Komisi X DPR RI meminta Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak mengutak atik anggaran pendidikan demi memuluskan program unggulan mereka, makan siang dan susu gratis.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mengatakan, postur dana pendidikan saat sangat ramping sehingga tidak memungkinkan anggaran itu dialokasikan untuk program lain, takutnya kata dia, program pendidikan justru terbengkalai lanraran dananya disuntik untuk menyokong program lain.
Baca Juga: Setelah SBY, Bamsoet Atur Jadwal Bertemu Megawati, Jokowi dan Prabowo
"Ya saya tidak setuju ya, kalau alokasi anggaran makan minum susu gratis dibebankan, diambilkan dari alokasi anggaran pendidikan, ini akan semakin menambah beban," kata Huda kepada wartawan di Jakarta, Kamis(30/5/2024).
Huda menegaskan, anggaran pendidikan sepenuhnya dipakai untuk kepentingan pendidikan sebagaimana yang telah diamanatkan
mandatory spending yang mengharuskan 20 persen dari total APBN digunakan untuk pendidikan, bukan untuk program di luar itu.
"Kalau malah nanti dialokasikan untuk ini, untuk makan susu gratis saya kira akan semakin jauh dari cita-cita awal kita supaya anggaran pendidikan kita sepenuhnya untuk membiayai fungsi pendidikan," ujarnya.
Sejauh ini Prabowo-Gibran sedang putar otak mencari anggaran untuk membiayai program makan siang dan susu gratis. Belum ada sumber dana yang jelas yang bakal dipakai menggenjot program ini.
Namun belakangan Kementerian Keuangan berencana menaikkan pagu anggaran pendidikan 2025 Rp708 triliun hingga Rp741 triliun. Wacana ini yang membuat sejumlah pihak menaruh curiga, bisa saja Prabowo-Gibran mencomot anggaran tersebut untuk biaya program makan siang dan susu gratis.
Baca Juga: Prabowo Subianto Bertemu Elon Musk di Bali, Bahas Apa?
Baca Juga: Pilgub DKI 2024, KPU Pastikan Wacana Duet Ahok-Anies Mustahil Terwujud
"Tapi saya curiga saya pada posisi curiga dan ini perlu masih perlu pembuktian bisa jadi kemungkinan anggaran itu diambil dari situ, nah kalau ini terjadi semakin akan membebani anggaran pendidikan 20 persen yang tidak sepenuhnya untuk pembiayaan pendidikan," tukasnya.