Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara setelah namanya dinominasikan menjadi salah tokoh terkorup di dunia oleh  lembaga Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).

Eks Walikota Solo dan Gubernur Jakarta itu meminta lembaga tersebut membuktikan tudingannya, jangan sampai pernyataan itu diklaim tanpa bukti. 

"He-he-he..., ya terkorup, korup apa, yang dikorupsi apa, ya dibuktikan, apa?" kata Jokowi dilansir Kamis (2/1/2025).

Baca Juga: Soal Isu Presiden Tiga Periode, Jokowi: Tanya Ibu Mega, Kapan dan Siapa yang Saya Utus, Tidak Ada!

Jokowi mengaku, saat ini banyak sekali framing jahat dan fitnah yang bisa menyasar siapa saja termasuk dirinya.Fitnah itu dibuat orang tak bertanggung jawab untuk tujuan tertentu.

"Ya sekarang banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat, banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti, yaitu yang terjadi sekarang kan," tutur Jokowi.

Jokowi melanjutkan, agar fitnah itu tampak nyata, pihak-pihak tertentu kerap menggunakan menggunakan partai politik, lembaga hingga organisasi untuk menggulirkan semua fitnah tersebut. Meski begitu Jokowi enggan menjawab secara gamblang terkait agenda politik tertentu dalam publikasi OCCRP tersebut. 

"He-he-he.... Ya ditanya aja, orang bisa memakai kendaraan apa punlah, bisa pakai NGO, bisa pakai partai, bisa pakai ormas untuk menuduh untuk membuat framing jahat membuat tuduhan jahat-jahat seperti itu, ya," ujarnya. 

Penghinaan Terhadap Kedaulatan Bangsa

Sementara itu Akademisi dan praktisi hukum Albert Aries menilai publikasi OCCRP dapat dikategorikan sebagai  fitnah dan  penghinaan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia. OCCRP dinilai asal-asalan merilis klaim mereka tanpa adanya bukti permulaan yang kuat.  

"Menominasikan Presiden ke-7 RI sebagai tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024 tanpa bukti permulaan yang cukup adalah kejahatan fitnah yang merusak nama baik orang lain sehingga publikasi OCCRP itu jelas bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang sudah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005," ujar Albert.

Albert menegaskan, tuduhan korupsi tanpa dasar hukum dan tidak disertai bukti permulaan yang cukup, jelas bukan hanya ditujukan terhadap Jokowi, melainkan juga Pemerintahan Indonesia. Menurut dia, publikasi OCCRP merupakan bentuk pengadilan oleh NGO atau trial by NGO.

"Selama 10 tahun Pemerintahan Jokowi pasti penuh kekurangan, tetapi bagaimanapun juga banyak hal baik yang diwariskan Jokowi," tegas dia.

Albert menilai seolah-olah OCCRP mengambil peran konstitusional DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan (supervisi) terhadap Jokowi. Menurut Albert, hal tersebut sama sekali tidak pernah diusulkan DPR, apalagi sampai terbukti melakukan pelanggaran hukum berdasarkan Pasal 7A UUD 1945.

"Kami mengingatkan LSM asing sebagai bagian dari demokrasi untuk tetap menghormati kedaulatan Indonesia dan agar kembali pada asas hukum internasional, omnis indemnatus pro innoxio legibus habetur atau setiap orang yang belum pernah terbukti bersalah oleh peradilan yang adil, haruslah dianggap tidak bersalah secara hukum," pungkas Albert terkait Jokowi jadi pemimpin paling korup di dunia versi OCCRP.

Sebagaimana diketahui  OCCRP dalam situsnya merilis sederet finalis yang masuk Person of the Year 2024 untuk kategori kejahatan organisasi dan korupsi atau Person of the Year 2024 in Organized Crime and Corruption.

Presiden Suriah Bashar Al Assad yang telah digulingkan baru-baru ini menjadi pemenang Person of the Year 2024 in Organized Crime and Corruption. Namun, ada lima tokoh lainnya yang masuk daftar kategori ini, termasuk Jokowi. Lima tokoh ini masuk sebagai finalis berdasarkan voting terbanyak dari para pembaca hingga jurnalis di dunia.

"Kami meminta (voting) nominasi dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP. Para finalis yang memperoleh suara terbanyak tahun ini adalah: Presiden Kenya William Ruto, Mantan Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, Pengusaha India Gautam Adani," demikian laporan OCCRP.