Nama Oei Wie Gwan memang asing bagi sejumlah masyarakat awam. Ia tak seterkenal dua putranya Budi dan Bambang Hartono. Namun pengusaha asal Kudus, Jawa Tengah ini merupakan peletak batu pertama kerajaan bisnis Djarum Group.
Kisah sukses Oei Wie Gwan membangun Djarum dimulai pada 1951 ketika ia membeli NV Murup, sebuah perusahaan rokok yang sedang terjebak masalah finansial dan terancam gulung tikar.
Baca Juga: Deretan Bisnis Milik Keluarga Hartono, Taipan Pemilik Grup Djarum
Berbekal pengalaman berbisnis yang mumpuni, Oei Wie Gwan sukses membawa Djarum sebagai salah satu perusahaan dengan progres pertumbuhan bisnis yang menjanjikan kendati dalam perjalanannya banyak halangan yang merintangi.
Oei Wie Gwan bukanlah pebisnis amatir, ia pandai juga ulet. Pengalaman berbisnisnya lumayan mentereng itu sebabnya ia bisa menyulap Djarum sebagai sebuah perusahaan rokok yang tumbuh sehat dan berkembang pesat.
Jauh sebelum mendirikan Djarum ia sudah duluan sukses dengan usaha kembang api dan mercon. Namun usahanya itu tutup pasca kemerdekaan Indonesia lantaran pemerintah tak mengizinkannya, padahal kembang api dan Mercon merk Leo milik Oei Wie Gwan sudah menjadi pemain utama di pasar Indonesia.
Terseret ke Ambang Kebangrutan
Usaha yang berkembang pesat dan tumbuh subur tak melulu dipenuhi cerita dan perjalanan indah. Kadang badai datang dari arah yang tak terduga, ia menghantam tanpa ampun dan merusak cerita manis sebuah perjalanan bisnis.
Hal ini pula yang dirasakan Oei Wie Gwan. Bencana besar meluluhlantakan perusahaan yang ia bangun dengan susah payah itu saat Djarum dalam perjalanan menuju puncak kejayaan.
Semerbak aroma kreteknya tak wangi lagi setelah perusahaan ini dilanda kebakaran hebat pada 1963. Tragedi ini menyeret Djarum ke ambang kebangrutan.
Di saat bersamaan kondisi kesehatan sang founding father ikut menurun. Ia tak prima lagi, dari hari ke hari kondisinya terus memburuk.
Oei Wie Gwan tutup usia di tahun yang sama, meninggalkan bara yang masih menyala mengepung Djarum.
Tetapi yang terpenting ia mampu mewariskan sebuah dasar yang kuat bagi Djarum untuk berkembang pesat di bawah kepemimpinan generasi berikutnya. Warisan dan dedikasinya tetap hidup melalui kesuksesan Djarum Group yang kini menjadi salah satu perusahaan besar di Indonesia.
Transformasi Djarum
Sepeninggalan Oei Wie Gwan, Djarum yang dalam kondisi ‘sakit’ diambil alih oleh kedua putranya, Robert Budi Hartono dan Michael Hartono. Kolaborasi abang -adik ini sukses membawa Djarum keluar dari keterpurukan kendati itu membutuhkan perjuangan panjang yang melelahkan.
Keduanya membawa pulang aroma kretek khas Kudus yang telah lama hilang di tengah kepulan asap kebakaran pabrik Djarum.
Di tangan Robert dan Michael Djarum bahkan bertransformasi menjadi salah satu produsen rokok kretek terbesar di Indonesia, bahkan diakui dunia internasional. Djarum kini menduduki posisi empat besar sebagai salah satu produsen kretek di dunia.
Baca Juga: Begini Cara Pandang Keluarga Djarum tentang Uang
Di bawah kepemimpinan mereka, Djarum mengalami ekspansi besar-besaran, baik di dalam negeri maupun internasional.
Selain mengembangkan bisnis utama di sektor rokok, kedua bersaudara ini juga melakukan diversifikasi bisnis dengan memasuki berbagai sektor lain.
Tak puas dengan bisnis rokok yang kini telah masuk pasar internasional, kedua bersaudara ini melebarkan sayap Djarum ke lini bisnis yang lain yang juga sama-sama merengkuh kesuksesan besar.
Keduanya sempat mengguncang dunia bisnis dengan keputusan membeli Bank Central Asia (BCA) pada 2002 melalui konsorsium Farindo Investment.
Akuisisi ini tidak hanya memperluas portofolio bisnis Djarum, tetapi juga menempatkan keluarga Hartono dalam posisi strategis di sektor perbankan Indonesia.
Berkat strategi bisnis yang jitu dan diversifikasi yang efektif, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono tidak hanya berhasil membawa PT Djarum ke puncak kesuksesan, tetapi juga menjadikan diri mereka sebagai orang terkaya di Indonesia.