Isu dugaan korupsi lewat modus penggelembungan dana dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung belakangan ini mencuat ke publik, desas-desus itu kini menggelinding menjadi bola liar. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeklaim telah melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi tersebut sejak awal 2025, namun hingga kini belum ada pihak yang diperiksa atau dimintai keterangan. 

Terkait pihak-pihak yang patut diperiksa atau dimintai keterangan perihal dugaan korupsi tersebut, eks Menkopolhukam Mahfud MD menyebut beberapa nama. Menurut Mahfud untuk menyelidiki proyek yang menguras anggaran hingga Rp116 triliun itu ada tiga menteri era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bisa dimintai keterangan. 

Baca Juga: Whoosh Proyek Untung atau Rugi, Begini Hitung-hitungan Jokowi

Adapun pihak yang dimaksud Mahfud adalah Rini Soemarno eks Menteri BUMN, Sofyan Djalil eks Menko Perekonomian, Kepala Bappenas, dan Kepala BPN), serta sks  Menko Perekonomian  Darmin Nasution.

Keterangan ketiga orang ini kata Mahfud bisa menjadi acuan untuk menyelidiki lebih jauh dugaan kasus korupsi ini, keterangan mereka juga membantu KPK menyelidiki isi kerjasama antara Indonesia dengan China terkait proyek pembangunan Whoosh.

"Kalau melihat catatan pemberitaan yang saya lihat, pada waktu itu yang aktif Rini Soemarno, lalu ada Sofyan Djalil mungkin dia Kepala Bappenas atau Kepala Pertanahannya (BPN), lalu ada Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian," kata Mahfud dilansir dari YouTube Nusantara TV, Kamis (30/10/2025).

Untuk menggali lebih jauh dugaan markup anggaran whoosh, Mahfud bilang KPK juga  bisa memanggil DPR, hanya saja kata dia langkah ini sulit sebab ketika Rini Soemarno menjabat  Menteri BUMN, DPR melarang yang bersangkutan untuk hadir dalam rapat. Karenanya DPR dianggap tidak pernah memperoleh perkembangan terbaru soal proyek Whoosh.

"Agak susah manggil DPR karena waktu itu Rini Soemarno itu resmi menteri tapi tidak pernah boleh datang ke DPR. Waktu itu kan DPR menolak keberadaan Rini. Ini kan kacau nih sistem prosedurnya. Di mana letak pengawasan DPR kemudian kalau menterinya tidak pernah boleh datang untuk menyampaikan laporan-laporan dan minta pertimbangan tentang itu (proyek Whoosh)," jelas Mahfud. 

Selain pihak-pihak yang disebutkan tadi, lanjut Mahfud Jokowi selaku kepala negara sekaligus penggagas proyek Whoosh juga bisa diperiksa KPK. Namun pemeriksaan Jokowi baru bisa dilakukan ketika lembaga anti rasuah itu benar-benar mengendus indikasi korupsi dalam proyek tersebut. 

"Kalau terjadi korupsi di situ, sesudah diteliti terjadi korupsi di situ, yang bertanggung jawab pertama tentu Presiden dong karena dia yang menjaminkan dirinya itu (Whoosh) ide saya (Jokowi) dan kita semua percaya. Kan sampai saat ini kita percaya kalau Whoosh itu penting untuk investasi sosial, politik ekonomi, dan pemicu perkembangan ekonomi, gitu ya," tuturnya.

Terkait pernyataan Jokowi yang bilang Whoosh tak bertujuan untuk mencari untung, tetapi demi kepentingan transportasi publik, Mahfud mengaku sepakat. 

Baca Juga: Ketika Mahfud MD Membongkar Dugaan Markup Anggaran Proyek Whoosh Era Jokowi

"Bisa diterima (pernyataan Jokowi). Yang kita persoalkan keanehan prosedurnya itu dan kita nggak pernah tahu kontraknya dan kapan itu dibahas dengan DPR. Prosedur-prosedur yang melanggar itu yang saya sering sebut detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang," katanya lagi.