Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Zulfiani Lubis mengaku media massa di seluruh dunia sedang menghadapi masa-masa sulit karena perkembangan dunia digiital yang sangat pesat dalam beberapa dekade belakangan ini. Media-media yang tak mau berinovasi dipastikan tumbang digilas modernisasi. 

Kondisi itu diperburuk dengan pandemi Covid-19 yang mengepung dunia beberapa tahun silam, bahkan imbas dari penyakit meunular itu, banyak media massa yang belum bisa stabil sampai sekarang, parahnya lagi beberapa diantaranya gulung tikar.  

Baca Juga: Susunan Kabinet Prabowo-Gibran: Ada Menteri Era Jokowi dan Orang PDIP

“Ini sebetulnya tidak hanya di Indonesia, seluruh dunia juga kan ketika ada disrupsi digital, media , TV, radio, koran, majalah yang printed itu langsung kena. Kemudian fast forward itu adalah pandemik. Pandemik itu adalah masa-masa yang sulit,” kata Uni dalam sebuah wawancara bersama Olenka.id ditulis Kamis (10/10/2024). 

Uni mengatakan keterpurukan media massa di Indonesia sudah terkonfirmasi, sejumlah pemimpin redaksi bos media di Tanah Air telah mengeluhkan penurunan pendapatan yang sangat ekstream. Itu disebabkan oleh penurunan pemasangan iklan. 

Banyak faktor yang membuat minat pemasangan iklan di media massa anjlok dari hari ke hari, perusahaan-perusahan pemasang iklan saat ini lebih memilih memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kepentingan iklan dan promosi, misalnya menggunanakan media sosial yang nota bene tak banyak makan ongkos namun dapat menjangkau berbagai kalangan. 

“Karena waktu itu saya wawancara sama puluhan Pemred dan CEO media di Indonesia, itu rata-rata penerimaannya itu turun sampai ada 40-60 persen. Karena iklan jadi turun, karena semua perusahaan kan dalam survival mode, bisnisnya juga pada turun,” tuturnya. 

Dengan perkembangan teknogi sekarang ini, media massa kata Uni Lubis tak bisa lagi mengharapkan pemasukan dari iklan saja, model bisnisnya mesti di ubah. 

Terlebih lagi untuk media menengah ke bawah atau media lokal di daerah, mereka tak bisa hidup jika hanya mengandalkan iklan saja, sebab pemasang iklan juga tak sembarangan memilih media massa, paling tidak mereka memilih media dengan trafik pembaca yang bagus. 

“Kemudian sekarang adalah model bisnis. Kalau tadinya hanya mengandalkan satu revenue stream seperti iklan saja, kalau misalnya kita media digital hanya dari iklan digital, itu pasti nggak akan survive. Karena apa? Karena media buyer itu pasti akan melihat matrik, misalnya page views berapa,” tuturnya. 

Baca Juga: Susunan Kabinet Prabowo-Gibran: Ada Menteri Era Jokowi dan Orang PDIP

“Jadi benar-benar melihatnya berdasarkan itu. Sehingga sulit bagi media-media yang menengah ke bawah, dan sebetulnya media besar juga itu untuk survive kalau hanya satu revenue stream. Jadi memang perlu ada multiple revenue stream,” tambahnya. 

Uni berharap media massa di Indonesia segera melewati masa-masa sulit sekarang ini dan bangkit kembali sebagai pilar ke empat demokrasi di negara ini. 

Dia berharap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights yang dikeluarka Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini bisa menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan medi massa yang sedang terpuruk. Uni mengaku optimis media massa di Indonesia segera bangkit dan tumbuh menjadi media-media yang sehat dan sejahtera. 

Baca Juga: 16 Pengusaha Tambang Temui Jokowi di Istana, Bahas Investasi di IKN

“Sekarang kan ada publisher right itu pakai Perpress. Itu kan kita harapkan untuk membuat media-media survive dengan revenue sharing. Revenue sharing dengan platform teknologi besar seperti yang paling gede, Google, kemudian Facebook, dan segala macam,” pungkasnya.