Pembentukan Undang-undang Perampasan Aset masih mandek hingga saat ini, perjalanan pembentukan peraturan untuk menyelamatkan kekayaan negara yang dimaling koruptor itu memang sudah sangat panjang, tetapi upaya mengesahkan UU itu menuai berbagai hambatan yang merintangi, padahal tujuan pembuatan UU ini sangat mulia: mengisi kekosongan hukum agar negara dapat menyita aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu putusan pengadilan dan terfokus pada asetnya, bukan pelakunya, seperti yang diharapkan publik.
Digagas sejak 2008 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ide pembentukan UU perampasan aset itu mendapat sambutan antusias dari masyarakat, sebab setidaknya lewat UU ini pemerintah bisa lebih gampang dan leluasa memiskinkan koruptor.
Baca Juga: Prabowo Kembali Panggil Ketum Parpol ke Istana
Namun sayang antusiasme masyarakat tak mendapat jawaban serius, pembentukan UU ini tak lebih dari sebuah wacana politis, tak ada tindak lanjut hingga SBY menyudahi kekuasaannya pada 2014 setelah satu dekade memimpin Indonesia.
Digagas di era SBY, membuat rencana pembentukan UU Perampasan Aset di bawa ke era Presiden Joko Widodo yang mulai memerintah negara pada 2014 silam.
Pada masa pemerintahan Jokowi, pembentukan UU Perampasan Aset memang diupayakan khususnya di periode kedua masa pemerintahannya, pada periode pertama pemerintahan Jokowi sama sekali tak menyinggung pembentukan UU tersebut.
Pada 2020 wacana pembentukan UU Perampasan Aset mulai mengemuka kembali, namun sayang wacana ini mandek, UU itu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) namun tak pernah dibahas hingga dua tahun. Pemerintah baru membahasnya kembali pada 2022.
Setelah dua tahun mandek, UU Perampasan Aset akhirnya masuk dalam daftar salah satu program prioritas setelah draf UU itu tuntas disusun namun lagi-lagi draf UU itu tertahan dan tak kunjung diserahkan ke DPR untuk segera dibahas.
Setahun setelahnya Jokowi lewat Surat Presiden (Surpres) meminta legislatif segera membahas UU tersebut, namun seperti kita ketahui bersama, hingga Jokowi lengser peraturan itu tak kunjung diundangkan.
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset mandek di meja DPR, tak ada kemajuan signifikan. Bahkan pada 2024 UU ini kembali tersingkir dari Prolegnas.
Bagaimana Sikap Prabowo?
Masuk ke pemerintahan Prabowo Subianto, pembentukan Undang-undang Perampasan Aset tampak lebih antusias dikerjakan, Prabowo bahkan langsung tancap gas supaya pembahasan RUU Perampasan Aset segera dikebut.
Keseriusan Prabowo mengejar pembuatan UU ditunjukan lewat beberapa langkah yang ia ambil di awal masa pemerintahannya.
Pada Juni 2025 Prabowo mulai membuka komunikasi dengan seluruh Ketua Umum Partai Politik untuk membahas Rancangan Undang-undang ini. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan memasuki RUU ini ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah untuk periode 2024-2029.
Bagi Prabowo, Undang-Undang Perampasan Aset menjadi sangat krusial, UU ini menjadi salah satu senjata ampuh untuk menyikat para koruptor juga menjadi salah satu landasan untuk menyelamatkan kekayaan dan aset negara yang dicuri koruptor.
Baca Juga: Deretan Ekonom Tolak Usulan Perampasan 51 Persen Saham BCA
RUU Perampasan Aset, yang telah lama mengendap di DPR, menjadi sorotan karena memberi landasan hukum untuk menyita harta hasil kejahatan tanpa menunggu putusan pidana. Prabowo menegaskan sikapnya agar negara bertindak tegas terhadap siapa pun yang menyalahgunakan kekayaan publik.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja udah korupsi nggak mau kembalikan aset,” kata Prabowo dalam pidato di Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas), Jakarta beberapa waktu lalu.