yang menopang diri kita. Namun ia mengatakan, jika sebenarnya ada kekuatan lain yang bisa kita andalkan dan gunakan sebagai sarana percepatan yang membuat kita terbawa suasana.

“Ada kekuatan lain yang dapat kita manfaatkan yang membuat kita mengubur kekuatan internal kita sendiri yang seharusnya menjadi pelindung kita setiap saat,” ujar Tahir.

Tahir menuturkan, tak bisa dipungkiri, kebanyakan orang lebih memilih untuk menjadi lemah karena melihat fasilitas di sekitarnya. Atau mungkin, kata Tahir, orang seperti itu mungkin sedang kehilangan harapan.

“Kita tidak percaya bahwa sebenarnya ‘semangat seorang pejuang’ ada di dalam diri kita sendiri. Semangat itu terkurung di dalam dan tidak dibiarkan bebas untuk menunjukkan kekuatannya,” tutur Tahir.

Tahir pun tak menampik, saat dirinya masih muda dan lajang, ia pun pernah terjebak dalam perasaan terpuruk seperti itu lantaran ia kerap mengalami hinaan dan ejekan dari orang sekitarnya hampir setiap hari. Tak pelak, ia pun tumbuh jadi pribadi yang rendah diri.

“Jujur saja, sejak kecil saya sudah terbiasa dengan hinaan. Saya pun tumbuh jadi pemuda yang rendah diri. Bahkan, saat saya beranjak dewasa, saya merasa nyaman dengan kondisi orang tua saya yang semakin membaik,” ujar Tahir.

“Akibatnya, saya jadi orang yang tidak percaya bahwa saya memiliki kemampuan. Saya juga merasa aman karena di bawah perlindungan ekonomi orang tua saya. Ini adalah kombinasi yang berbahaya,” sambung Tahir.

Namun, lanjut Tahir, ia pun seakan dituntun oleh Tuhan untuk masuk ke dalam keluarga besar Mochtar Riady. Bagi Tahir, keluarga Riady ini memberikannya sekolah kehidupan yang luar biasa. Keluarga sang taipan ini, lanjut Tahir, membawanya ke dalam pertempuran yang berat, ujian kemandirian, dan pada akhirnya menguatkan dirinya.

“Tahun 80-an adalah dekade pengembangan diri, program pelatihan yang mendewasakan saya. Keluarga Mochtar Riady menjadi ‘pelatih’ yang sangat baik untuk membangun mental saya,” pungkas Tahir.

 Baca Juga: Kekaguman Dato Sri Tahir pada Sosok Mochtar Riady