Berdasarkan Laporan Google e-Conomy SEA 2024, ekonomi digital Indonesia tercatat mencapai nilai transaksi bruto (GMV) sebesar US$90 miliar pada tahun 2024 dan diproyeksikan akan melonjak hingga US$360 miliar pada tahun 2030. Setidaknya, ada empat tren IT yang diprediksi akan berkembang pesat di tengah poyeksi besarnya ekonomi digital Indonesia.
Haris Izmee, Direktur Utama Equinix Indonesia, menjelaskan bahwa ekspansi pesat ekonomi digital Indonesia yang didukung oleh makin banyaknya dukungan dari pemerintah dan adopsi cloud oleh bisnis, akan meningkatkan permintaan untuk infrastruktur pusat data yang lebih kuat. Selain itu, inovasi dalam bidang AI (kecerdasan buatan), IoT (Internet of Things), dan analitik big data yang dikombinasikan dengan solusi berkelanjutan dan efisiensi energi, akan makin memacu permintaan terhadap pusat data yang canggih.
Baca Juga: Survei: 62% Pekerja Takut Tergusur oleh Teknologi AI, Ini 5 Alasannya!
"Dalam mendukung komitmen Indonesia terhadap transformasi digital demi mendukung visi Indonesia Emas 2045 dan misi Asta Cita dari pemerintah, Equinix telah siap untuk memfasilitasi perkembangan ini dengan menyediakan infrastruktur digital yang tangguh serta layanan-layanan penting yang mendukung pertumbuhan organisasi," tegasnya, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (23/12/2024).
Tren 1: Private AI
Sebagian besar lonjakan awal dalam penerapan layanan AI didorong oleh ketersediaan Large Language Models (LLMs) pada cloud publik. Namun, kini makin banyak perusahaan digital yang menyadari bahwa pendekatan infrastruktur alternatif mungkin lebih cocok untuk beberapa jenis beban kerja AI, terutama yang melibatkan data pribadi.
Dalam konteks tren ini, lanskap digital Indonesia yang berkembang pesat, termasuk pasar IoT (Internet of Things), diperkirakan akan mencapai nilai pasar US$40 miliar pada tahun 2025 dengan lebih dari 1,346 miliar koneksi IoT tercatat pada tahun 2022. Percepatan konektivitas digital ini menekankan pentingnya bagi perusahaan untuk menerapkan model AI yang lebih terlokalisasi, terutama yang memproses data sensitif, melalui infrastruktur privat.
"Alih-alih mengirimkan data dan pertanyaan pengguna untuk diproses oleh model di cloud publik, yang dikenal dengan pendekatan 'Data to Model', banyak organisasi kini beralih menggunakan pendekatan 'Model to Data'. Pendekatan ini melibatkan penerapan model AI pada infrastruktur komputasi privat yang terletak dekat dengan penyimpanan data privat organisasi, biasanya di lokasi fisik yang lebih dekat dengan pengguna akhir model tersebut. Pendekatan ini berpotensi memberikan manfaat dari segi privasi, kecepatan, dan biaya," ujar Haris.
Pendekatan ‘Model to Data' sejalan dengan Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 39/2019, kebijakan ini membentuk dasar yang kuat untuk pengembangan AI dengan menerapkan prinsip data-once-only. Prinsip ini mewajibkan sinkronisasi arsitektur data di seluruh lembaga nasional dan lokal, yang mengutamakan perlindungan data, persetujuan pengguna, pertukaran data antar lembaga yang aman, serta proses yang efisien untuk mengurangi pengumpulan data yang berlebihan untuk mendukung inovasi AI dan meningkatkan kerja sama antar lembaga publik.
Haris menekankan, "Pada tahun 2025, kami memperkirakan akan terjadi peningkatan proporsi perusahaan yang menerapkan infrastruktur AI hibrida. Di Indonesia, Kalimantan Timur, Jakarta, dan Kepulauan Riau menjadi wilayah dengan minat dan permintaan terhadap AI tertinggi. Industri utama yang mendorong minat pencarian AI adalah pemasaran, game, dan pendidikan. Selain itu, unduhan aplikasi seluler yang menggunakan fitur AI menunjukkan bahwa 69% pengguna tertarik pada fitur AI lainnya, sementara 9% tertarik pada efek foto dan 9% pada pengeditan video."
Tren 2: Penguatan Keamanan Siber dengan Kemampuan AI dan Kuantum
Komputasi kuantum akan menjadi ancaman utama bagi keamanan siber yang makin cepat berlaku. Ini menghadirkan risiko serius terhadap elemen-elemen penting dari infrastruktur utama publik saat ini dan diperkirakan akan mampu memecahkan enkripsi dalam hitungan menit. Bahkan, aktor negara sudah mulai mengumpulkan data sensitif yang terenkripsi dengan tujuan untuk mendekripsinya di masa depan saat teknologi ini tersedia yang dikenal dengan serangan harvest now, decrypt later.
