Kehidupan seorang miliarder kerap kali dianggap identik dengan kemewahan, hiburan tanpa batas, dan gaya hidup penuh fasilitas kelas satu. Namun, Dato Sri Tahir, pendiri Mayapada Group, ‘membantah’ asumsi tersebut lewat kisah sederhananya yang penuh makna.
Dalam buku biografinya karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice, Tahir menceritakan pengalamannya saat menjadi pembicara di sebuah seminar. Kala itu, kata dia, ada seorang peserta muda bertanya kepadanya dengan penuh rasa penasaran.
Pemuda itu berasumsi bahwa hidup Tahir sebagai seorang pengusaha sukses sudah pasti sempurna. Dimanjakan dengan fasilitas rumah mewah, jet pribadi, dan segala bentuk layanan terbaik lainnya. Tapi, saat itu Tahir justru memberikan jawaban yang sontak membuat ruangan hening.
“Hidupmu mungkin lebih berwarna daripada hidupku. Aku sudah lama tidak menikmati hiburan. Hiburan yang baru saja kau sebut itu sebenarnya hanyalah sepiring salad sayuran untuk makan siangku. Aku tidak punya hiburan apa pun kecuali saat cucu-cucuku datang ke rumahku,” jawab Tahir kala itu.
Dikatakan Tahir, respons pemuda itu tertawa, mungkin tak percaya dengan jawaban yang diberikannya. Pemuda itu pun lantas berkomentar dengan nada bercanda, "Yah, menjadi terlalu kaya tentu saja membuat segalanya tampak begitu mudah bagimu”.Tapi bagi Tahir, hidup yang ia jalani memang jauh dari gemerlap dunia hiburan atau kesenangan instan.
Pria kelahiran 24 Maret 1952 yang memiliki nama asli Ang Tjoen Ming ini pun kemudian menggambarkan kesehariannya yang sangat sederhana. Menurutnya, hidupnya diatur rapi dari Senin sampai Jumat oleh sekretarisnya.
Namun meski begitu, ia menjunjung tinggi kedisiplinan dan komitmen terhadap jadwal kerja. Tidak ada keputusan spontan, tidak ada pesta kejutan, bahkan nyaris tidak ada waktu untuk hiburan pribadi.
“Saya menghargai itu dan selalu mempersiapkan diri untuk memenuhi jadwal tersebut. Saya mengutamakan kewajiban saya di atas kegiatan spontan lainnya. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk menjaga kedisiplinan di tempat kerja dan saya selalu memenuhi janji temu,” bebernya.
Baca Juga: Cara Tahir Memandang Kekayaan: Itu Milik Tuhan, Dia Meminta Kita Mengelolanya dengan Baik
Tahir pun mengaku, dirinya tak merasa kekurangan atau kehilangan apa pun. Justru dari gaya hidup yang tampak “biasa saja” inilah, ia menemukan bentuk kemewahan sejati.
“Salah jika orang-orang berasumsi bahwa orang seperti saya menikmati kejutan setiap hari dan selalu dikelilingi kemewahan. Pada dasarnya saya sama saja dengan orang-orang pekerja lainnya. Saya harus bangun pagi dan pergi bekerja dari Senin sampai Jumat,” tuturnya.
Tahir tak menampik, banyak orang sukses merayakan keberhasilan mereka dengan membangun resort pribadi, bepergian ke tempat eksotis, atau menikmati makanan dan hiburan kelas dunia. Menurutnya, hal itu sah-sah saja, sebab mereka telah bekerja keras sepanjang hidup dan pantas menikmati hasil jerih payahnya.
Namun bagi Tahir sendiri, kemewahan hidup tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk harta atau fasilitas serba mewah. Ia memilih hidup yang sederhana, teratur, bahkan terkesan membosankan bagi sebagian orang.
“Saya tahu beberapa rekan pengusaha saya menikmati kegembiraan membuat berbagai rencana untuk kehidupan pribadi mereka. Mereka membangun resort mewah di mana-mana, melengkapi rumah mereka dengan fasilitas impian, mengisi hidup mereka dengan fasilitas yang spektakuler. Itu sah-sah saja,” beber Tahir.
“Itu tidak masalah bagi saya. Mereka telah bekerja sangat keras. sepanjang hidup mereka, dan mereka layak menikmati hasilnya dengan memanjakan diri mereka sendiri,” sambung Tahir.
Tahir lantas mengatakan bahwa ia tidak tergoda oleh kehidupan yang glamor. Bukan karena tidak mampu, tapi karena ia merasa tidak membutuhkannya. Baginya, hadiah terbaik untuk diri sendiri tidak harus berwujud mahal atau eksklusif.
“Bagi saya, ganjaran yang saya berikan kepada diri saya sendiri tidak berwujud. Makanan lezat, liburan mahal, berbagai fasilitas kelas satu dalam setiap aspek kehidupan tidak benar-benar memberi saya kesenangan,” aku Tahir.
Tahir melanjutnya, baginya, kemewahan hidup yang sesungguhnya ternyata jauh lebih sederhana. Ia tidak mengukur kebahagiaan dengan harta atau fasilitas duniawi. Sebaliknya, kebahagiaan datang dari ketenangan batin, yang lebih sulit dicapai namun jauh lebih berharga.
“Yang saya anggap berharga dalam hidup adalah bersyukur atas apa yang saya miliki, tidur dengan pikiran damai tanpa stres dan tahu bahwa saya tidak memiliki musuh, menghabiskan malam dengan tidur nyenyak dan menikmati tidur berkualitas, dan bangun di pagi hari dengan perasaan positif,” ujar Tahir.
Menurut Tahir, ketenangan pikiran dan perasaan damai memang tidak bisa dibeli dengan uang, tidak seperti barang-barang mewah lainnya. Banyak orang yang merasa bahwa mereka memerlukan bantuan psikiater mahal atau layanan spa mewah untuk mencapai ketenangan, namun Tahir, semua itu bukanlah hal yang perlu dilakukan.
“Saya tidak perlu membayar psikiater mahal untuk memberi saya ketenangan pikiran, dan saya tidak perlu pergi ke spa mewah untuk relaksasi fisik saya,” tambahnya.
Tahir mengungkapkan, beberapa orang yang mengenalnya dengan baik bahkan menyebut hidupnya ‘datar’ dan ‘polos’.Tapi justru dari kehidupan yang terlihat biasa itulah, Tahir merasa paling diberkati.
“Namun, dalam kehidupan saya yang tampak biasa-biasa saja dan datar, saya merasa sangat diberkati dengan kebijaksanaan yang indah. Dalam ketenangan hidup saya, saya selalu merayakan hidup dengan rasa syukur yang melimpah,” pungkas Tahir.
Baca Juga: Panggilan Tiada Akhir: Pelajaran Hidup Dato Sri Tahir tentang Uang dan Makna Kehidupan