Untuk memperkuat kehadiran komputasi kuantum di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan Inisiatif Kuantum Indonesia yang bertujuan membantu pembuat kebijakan dalam membangun infrastruktur dan ekosistem di bidang pendidikan, riset, pengembangan, serta penerapan teknologi kuantum di seluruh nusantara.
Baca Juga: Didukung UU PDP, Solusi Keamanan Siber Diprediksi Masih Jadi Tren di Tahun 2025
"Untuk mengatasi ancaman ini, kriptografi kuantum dan alat AI generatif makin menjadi komponen penting dalam strategi keamanan siber bagi organisasi. Sebagai contoh, Quantum Key Distribution as a Service (QaaS), layanan cloud yang memungkinkan akses internet ke teknologi distribusi utama kuantum, menawarkan perlindungan kuat untuk jaringan perusahaan swasta, memastikan komunikasi yang aman dan integritas data. Quantum Key Distribution akan memberikan tingkat keamanan yang belum pernah ada sebelumnya, melindungi data sensitif dari ancaman siber yang makin kompleks," terang Haris Izmee.
Dia menerangkan, Equinix mendukung lonjakan kuantum melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan seperti Quinessence Lab, SK Telecom, Toshiba, dan BT. Kemitraan ini memberikan akses ke solusi keamanan siber yang ditingkatkan oleh teknologi kuantum kepada organisasi untuk mengatasi serangan harvest now, decrypt later dan memastikan data tetap aman, baik sekarang maupun di masa depan.
Tren 3: Memanfaatkan Komputasi Edge untuk Meningkatkan Kedaulatan Data
Fokus pemerintah yang makin besar terhadap kedaulatan data, ditambah dengan berkembangnya IoT (Internet of Things), AI generatif, dan aplikasi waktu nyata, mengharuskan adanya infrastruktur IT yang kuat di ujung jaringan. Komputasi edge memungkinkan pemrosesan data secara lokal, mengurangi risiko transfer data, dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang nasional yang berkaitan dengan kedaulatan data yang berbeda-beda di seluruh Asia-Pasifik. Laporan Gartner® Building an Edge Computing Strategy menemukan bahwa pada akhir tahun 2026, 70% perusahaan besar akan memiliki strategi komputasi edge yang terdokumentasi, dibandingkan dengan kurang dari 10% pada tahun 2023.
"Layanan komputasi edge makin diandalkan untuk memungkinkan bisnis dan pemerintah memproses data lebih dekat dengan sumbernya sehingga menghasilkan waktu respons yang lebih cepat dan meningkatkan keamanan data. Pendekatan terlokalisasi ini akan menjadi sangat penting untuk mematuhi peraturan kedaulatan data, terutama di wilayah dengan undang-undang perlindungan data yang ketat," tegasnya.
Tren 4: Meningkatkan Aplikasi Bisnis dengan Hybrid Multicloud
Asia-Pasifik merupakan rumah bagi 37% pusat data cloud dunia dengan pasar cloud publik Asia-Pasifik diperkirakan akan tumbuh pada CAGR sebesar 26% hingga tahun 2026, dengan ekspansi yang direncanakan di pasar-pasar seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dengan penyedia layanan cloud besar seperti Google Cloud, Amazon Web Services (AWS), Microsoft Azure, dan Alibaba Cloud yang meluncurkan wilayah cloud di Indonesia, negara ini diperkirakan akan menjadi pasar cloud publik terbesar kedua di Asia Tenggara.
Namun, di sisi lain, Haris melihat banyak perusahaan mengadopsi pendekatan hybrid multicloud yang menggabungkan kelincahan dari berbagai layanan cloud publik dengan manfaat infrastruktur cloud pribadi. Beberapa faktor mendorong perusahaan menuju solusi hybrid multicloud, termasuk kelangkaan GPU, biaya cloud yang tidak dapat diprediksi, rasio harga terhadap kinerja untuk beban kerja yang dapat diprediksi, dan kasus penggunaan tertentu yang mengharuskan data sepenuhnya berada di bawah kendali pelanggan.
"Hybrid multicloud akan terus menjadi standar bagi perusahaan yang ingin mengoptimalkan infrastruktur TI mereka dengan menyeimbangkan manfaat cloud publik dan pribadi. Platform infrastruktur digital global Equinix menawarkan konektivitas berkecepatan tinggi ke ekosistem penyedia cloud dan jaringan yang luas, memungkinkan integrasi yang mulus dan pergerakan data yang efisien," tegasnya.
Dengan meningkatnya kekhawatiran terkait keberlanjutan, dia menekankan, makin penting bagi bisnis untuk mengadopsi teknologi canggih ini dengan cara yang meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Dengan mengadopsi teknologi-teknologi yang berpandangan jauh ke depan, perusahaan-perusahaan Indonesia tidak hanya dapat berkembang di dunia digital yang terus berubah, tetapi juga berkontribusi pada upaya keberlanjutan global.